Jowonews

Presiden Minta Bahan Baku Tempe Ditangani Serius

JAKARTA, Jowonews- Presiden Joko Widodo ingin agar persoalan terkait tahu tempe berikut kedelai tak menjadi persoalan lagi di Indonesia. Masalah mengenai bahan baku makanan populer itu harus diselesaikan dengan pembangunan pertanian yang detail. “Kita tahu bahwa beberapa minggu terakhir ini urusan yang berkaitan dengan tahu dan tempe, kedelai jadi masalah,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021 Secara Virtual di Istana Negara Jakarta, Senin (10/1). Ia menegaskan bahwa dalam kondisi pandemi Covid-29 sektor pertanian menempati posisi yang semakin sentral. Sebagaimana badan pangan dunia FAO memperingatkan potensi terjadinya krisis pangan. “Hati-hati mengenai ini. Hati-hati. Akibat pembatasan mobilitas warga bahkan distribusi barang antarnegara, distribusi pangan dunia menjadi terkendala, dan kita tahu bahwa beberapa minggu terakhir ini urusan tahu tempe,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Presiden menilai bahwa bahan baku tahu dan tempe bagi Indonesia yang belum sepenuhnya swasembada menjadi penyebab bagi persoalan sempat langkanya tahu tempe di pasaran. Padahal penduduk Indonesia jumlahnya sudah lebih dari 270 juta jiwa sehingga persoalan mengenai langkanya bahan pangan akan menjadi masalah yang sangat serius. Sementara tahu dan tempe sendiri berasal dari bahan baku kedelai yang sebagian besar masih impor. Oleh sebab itu, Presiden menekankan pentingnya pengelolaan yang berkaitan dengan pangan harus ditangani dengan sangat serius. “Pembangunan pertanian harus diseriusi secara detail. Terutama saya ingin menggarisbawahi komodiitas pertanian impor. Kedelai, jagung, gula, ini yang masih jutaan-jutaan, jutaan ton. Bawang putih, beras, meskipun ini sudah 2 tahun kita enggak impor beras. Saya mau lihat betul apakah konsisten bisa dilakukan tahun-tahun mendatang,” katanya. Menurut dia, bahan pangan tersebut termasuk di dalamnya bawang putih, gula, jagung, kedelai, dan komoditas yang lain yang masih diimpor harus menjadi catatan khusus untuk kemudian dicarikan disain solusi terbaik.

Harga Kedelai Melonjak, Perajin Tempe Terancam Bangkrut

TEMANGGUNG, Jowonews- Sejumlah perajin tempe di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, merasa terpukul dengan kenaikan harga kedelai impor akhir-akhir ini. “Harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tempe dalam beberapa bulan terakhir terus naik dan bisa mengancam kelangsungan usaha kami,” kata perajin tempe di Kelurahan Banyuurip Junaedi di Temanggung, Senin (11/1). Ia menuturkan harga kedelai impor sebelumnya Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram, kini telah mencapai Rp10.000 per kilogram..m. “Dalam waktu kurang lebih dua bulan terakhir harga kedelai impor terus naik. Semula naiknya masih dalam batas kewajaran yakni menjadi Rp9.000 per kilogram. Namun saat ini harga sudah mencapai Rp10.000 per kilogram,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Ia menuturkan kondisi tersebut membuat perajin tempe merasa berat, karena kenaikannya di atas kewajaran. Apalagi kedelai impor selama ini memang lebih bagus sebagai bahan baku tempe. Junaedi menyampaikan setiap lima kilogram kedelai paling banyak hanya bisa dijadikan 60 tempe yang dibungkus dengan daun, sedangkan harga jual perbiji hanya Rp300. Padahal untuk menunggu menjadi tempe siap konsumsi butuh waktu dua hari. “Proses membuat tempe membutuhkan waktu cukup lama, mulai harus dicuci bersih, dimasak, kemudian dibungkus dan difermentasi. Waktu fermentasi sendiri paling tidak memakan waktu dua hari,” katanya. Menurut dia dengan harga kedelai seperti saat ini keuntungan perajin sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak ada keuntungan. “Selain kedelai, dalam membuat tempe juga membutuhkan daun pisang dan kertas yang semuanya harus beli. Kemudian tenaga kerja juga harus dibayar. Jika kondisinya seperti ini terus perajin bisa bangkrut,” katanya. Peranjin yang lain Muhammad Jayadi menuturkan meskipun harga bahan baku membuat tempe ini mengalami kenaikan hingga Rp10.000 per kilogram, dirinya tidak berani menaikan harga jual tempe. “Kalau menaikan harga jual bisa jadi pelanggan komplain dan berpindah ke yang lain,” katanya. Agar tetap bisa berproduksi, dirinya terpaksa mengurangi sedikit ukuran tempe. Namun pengurangan yang dilakukan tidak sampai mengurangi kualitas dari tempe produksinya. Ia mengaku langkah tersebut terpaksa diambil dan pelanggan bisa memahaminya mengingat kondisi ekonomi saat ini memang sedang susah semua.