SUKOHARJO – Desa Sugihan, yang terletak di Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, memiliki cerita menarik tentang asal-usul namanya. Konon, pada masa lalu, desa ini merupakan tempat tinggal orang-orang kaya dan saudagar, yang menjadikan desa ini identik dengan kekayaan. Suhardiman, seorang tokoh masyarakat setempat, berbagi cerita turun-temurun yang menjelaskan asal-usul nama desa ini. Pada awalnya, Sugihan adalah hutan belantara yang tak berpenghuni. Namun, datanglah sekelompok saudagar yang membuka lahan dan mendirikan rumah-rumah besar di desa tersebut. Mereka membangun permukiman yang kemudian menjadi identik dengan rumah-rumah orang kaya. “Nama aslinya (desa) Sugih Bondho,” ungkap Suhardiman. Seiring berjalannya waktu, orang-orang lain juga bergabung dan membuat rumah di desa ini. Berkat tanah yang subur, penduduknya kemudian banyak yang menjadi petani yang hidup berkecukupan. “Dulu, jika seseorang kaya, rumahnya besar, berarsitektur Jawa, dan memiliki dua bangunan di depan dan di belakang,” kata Suhardiman. Namun, selain rumah besar, orang-orang kaya di Desa Sugihan juga memamerkannya melalui kepemilikan wayang dan gamelan. “Dulu ada persatuan wayang, mereka memiliki gamelan. Namun, sekarang, sudah tidak ada yang melanjutkannya,” ungkap Suhardiman. Sayangnya, kejayaan masa lalu Desa Sugihan telah pudar. Sisa-sisa rumah besar yang dibangun oleh para saudagar tak lagi dapat ditemukan. Selain itu, kepemilikan wayang dan gamelan juga sudah tak ada lagi. Kepala Desa Sugihan, Sukardi, menjelaskan bahwa saat ini mayoritas penduduk di desa ini adalah petani. Meski tidak lagi identik dengan kemewahan, rata-rata mereka hidup berkecukupan. “Secara umum, ekonomi warga Sugihan cukup baik. Kondisi ekstrem kemiskinan sudah tidak ada. Lahan pertanian di sini masih subur, terutama dengan adanya pengairan dari waduk,” terang Sukardi. Meski jejak kekayaan masa lalu telah memudar, Desa Sugihan tetap memiliki cerita menarik yang menjadi bagian berharga dari sejarah dan identitasnya. Dalam setiap kisahnya, kita dapat melihat bagaimana zaman berubah, tetapi jiwa masyarakatnya tetap kuat dan bersemangat untuk menjalani kehidupan dengan penuh kecukupan.