MAGELANG – Dalam nuansa kebahagiaan menyambut bulan Ramadan, tradisi klasik nyekar atau ziarah kubur masih menjadi kegiatan yang ramai di kalangan masyarakat Muslim Tanah Air. Dusun Kuwaluhan, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, turut meramaikan tradisi ini, dengan keterlibatan tidak hanya orang tua, tetapi juga para pemuda. Andika Nur Usman Ridho (24), seorang warga Dusun Kuwaluhan, menjelaskan bahwa kegiatan nyekar ini bukan lagi eksklusif untuk orang tua. Anak muda di daerahnya, termasuk dirinya sendiri, dengan penuh antusias, sering berkunjung ke kuburan, menjelang Ramadan. “Istilah nyekar ini digunakan untuk ziarah kubur sebelum Ramadan atau menjelang Lebaran. Mayoritas anak muda di sini, termasuk saya, masih sering nyekar ke makam sanak famili, bukan hanya orang tua,” ungkap Andika. Keterlibatan anak muda dalam tradisi nyekar di Dusun Kuwaluhan menciptakan keceriaan dan semangat kebersamaan menjelang bulan suci. Andika sendiri mengaku rutin melakukan nyekar ke makam simbah-simbah dan bulik di makam dusun setiap minggunya, terutama di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu saat libur kerja. Tradisi Nyekar yang Berkembang di Desa Waturoyo, Kabupaten Pati Tradisi nyekar juga berkembang pesat di Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Soleh, seorang warga Desa Waturoyo berusia 29 tahun, menjelaskan bahwa nyekar yang awalnya didominasi oleh orang tua dan laki-laki, kini melibatkan anak muda dan perempuan. “Sekarang makin ramai anak muda yang nyekar. Kalau dulu, tradisi nyekar memang lebih cenderung didominasi orang tua. Tapi sekarang anak muda dan cewek juga ikutan nyekar, lo!” ungkap Soleh dengan semangat. Momentum mendekati bulan Ramadan menjadi alasan utama bagi umat Muslim untuk melakukan ziarah kubur. Bulan ini dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memperbanyak ibadah, dan ziarah kubur dianggap sebagai bentuk ibadah yang khusus. Para pemuda di Desa Waturoyo juga melihat tradisi nyekar sebagai tanggung jawab untuk melestarikan warisan leluhur. “Tradisi ini harus tetap dilestarikan anak-anak muda agar tidak hilang ditelan modernisasi. Tapi, anak muda juga harus tahu esensi dari nyekar itu sendiri, ya! Minimal tahu bahwa nanti kita akan meninggal juga,” jelas Soleh dengan penuh kesadaran. Inilah contoh positif di mana anak muda tidak hanya menjalani kehidupan mereka dengan semangat, tetapi juga merawat tradisi warisan leluhur, mengingat esensi kehidupan dan kematian. Semoga semangat positif ini terus menginspirasi generasi muda lainnya.