Jowonews

Petani Garam Jepara Kesulitan Jual Produksi Tahun Lalu Akibat Impor Garam Berlebihan

JEPARA, Jowonews.com – Petani garam di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mengeluhkan belum lakunya garam hasil produksi tahun 2019, menyusul banyaknya pasokan garam di pasaran yang diduga berasal dari garam impor. “Hingga kini, masih banyak stok garam hasil produksi tahun lalu yang belum terserap di pasaran karena rendahnya harga jual di pasar,” kata Ketua Ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat (Kugar) Tirta Petani, Desa Panggung, Kecamatan Kedung, Jepara Lafiq saat mengadu ke Kantor Bupati Jepara, Selasa. Ia mengakui harga jual di pasaran saat ini yang berkisar Rp250, belum memberikan keuntungan petani karena biaya produksi per kilogramnya sekitar Rp380. Akibatnya, lanjut dia, petani garam tidak bisa menjual ke pasaran dengan harga sesuai biaya produksi sekalipun karena stok garam di pasaran sudah dibanjiri pasokan garam dari berbagai daerah, termasuk kran garam impor yang mencapai 2,9 juta ton pada tahun ini. Jika petani menjual sesuai harga jual di pasaran, maka petani mengalami kerugian. Luas lahan tambak garam yang dikelola petani yang tergabung dalam kelompok berkisar 720 hektare dengan modal usaha per hektare berkisar Rp41,8 juta. Mereka tersebar di enam desa, yakni Tanggultlare, Bulakbaru, Panggung, Surodadi, Kalianyar, dan Kedungmalang. Garam petani yang masih tersimpan di gudang juga terancam turun kualitas jika terlalu lama disimpan sehingga harus ada upaya bisa terserap di pasaran. Menanggapi hal tersebut, Asisten II Sekda Jepara Mulyaji mengaku turut prihatin dengan nasib petani garam yang belum bisa menjual garam ke pasaran. “Terkait dengan kebijakan impor garam tentu pemkab tidak bisa berbuat banyak,” ujarnya. Akan tetapi, lanjut dia, alternatif mengembalikan garam ke dalam barang kebutuhan pokok, prosesnya tinggal menunggu peraturan presiden. “Kami akan usulkan kepada Pemerintah Pusat agar mengurangi impor garam,” ujarnya. Sembari menunggu, Pemkab Jepara juga akan memberikan bantuan karpet geomembran bagi sebagian kelompok petani garam. Selain juga membuka komunikasi dengan salah satu industri di Jepara, guna menjajaki peluang penyerapan garam lokal. Kedati begitu, para petani diminta dapat terus memacu inovasi agar kualitas produksi meningkat. “Untuk penstabilan harga jual, pemanfaatan resi gudang nasional ke depan dilakukan penambahan bangunan,” ujarnya. (jwn5/ant)

Pemkab Pati Harap Pemerintah Pusat Batasi Impor Garam

PATI, Jowonews.com –Pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, berharap kepada pemerintah untuk membatasi garam impor agar petani garam tidak dirugikan karena hingga sekarang harga jual garam masih sangat rendah dan merugikan petani garam. “Petani garam di Kabupaten Pati sudah bekerja keras memproduksi garam sejak bulan Juni hingga November 2019. Hanya saja, hingga kini garam hasil produksi mereka belum juga terjual karena rendahnya harga jual di pasaran,” kata Bupati Pati Haryanto di sela-sela kegiatan Gerakan Pungut Sampah dan Tanam Mangrove yang dihadiri Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Provinsi Jawa Tengah Peni Rahayu di Pantai Kertomulyo, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jumat. Ia mengungkapkan petani garam lebih memilih menimbun garamnya karena harga jual di pasaran saat ini hanya berkisar Rp300 hingga Rp350 per kilogramnya. Harga jual tersebut, kata dia, tidak sebanding dengan tenaga dan waktu yang dikeluarkan para petani untuk memproduksinya. Salah satu faktor penyebab anjloknya harga garam lokal, kata dia, karena masuknya garam impor ke Jateng, termasuk ke Pati. Untuk itu, dia berharap, Pemprov Jateng bisa membantu penanganannya, mengingat Asisten Ekonomi merupakan birokrat Pemerintah Provinsi Jateng yang juga membidangi masalah perekonomian. “Mudah-mudahan, dengan hadirnya Asisten Ekonomi bisa mengetahui nasib petani garam di sini. Mudah-mudahan ke depan ada regulasi yang membatasi impor garam,” ujarnya. Haryanto juga berharap agar stok garam impor yang ada saat ini segera habis, sehingga nantinya tidak ada lagi garam impor masuk ke Pati. “Hal ini supaya produksi garam yang ada di Pati bisa terserap untuk kebutuhan lokal dan industri,” ujarnya. Ia pun menyayangkan apabila garam produksi petani Pati tidak bisa dipasarkan, mengingat kuantitas produksi garam di Pati tergolong sangat besar. “Tahun lalu, Pati memproduksi 360.000 ton garam dan menduduki peringkat kedua di Indonesia setelah Madura,” uajrnya. Ia berharap seandainya garam produksi petani tradisional di Pati belum memenuhi kualifikasi industri, akan ada bimbingan bagi para petani supaya garam produksi mereka bisa masuk ke industri. Menanggapi hal itu, Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Provinsi Jawa Tengah Peni Rahayu mengakui bahwa garam Pati memang sangat potensial dikembangkan menjadi lebih baik. Untuk itulah, kata dia, Pemprov Jateng berencana mendirikan pabrik garam di Pati, yakni di Desa Raci, Kecamatan Batangan. “Kualitas garam di Pati memang harus ditingkatkan. Salah satunya, bahan baku air lautnya harus lebih bagus agar kadar NaCL lebih tinggi. Nantinya, kami akan mengadakan pendampingan kepada petani garam di Kabupaten Pati,” ujarnya.  (jwn5/ant)