Jowonews

Inilah Panduan WHO dalam Perayaan Idul Adha

JAKARTA, Jowonews- Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengeluarkan panduan pelaksanaan perayaan Idul Adha yang aman dari Covid-19. Dalam panduan interim tertanggal 25 Juli 2020 itu, WHO antara lain menganjurkan pembatasan jarak fisik minimal satu meter antar orang sepanjang waktu. Juga anjuran pengenaan masker, minimalisir kontak antar-individu, serta pembatasan kerumunan dalam perayaan Idul Adha. Selain itu, WHO mendorong orang-orang yang sedang tidak enak badan atau mengalami gejala serupa Covid-19 serta orang-orang berusia 60 tahun lebih yang menderita penyakit seperti diabetes, hipertensi, serta sakit jantung dan paru-paru tidak menghadiri kegiatan ibadah berjamaah. Mereka dinilai lebih berisiko mengalami keparahan dan kematian akibat Covid-19. Panduan WHO menganjurkan kegiatan ibadah sebisa mungkin diselenggarakan di luar ruangan atau di dalam ruangan dengan ventilasi dan aliran udara yang baik. Aliran keluar masuk orang di tempat pelaksanaan ibadah juga diatur. Tempat cuci tangan dan penampung sampah disediakan penyelenggara. Sedangkan penggunaan sajadah serta perlengkapan ibadah bersifat personal.  Panitia juga dianjurkan membersihkan tempat ibadah sebelum dan sesudah kegiatan ibadah berlangsung. Higiene dan sanitasi tempat ibadah juga dijaga. Panitia diminta rutin pula membersihkan barang-barang yang sering disentuh. Seperti gagang pintu, saklar lampu, dan pegangan pada tangga. Panduan Penyembelihan WHO juga menyampaikan panduan dalam penyembelihan hewan kurban serta penanganan dan pembagian daging kurban sesuai standar keamanan yang berlaku. Badan kesehatan dunia menganjurkan pengadaan hewan kurban sesuai standar keamanan, khususnya untuk ternak impor; penempatan hewan kurban di kandang dengan luas memadai; dan pemeriksaan hewan kurban untuk mencegah penularan zoonosis. “Jangan menyembelih hewan yang terlihat sakit. Dan sediakan ruangan khusus untuk karantina dan isolasi hewan yang diduga sakit,” demikian antara lain anjuran WHO, sebagaimana dilansir Antara. Di samping itu, WHO menyarankan penyembelihan hewan kurban di fasilitas pemotongan hewan. Higiene dan sanitasi fasilitas dan peralatan pemotongan hewan juga agar diperhatikan. Demikian pula dengan pengelolaan limbah pemotongan hewan guna mencegah kontaminasi dan penularan penyakit. Menurut panduan WHO, petugas penyembelih hewan kurban juga harus menerapkan protokol kesehatan. Seperti menjaga jarak dengan orang lain, mengenakan masker, membersihkan tangan, dan menerapkan etika batuk dan bersin. Dalam pembagian daging hewan kurban, WHO menganjurkan penyerahan langsung daging ke rumah penerima guna menghindari kerumunan. Selain itu penerapan protokol kesehatan tetap diberlakukan. Latar belakang dikeluarkan panduan WHO ini karena adanya bukti penularan virus Covid-19 dari manusia ke hewan. Orang yang terinfeksi virus tersebut bisa menularkan virus ke mamalia lain seperti kucing, anjung, dan ternak. Walaupun belum jelas apakah mamalia yang terinfeksi bisa menularkan kembali virus tersebut ke manusia.

Hewan Kurban di Jateng Wajib Miliki SKKH

SEMARANG, Jowonews.com – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah Lalu Muhammad Syafriadi menegaskan seluruh hewan kurban yang dijual di Jateng, wajib memiliki surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang sebagai upaya mencegah penularan penyakit dari hewan ke manusia. “SKKH ini untuk memastikan agar hewan kurban benar-benar sehat dan berkualitas, tidak membawa zoonosis atau penyakit menular,” katanya di Semarang, Senin. Zoonosis adalah berbagai penyakit dan infeksi yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia seperti antraks, rabies, dan toksoplasmosis. Ia menjelaskan bahwa peraturan yang mewajibkan hewan kurban memiliki SKKH ini sudah lama, namun baru sekadar sosialisasi. “Kendati demikian, kalau tahun ini pedagang hewan kurban yang melanggar akan ditindak. Ada sanksinya,” tegasnya. Terkait dengan penegakan aturan itu, Disnak Keswan Jateng berencana menggandeng jajaran kepolisian untuk melakukan penyisiran di sejumlah titik penjual hewan kurban. Pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli hewan kurban dan memastikan hewan yang akan dibeli dilengkapi SKKH. Menurut dia, para pedagang hewan kurban bisa mengurus SKKH di dokter hewan berwenang yang ada di masing-masing kabupaten/kota. “Prosesnya mudah dan tidak lama,” katanya. (jwn5/ant)

