Jowonews

Hujan Masih Berpotensi Turun di Wilayah Jateng pada Awal Kemarau

PURWOKERTO, Jowonews.com – Hujan dengan intensitas rendah antara nol hingga 50 milimeter per dasarian (10 hari) berpotensi turun di seluruh wilayah Jawa Tengah pada awal musim kemarau, kata analis cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan. Dalam siaran pers BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap yang diterima di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat, ia menjelaskan bahwa hujan dengan intensitas rendah berpotensi terjadi pada dasarian pertama hingga dasarian ketiga bulan Juli atau tanggal 1 Juli hingga 1 Agustus 2020. Ia menjelaskan pula bahwa data hasil pemantauan hari tanpa hujan (HTH) yang dilakukan BMKG Stasiun Klimatologi Semarang pada dasarian ketiga bulan Juni 2020 menunjukkan HTH di wilayah Jawa Tengah umumnya pendek (enam sampai 10 HTH) dan menengah (11 sampai 20 HTH). Kendati demikian, menurut dia, sebagian wilayah Jawa Tengah ada yang mengalami HTH panjang antara 21 dan 30 hari seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Blora, Grobogan, Sragen, Semarang, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten, Wonogiri, Kebumen, dan Purworejo. “Sedangkan wilayah yang masih ada hujan meliputi sebagian kecil Kabupaten Pemalang dan Purbalingga,” katanya. Ia menambahkan, hasil analisis curah hujan pada dasarian ketiga bulan Juni 2020 menunjukkan curah hujan di sebagian besar wilayah Jawa Tengah berkisar nol sampai 50 milimeter. Namun di sebagian kecil wilayah tenggara Kabupaten Brebes, Kendal, dan Boyolali, sebagian kecil wilayah barat daya Kabupaten Tegal dan Pekalongan, sebagian kecil Kabupaten Pemalang, Magelang, Wonosobo, dan Purbalingga serta sebagian wilayah Utara Kabupaten Banyumas, curah hujannya tergolong menengah antara 51 sampai 150 milimeter. “Sementara curah hujan di sebagian kecil wilayah timur laut Kabupaten Banyumas berada pada kriteria tinggi hingga sangat tinggi atau berkisar 151-300 milimeter,” katanya. Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo sebelumnya memprakirakan musim kemarau di wilayah Cilacap, Banyumas, dan sekitarnya bermula pada dasarian pertama bulan Juli. “Kalau berdasarkan prakiraan sebelumnya, Cilacap dan sekitarnya harusnya sudah masuk awal musim kemarau pada bulan Juni. Namun sampai dengan dasarian (10 hari) kedua bulan Juni, akumulasi curah hujannya masih tinggi,” katanya pada Kamis (25/6). Akan tetapi, ia melanjutkan, dalam beberapa waktu terakhir tanda-tanda musim kemarau datang secara meteorologi sudah mulai dirasakan, antara lain suhu udara pada dini hari mulai dingin, angin sudah timuran kuat, dan kadang-kadang muncul kabut. Selain itu, ia menambahkan, suara tonggeret atau garengpung yang diyakini warga sebagai tanda pergantian musim sudah mulai terdengar. (jwn5/ant)

Hadapi Kemarau, BPBD Cilacap Siapkan 500 Tangki Air Bersih

PURWOKERTO, Jowonews.com – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah menyiapkan bantuan air bersih sebanyak 500 tangki menghadapi musim kemarau khususnya di 54 desa yang rawan kekeringan dan krisis air bersih “Kami sudah siapkan empat armada tangki untuk mendistribusikan bantuan air bersih, tiga armada di antaranya milik BPBD Kabupaten Cilacap dan satu armada milik PMI Kabupaten Cilacap,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Cilacap Tri Komara Sidhy saat dihubungi dari Purwokerto Kabupaten Banyumas, Rabu. Selain armada, kata dia, pihaknya juga telah menyiapkan personel beserta sarana dan prasarana pendukung penyaluran bantuan air bersih tersebut. Menurut dia, pihaknya akan memaksimalkan alokasi anggaran bantuan air bersih dari APBD Kabupaten Cilacap minimal sebanyak 500 tangki. “Tahun kemarin sampai lebih dari 1.000 tangki karena musim kemaraunya berlangsung selama 7 bulan. Berdasarkan prakiraan cuaca yang dikeluarkan BMKG, musim kemarau tahun ini tidak sampai 7 bulan,” katanya. Dalam hal ini, kata dia, musim kemarau di Kabupaten Cilacap diprakirakan berlangsung hingga bulan November atau selama 5 bulan. Dengan demikian, lanjut dia, alokasi bantuan air bersih sebanyak 500 tangki tersebut diharapkan dapat mencukupi kebutuhan karena di Kabupaten Cilacap terdapat sekitar 54 desa di 17 kecamatan yang rawan kekeringan maupun krisis air bersih. “Seumpamanya 500 tangki tersebut tidak mencukupi kebutuhan, kami akan menggandeng dunia usaha dalam penyaluran bantuan air bersih seperti yang dilakukan pada tahun 2019. Alhamdulillah tahun kemarin, semua desa yang membutuhkan bantuan air bersih dapat tercukupi berkat dukungan dunia usaha maupun berbagai instansi dan organisasi,” katanya. Menurut dia, pihaknya tetap mengandalkan PDAM Tirta Wijaya Kabupaten Cilacap dalam penyediaan bantuan air bersih yang akan disalurkan kepada masyarakat. Disinggung mengenai pipanisasi air bersih, Tri mengatakan hingga saat ini belum ada perluasan jaringan khususnya dari PDAM Tirta Wijaya. Oleh karena itu, dia mengharapkan adanya keterlibatan dari perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Cilacap termasuk PDAM Tirta Wijaya untuk membantu program pipanisasi air bersih bagi desa-desa yang rawan kekeringan maupun krisis air bersih. “Dengan adanya perluasan jaringan maupun pipanisasi air bersih dapat mengurangi jumlah desa yang terdampak kekeringan maupun krisis air bersih,” katanya. Ia mengakui di tengah pandemi COVID-19 seperti saat sekarang, kebutuhan air bersih dipastikan meningkat karena digunakan untuk cuci tangan menggunakan sabun dan airnya harus mengalir. Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya harus tetap siap untuk memenuhi bantuan air bersih yang dibutuhkan masyarakat saat musim kemarau. “Alhamdulillah sampai saat ini belum ada yang mengajukan bantuan air bersih. Mungkin karena ketersediaan air bersihnya masih mencukupi kebutuhan,” katanya. Menurut dia, masyarakat Kecamatan Kampung Laut dan Kawunganten biasanya sudah mengalami krisis air bersih karena sumber air bakunya terintrusi air laut namun sampai sekarang belum mengajukan bantuan. (jwn5/ant)

