Jowonews

Sosiolog Sebut Keraton Agung Sejagat Punya Pola Mirip Pembentukan Aliran Kepercayaan

JAKARTA, Jowonews.com – Klaim Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah memiliki pola yang sama seperti kelompok yang berusaha membentuk aliran kepercayaan baru tapi menggunakan bentuk lain untuk mendapatkan kredibilitas dan menghindari label sesat, ujar sosiolog Rissalwan Habdy Lubis. “Ini pendekatannya bukan sosiologis administratif tapi supranatural dan spiritual. Jadi dasar dia mengklaim sebagai kerajaan adalah dia mungkin mendapat insight (wawasan) berupa kekuatan supranatural tertentu atau dia mendapat akses dengan katakanlah sumber-sumber supranatural tertentu katakanlah seperti benda atau kitab,” ujar akademisi Universitas Indonesia itu ketika dihubungi di Jakarta pada Selasa. Sebelumnya seorang pria bernama Totok Santosa Hadiningrat asal Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah mendirikan keraton yang diberi nama Keraton Agung Sejagat. Keraton itu banyak dibicarakan setelah menggelar acara Wilujengan dan Kirab Budaya. Dalam kelompok itu Totok diberi gelar Sinuwun dengan istrinya dipanggil Kanjeng Ratu. Menurut informasi, ada sekitar 450 orang yang menjadi pengikut keraton tersebut, yang mengklaim sebagai kekaisaran dunia dan merupakan penerus dari Majapahit. Pola-pola kelompok itu, menurut Rissalwan, mirip dengan pembentukan sekte dan kelompok agama yang menghebohkan Indonesia beberapa waktu lalu. Rissalwan menyebut pola pembentukan kelompok itu serupa dengan Lia Eden dan Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar yang membentuk aliran kepercayaan baru. “Saya kira ini bentuknya sama seperti sekte keagamaan hanya wujudnya dia buat lebih kepada formal, ada simbol-simbol berupa negara atau kerajaan,” ujar dia. Alasan membungkusnya dengan bentuk formal, tegas Rissalwan, salah satunya adalah untuk mungkin menghindari label sesat dan dikenai tuduhan penistaan agama. Keraton Agung Sejagat, kata dia, bisa jadi mencampur ritual agama dalam upacara-upacara formal yang ada di keraton yang dia dirikan tersebut. Unsur budaya bisa dilihat dari budaya Jawa yang berusaha direngkuh oleh pendiri kelompok itu sedangkan supranatural bisa dilihat dari ketika mengklaim sebagai pemilik kekuasaan tertinggi di dunia. (jwn5/ant)

Polisi Dalami Motif Pendirian Keraton Kerajaan Agung Sejagat di Purworejo

SEMARANG, Jowonews.com – Kepolisian masih mendalami motif di balik berdirinya Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. “Kami ingin mengetahui motif apa di balik deklarasi kraton tersebut,” kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel di Semarang, Selasa. Menurut dia, jajaran intelijen dan reserse kriminal umum telah diterjunkan untuk mengumpulkan data-data berkaitan dengan keraton pimpinan Totok Santosa Hadiningrat tersebut. Pengumpulan data tersebut, lanjut dia, berkaitan dengan profil sekaligus aspek legalitasnya. “Negara kita adalah negara hukum. Pertama-tama kita akan mempelajari aspek legalitas,” katanya. Kemudian, kata dia, aspek sosial kultural, termasuk kesejarahan. Sebelumnya diberitakan, Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik, setelah mereka mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya, yang dilaksanakan dari Jumat (10/1) hingga Minggu (12/1). Keraton Agung Sejagat, dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja. Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini mencapai sekitar 450 orang. Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan bahwa Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat. Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018. Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518 Joyodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra. (jwn5/ant)