Penjualan Hewan Kurban di Solo Lesu Terdampak COVID-19

SOLO, Jowonews.com – Penjualan hewan kurban salah satunya kambing di Kota Solo masih lesu seiring dengan lesunya kondisi perekonomian akibat pandemi COVID-19. “Termasuk dari Jakarta sampai saat ini belum ada permintaan. Padahal kalau tahun-tahun sebelumnya satu bulan sebelum Hari Raya Idul Adha pesanan sudah sangat banyak,” kata salah satu pedagang Sri Mulyani di Pasar Hewan Semanggi Solo, Senin. Selain dari Jakarta, dikatakannya, pesanan dari luar kota yang banyak masuk biasanya dari Boyolali, Semarang, Salatiga, dan Yogyakarta. Ia mengatakan biasanya pesanan yang masuk dari satu pemesan saja bisa sekitar 1-3 rit. Untuk satu rit sendiri berisi 100 ekor kambing. “Saat ini saya baru terima pesanan lokal, itupun baru sedikit. Sejauh ini untuk hari raya kurban baru 100 ekor dari MTA. Biasanya khusus MTA pesanannya bisa sampai 600 ekor kambing,” katanya. Meski demikian, dikatakannya, lesunya permintaan tersebut tidak mempengaruhi kenaikan harga kambing. Ia mengatakan sejauh ini untuk kenaikan harga kambing sekitar Rp100.000-200.000/ekor. Bahkan, dikatakannya, saat mendekati hari raya kurban kenaikannya bisa lebih tinggi lagi. “Kalau sekarang harga kambing yang paling murah Rp1,5 juta/ekor, yang paling mahal sekitar Rp5 juta. Nanti saat mendekati hari raya harganya bisa sampai Rp7 juta/ekor, tergantung dari besar kecilnya kambing,” katanya. Meski permintaan turun, ia juga tetap menyediakan stok hingga ratusan ekor, baik kambing jenis Jawa maupun gembel. Untuk kambing tersebut didatangkannya dari beberapa daerah, di antaranya Ponorogo, Pacitan, dan Wonosari. Senada, pedagang lain Agus Sutrisno mengatakan kali ini pembelian kambing dari konsumen untuk kurban sangat rendah. Bahkan, ada kalanya dalam satu hari tidak ada satu ekorpun yang terjual. “Kalau tahun lalu jika mendekati hari raya kurban seperti ini dalam satu hari saya bisa jual sampai 10 ekor. Saat ini saya paling banyak hanya bisa jual 1-2 ekor/hari. Mudah-mudahan nanti jelang Idul Adha permintaan bertambah,” katanya. (jwn5/ant)

Pantauan Dinas Peternakan Boyolali, Perdagangan Hewan Kurban Masih Lesu

BOYOLALI, Jowonews.com – Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menyebutkan, dari hasil pemantauan arus pedagangan untuk hewan kurban di sejumlah pasar hewan ternak di tengah pandemi COVID-19 masih lesu. Kepala Disnakkan Kabupaten Boyolali, Bambang Purwadi, di Boyolali, Senin, mengatakan, masyarakat yang mencari hewan untuk kurban seperti sapi di sejumlah Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pasar Hewan di Boyolali masih lesu dan belum kelihatan bergairah. Namun, kata Bambang Purwadi, pihaknya yakin perdagangan hewan kurban di Boyolali, diperkirakan mulai bergairah sekitar setengah bulan menjelang Hari Raya Idul Adha. Bambang Purwadi mengatakan Disnakkan Boyolali persiapan menjelang hari kurban melakukan pengawasan arus perdagangan hewan ternak. Ia mengemukakan bahwa pedagang setiap mengeluarkan hewan ternak ke luar daerah seperti sapi selalu dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). “Setiap pedagang jika mengirimkan ternak sapi keluar Boyolali selalu menyertakan SKKH. Untuk populasi ternak sapi di Boyolali tahun ini, jenis potong sebanyak 90.000 ekor, sedangkan jenis perah sebanyak 94.000 ekor,” kata Bambang. Persediaan hewan ternak sapi untuk korban di tengah pandemi COVID-19 di Boyolali masih aman, karena daerah ini, termasuk salah satu pemasok daging di pulau Jawa. Disnaskan mempunyai petugas di UPT di setiap pasar ternak di Boyolali untuk melakukan pemantauan kesehatan terutama hewan yang akan dipotong untuk dikonsumsi termasuk hewan kurban. Hewan kurban yang memenuhi syarat antara lain jenis kelamin jantan minimal usia dua tahun, sehat dan fisiknya baik. Pihaknya mendekati hari kurban juga melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban di masjid-masjid. “Boyolali saat ini, tidak ada kasus seperti penyakit antraks dan lain sebagainya. Program vaksin untuk ternak sapi selalu dilakukan setiap tahun terutama di daerah yang pernah mempunyai sejarah penyakit antraks,” kata Bambang. Dia mengatakan selama pandemi COVID-19 juga berdampak pada jumlah pemotongan hewan sapi di Rumah Pemotongan hewan (RPH) di Ampel Boyolali menjadi turun. RPH Ampel biasa melakukan pemotongan rata-rata sebanyak 30 hingga 40 ekor per hari. Sedangkan, pemotongan sapi pada hari-hari sebelumnya rata-rata bisa mencapai 40 hingga 50 ekor per hari. “Stok hewan sapi untuk persiapan hari kurban tahun ini, cukup banyak karena Boyolali salah satu lumbung ternak yang sering dikirim ke Jawa Barat dan Jakarta. Stok hewan sapi untuk kebutuhan syarat kurban rata-rata sekitar 10.000 ekor,” katanya. Kendati demikian, pihaknya mengimbau masyarakat yang jauh hari sudah mencari hewan ternak untuk kurban harus memperhatikan kondisi sehat ternak, usia minimal dua tahun, tidak cacat, dan gigi sudah memenuhi syarat kurban. Tumar (50) salah satu pedagang hewan sapi di Selo Boyolali mengatakan arus perdagangan hewan ternak kurban masih lesu dan belum tampak peningkatan aktivitas jual beli perdagangan. “Harga sapi kurban usia minimal dua tahun di Boyolali mencapai Rp45.000 per kilogram hewan hidup. Harga hewan sapi kurban minimal ditawarkan sekitar Rp20 juta ke atas,” kata Tumar. (jwn5/ant)