BMKG Pastikan Kemarau Tahun Ini Tidak Seekstrem 2019

TEMANGGUNG, Jowonews.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan musim kemarau tahun ini tidak seekstrem musim kemarau tahun 2019. “Saat ini di sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” katanya usai panen bawang merah pada sekolah lapang iklim di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu. Meskipun tidak akan seekstrem musim kemarau tahun 2019, katanya ada sebagian wilayah terutama di daerah Pantura Jawa akan lebih kering dari normalnya. “Musim kemarau tahun ini tidak seektrem tahun lalu, jadi kondisinya masih normal kecuali di beberapa wilayah di sepanjang Pantura Jawa. Di sepanjang pantura itu kondisinya akan lebih kering dari normal meskipun tidak sekering tahun lalu,” katanya. Lebih kering dari normal, artinya curah hujan dalam 10 hari kurang dari 50 milimeter, bahkan bisa sampai 0. Ia mengingatkan masyarakat di wilayah yang di bawah normal untuk lebih waspada karena bisa terjadi kekeringan. “Kalau kekeringan bisa kekurangan air, kesulitan irigasi yang nantinya bisa berpengaruh pada tanaman pertanian. Secara umum gambarannya hujan itu berkurang tapi tidak kering. Artinya, kalau ada mata air tidak kering masih muncul airnya,” katanya. Ia menyampaikan pada Juni 2020 sebagian sudah masuk musim kemarau dengan perkiraan kemarau adalah pada Agustus 2020. Sedangkan musim hujan di Indonesia diperkirakan mulai muncul secara bervariasi mulai Oktober hingga Desember 2020. Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Semarang Tuban Wiyoso mengatakan di wilayahnya sebagian besar normal. Dalam peta pra-sifat musim kemarau 2020 ada tiga zona dalam masa kemarau, yakni hijau, kuning, dan cokelat. Warna hijau di bawah normal, kuning normal, dan warna cokelat kering. Wilayah Jateng yang mengalami kekeringan atau lebih kering dari normal adalah antara lain Tegal, Pekalongan, Batang, Kendal, Semarang, Grobongan, dan Blora. Kemudian daerah yang juga akan sebagian wilayahnya mengalami keadaan lebih kering dari normal adalah Sragen, Jepara, Temanggung, Purbalingga, Wonogiri, Banjarnegara, dan Cilacap. (jwn5/ant)

Tiga Jurus Pemerintah Hadapi Kemarau yang Lebih Berat

JAKARTA, Jowonews.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan tiga jurus atau tiga hal untuk mengantisipasi dampak kemungkinan terjadinya musim kering yang lebih berat dari biasanya yang akan terjadi beberapa bulan ke depan terhadap ketersediaan bahan pangan pokok. “Saya sudah menyinggung beberapa kali peringatan FAO mengenai krisis pangan dunia. Oleh sebab itu urusan berkaitan dengan musim kemarau harus benar-benar kita hitung benar-benar,” kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat terbatas secara virtual bertopik “Antisipasi Dampak Kekeringan Terhadap Ketersediaan Bahan Pangan Pokok” dari Istana Merdeka Jakarta, Selasa. Presiden Jokowi menggarisbawahi prediksi BMKG bahwa 30 persen wilayah-wilayah yang masuk zona musim tiga bulan ke depan akan mengalami musim kering lebih dari biasanya. Oleh sebab itu Presiden Jokowi menekankan pentingnya antisipasi mitigasi yang harus benar-benar disiapkan sehingga stabilitas harga bahan pangan tidak terganggu. Maka beberapa hal yang ingin ia tekankan yakni pertama, ketersediaan air di beberapa sentra-sentra pertanian. “Ini merupakan kunci, oleh sebab itu ini harus disiapkan dari sekarang mulai dari penyimpanan air hujan, kemudian memenuhi danau, waduk embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya, itu penting,” katanya. Hal kedua yakni percepatan musim tanam, yang harus memanfaatkan curah hujan yang masih ada saat ini. “Harus dipastikan petani harus tetap berproduksi, harus tetap bertanam dengan menerapkan protokol kesehatan,” kata Presiden Jokowi. Oleh sebab itu ketersediaan sarana prasarana pertanian baik yang berkaitan dengan bibit, pupuk, harus benar-benar ada dan harganya terjangkau. Di samping itu juga stimulus ekonomi bagi petani, kata Presiden, harus dipertajam lagi. Hal ketiga mengenai manajemen pengelolaan stok untuk kebutuhan pokok, untuk bahan-bahan pokok, ditekankan kalkulasinya harus detail. “Bulog harus tetap membeli gabah dari petani sehingga harga di petani jadi lebih baik,” ujar Presiden Jokowi. (jwn5/ant)