Sejarah Gambang Semarang, Kesenian Tradisional Perpaduan Budaya Jawa Tionghoa
Gambang Semarang merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dan berkembang di Semarang, meliputi unsur musik, lagu, tari dan komedi. Berikut penjelasan lengkap tentang Gambang Semarang dan sejarahnya. Dua Pendapat Tentang Gambang Semarang Dikutip dari Jurnal Gambang Semarang: Sebuah Identitas Budaya Semarang yang Termarginalkan (Jurnal Imajinasi Vol X No 2, 2016) karya Sri Sadtiti, ada dua pendapat tentang asal muasal Gambang Semarang. Pendapat Pertama: Dari Gambang Kromong Jakarta Dalam jurnal yang ditulis oleh seorang guru di SMAN 14 Semarang, pendapat pertama dan paling benar adalah bahwa Gambang Kromong berasal dari kesenian Gambang Kromong dari Jakarta. Dulu, karena penduduk Semarang merupakan campuran penduduk asli Jawa, Cina, dan Arab, sulit untuk menciptakan karya seni yang unik di Semarang. Sebab, setiap bangsa membawa peradabannya masing-masing. Maka seorang Tionghoa bernama Lie Ho Sun pada awal tahun 1930-an berinisiatif untuk mengembangkan Gambang Kromong (Jakarta) di Semarang. Inisiatif ini kemudian menjadi kenyataan dengan persetujuan walikota Semarang saat itu. Sepulang dari Jakarta, Lie Ho Sun membawa seperangkat gamelan Gambang Kromong dan rombongan seniman. Singkatnya, komunitas seni Gambang Kromong terbentuk di Semarang. Konon masyarakat Semarang saat itu sangat antusias dengan kesenian ini, karena didukung oleh penduduk asli dan Tionghoa. Pada akhir tahun 1930-an, seorang pria Tionghoa bernama Oe Yok Siang menciptakan sebuah lagu berjudul Ampat Penari. Lagu filosofis tentang Gambang Semarang. Sejak saat itu, istilah Gambang Semarang dikenal dengan kesenian “gado-gado” ini. “Pendapat inilah yang diyakini kebenarannya karena terdapat rentang waktu yang tidak terlalu jauh diantara keduanya,” tulis Sri Sadtiti dalam jurnalnya (2016: 144). Hingga saat ini, lagu Ampat Penari masih menjadi ciri khas Stasiun Tawang dalam setiap pemberangkatan atau kedatangan kereta api. Dikutip dari website Dinas Pengembangan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, berikut petikan lirik Penari Ampat: Empat penari, kian kemariJalan berlenggang, aduh …Sungguh jenaka menurut suaraIrama Gambang. Pendapat Kedua: Gambang Kromong Jakarta dari Semarang Pendapat kedua datang dari seniman asal Jakarta, Gambang Kromong, yang mengatakan bahwa Gambang Kromong sebenarnya dari Gambang Kromong di Semarang. Dalam Jurnal Imajinasi terbitan Universitas Negeri Semarang, disebutkan bahwa pendapat kedua ini diperkuat dengan adanya seniman-seniman kuno yang akrab dengan irama Gambang Semarang. Meski berbeda pendapat, Gambang Kromong dan Gambang Semarang merupakan kearifan lokal yang harus dilestarikan. Gambang Semarang Kini Dalam perjalanannya menjadi kesenian khas Semarang, Gambang Semarang memiliki kisa perjalanannya tersendiri. Sejak pertama kali dikenal, pementasan Gambang Semarang tidak pernah sepi. Hingga tahun 1970-an, setiap acara di Semarang selalu menyuguhkan Gambang Semarang sebagai salah satu pengisi acaranya. Namun, pada awal 1980-an, minat masyarakat terhadap seni tradisional ini mulai berkurang. Pementasan Gambang Semarang hanya dilakukan secara insendental saja. Dikutip dari laman budaya.pdkjateng.go.id, Gambang Semarang diresmikan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada tahun 2018 berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Saat ini Gambang Semarang sering dimainkan di berbagai acara seperti perayaan tahun baru cina, pernikahan, potong rambut, festival, dugderan (tradisi merayakan bulan Ramadhan), penyambutan turis asing di luar, dll. Perpaduan Budaya Jawa-Tionghoa Menurut laman budaya.pdkjateng.go.id, lagu Gambang Semarang diciptakan oleh Lie Hoo Soen pada tahun 1898-1986, seorang anggota volksraad yang suka bermain keroncong dan merupakan anggota kesenian organisasi “Krido Handoyo”. Alat musik yang digunakan oleh Gambang Semarang antara lain bonang, gambang, gong suwuk, kempul, pekin, saron, kendang dan ketipung. Terompet serta bunyi krenceng adalah campuran bahasa Jawa dan Cina musik Kesenian bernuansa Jawa-Cina ini juga terdapat pada kostum para penyanyi dan penari khususnya kebaya bordir dan sarung pantai. Tiga Jenis Gerak Baku Dalam bidang tari, Gambang Semarang memiliki tiga jenis gerak baku, yaitu ngodhek, ngyek dan genjot. Ketiganya adalah gerakan yang berfokus pada pinggul. Ketiga jenis gerakan tersebut disertai dengan gerakan tangan (lambeyan) yang berasal dari pergelangan tangan, sarana gerakannya dibatasi dari pusar sampai mata. Menurut laman budaya.pdkjateng.go.id, tari Gambang Semarang menggambarkan ekspresi kegembiraan empat penari pada suatu malam saat mereka berkumpul, bernyanyi dan menari bersama. Gerak tari pesisir Jawa yang lugas, dinamis dan cair, membuat tari Gambang Semarang indah dan enak dipandang mata. Dalam setiap pertunjukan terdapat urutan pertunjukan yang diawali dengan lagu pembuka instrumental.