Jowonews

BELAJAR ASIK SAMBIL BERMAIN

Oleh : Ida Royani Ketika mendengar kata anak-anak, biasanya tidak akan terpisah dengan kata bermain. Begitu pula dengan anak-anak yang sudah memasuki kelas 1 sekolah dasar. Ketika mendengar anak kelas 1 tentunya kita langsung menghubungkannya dengan kegiatan bermain juga. Biasanya anak kelas 1 sekolah dasar berada pada  usia 6-7. Pada usia tersebut anak-anak masih berada pada masa bermain. Ketika anak usia 6-7 memasuki sekolah, dunia bermainnya masih terbawa sampai ke sekolah.  Seringkali anak kelas satu akan merasa cepat bosan ketika pembelajarannya monoton atau hanya duduk di dalam kelas saja. Dengan peserta didik mudah bosan dalam pembelajaran, hal ini akan membuat peserta didik sulit menerima materi yang disampaikan oleh guru. Kemudian peserta didik akan mengalami ketertinggalan materi. Terkadang saat pembelajaran sedang berlangsung, juga ada peserta didik yang bermain sendiri. Sehingga akan mengganggu teman lainnya yang sedang belajar. Hal ini dapat terjadi karena peserta didik kelas 1 sekolah dasar masih di usia bermain. Berdasarkan hasil pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran di kelas 1. Sering terlihat peserta didik yang suka bermain sendiri saat pembelajaran berlangsung. Dengan begitu peserta didik tersebut akan mengganggu guru serta teman lainnya pada saat pelaksanaan  pembelajaran. Terkadang ada juga peserta didik yang tidak memiliki motivasi untuk mengikuti pembelajaran, karena pembelajaran terasa membosankan. Sehingga untuk mengikuti pembelajaran sangat sulit bagi mereka. Peserta didik juga terkadang selalu bertanya “Mainnya kapan Bu guru?”. Nah berdasarkan data tersebut belajar sambil bermain sangat penting untuk keberlangsungan pembelajaran yang efektif. Untuk membuat pembelajaran yang menyenangkan guru harus kreatif dalam memodifikasi pembelajaran. Guru dapat menyusun strategi, model, metode pembelajaran dengan dunia peserta didik kelas 1 sekolah dasar yaitu bermain. Hal ini guru dapat membuat strategi  pembelajaran yang didalamnya terdapat sebuah permainan. Atau yang biasanya sering kita dengar yaitu dengan istilah belajar sambil bermain. Pada umumnya, dalam proses pembelajaran untuk anak usia 6-7 tahun dilakukan dengan menggunakan metode belajar sambil bermain.hal ini karena pada usia tersebut dunia anak masih bermain. Dalam buku Darmadi (2018) yang berjudul “Asiknya Belajar Sambil Bermain” menyatakan bahwa metode pembelajaran bermain merupakan suatu metode pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Metode pembelajaran sambil bermain mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Permainan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan anak-anak. Banyak sekali macam-macam permainan yang dapat kita terapkan dalam pembelajaran.  Darmadi (2018) menuliskan beberapa permainan yang digunakan dalam pembelajaran diantaranya: bisik berantai, menebak benda misterius, memasangkan gambar dengan teks, berbalas pantun, dan lain-lain. Guru juga dapat melakukan ice breaking pada saat pembelajaran apabila peserta didik merasa jenuh. Ice breaking tersebut dapat berupa permainan Percaya Teman, Strip Seven, Berdirilah Jika….?. Itu tadi contoh-contoh dari permainan yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Yang dapat diimplementasikan guru pada saat pembelajaran berlangsung yang tentunya disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan kelas. Permainan dalam sebuah pembelajaran khususnya untuk kelas I sekolah dasar sangat penting untuk diterapkan. Dengan menerapkan permainan dalam pembelajaran, peserta didik akan merasa senang dan tidak jenuh terhadap pembelajaran. Peserta didik akan mampu menyerap pengetahuan walaupun sambil bermain. Dengan begitu tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. Dalam penerapannya pada praktik mengajar, bermain sambil belajar membuat peserta didik sangat senang mengikuti pembelajaran.  Peserta didik selalu antusias untuk mengikuti pembelajaran. Peserta didik juga mudah menyerap materi yang disampaikan oleh guru. Karena pada saat pembelajaran berlangsung, guru menyampaikan materi pembelajaran dengan bermain. Hasil belajar peserta didik pun mengalami peningkatan. Dengan begitu menurut saya belajar sambil bermain merupakan salah satu strategi yang efektif dalam menanggulangi kebosanan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa belajar sambil bermain merupakan salah satu strategi pembelajaran yang efektif bagi peserta didik kelas 1 sekolah dasar. Karena pada usia tersebut, peserta didik berada pada masa bermain. Anak-anak akan merasa senang ketika mengikuti pembelajaran. Materi yang disampaikan oleh guru akan mudah diterima oleh peserta didik. Hasil belajarnya pun mengalami peningkatan. Peserta didik juga tidak mudah bosan mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan.

Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Oleh : Nuni Afnyya Perjuangan pendidikan tanpa melihat sudut pandang  dari suku, etnis, kultur, status sosial, agama, dan lain-lain. Ada beberapa tokoh pendidikan yang ikut berkontribusi dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia seperti R.A Kartini, Ahmad Dahlan, Budi Utomo, dan Ki Hajar Dewantara. Mereka semua adalah pahlawan pendidikan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Na Manusia dianugerahi akal dan budi sejak lahir yang membedakan dari hewan. Konsep  pemikiran Ki Hajar Dewantara dipilih menjadi revolusi pendidikan nasional karena mun pemikiran Ki Hajar Dewantara yang dipakai sebagai dasar perjuangan pendidikan di Indonesia. Guru merupakan berasal dari bahasa jawa yaitu diguu lan ditiru yang diharapkan dapat memberikan contoh teladan yang baik pada peserta didik. Untuk itu guru dapat menerapkan sistem Among yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara, ada tiga hal yang dapat kita ambil dalam sistem among yang pertama ing ngarso sung tulodho artinya di depan memberikan contoh, guru dapat memberikan contoh teladan yang baik untuk peserta didiknya dengan penerapan pembiasaan yang baik pada peserta didik dapat menghindari hal-hal yang buruk agar tidak terjadi pada peserta didik.  Yang kedua Ing Madya Mangun Karso yang artinya ditengah dapat membangun, sebagai guru diharapkan dapat membangun karakter anak dengan menuntun anak menuju hal-hal yang baik yang dapat mengembangkan potensi anak. Guru dapat menggali potensi anak sesuai karakteristiknya agar mereka mendapatkan hak merdeka belajar mereka. Yang ke tiga Tut Wuri Handayani yang artinya dibelakang menjadi pendorong, sebuah kendaraan tidak akan bergerak jika tidak ada dorongan, guru dapat menjadi pendorong penyemangat peserta didik dalam mencapai kodratnya.  Mendukung dan mengarahkan peserta didik menggali potensi, selain itu mengapresiasi setiap hal yang dilakukan peserta didik hal itu agar anak tidak minder atau rendah diri menghadapi anak-anak lain. Selain itu pembelajaran menurut Ki Hajar Dewantara juga mengajarkan bahwa pembelajaran itu ada tiga aspek yaitu wiraga, wicipta dan wirama ini ada kaitannya dengan teori belajar kognitif Piaget bahwa peserta didik belajar sesuai dengan usianya dimana usia tersebut menentukan kemampuan anak.  Maka dari itu guru juga berperan untuk membimbing dan mengawasi peserta didik agar dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak sesuai dengan kebutuhan peserta didik yaitu tujuan utamanya untuk belajar. Orang tua juga berperan penting untuk memberikan perhatian pada anak agar anak mendapatkan kasih sayang yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak.  Lingkungan sekitar juga menjadi faktor perkembangan anak untuk mendapatkan pembelajaran dari lingkungan anak belajar bersosialisasi dengan masyarakat setempat berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat. Karena konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara menghubungkan antara pendidikan, kebudayaan, dan sosial yang saling berkaitan untuk mempersiapkan anak menghadapi kehidupan yang sebenarnya dan mempersiapkan anak untuk menghadapi segala bentuk tantangan-tantangan pada masa yang akan datang. Referensi: Bukhari, Umar. 2010.  Ilmu pendidikan Islam Jakarta: Amzah. Hal. 59-60 Raharjo, Suprapto. Biografi singkat Ki Hajar Dewantara. Hal. 85 Wawan, eko. Komsep belajar menurut Ki Hajar Dewantara dan Relecansinya dengan pendidikan Agama Islam.: Jurna pendidikan: hal. 70

PERMAINAN LATO-LATO DAN PENDIDIKAN

Oleh : Dedy Mulyana Fitriyanto Indonesia negara, yang terkenal kaya akan keragaman budaya dan tradisi, lantaranmemiliki ratusan suku bangsa yang tersebar di puluhan ribu pulau yang di Indonesia. Salah satu yang menjadi warisan budayanya adalah permainan tradisional. Semakin pesatnya perkembangan zaman, permainan tradisional di Indonesia Mulai tergeser dengan hadirnya permainan di gadget. Padahal permainan tradisional jauh memiliki dampak yang positif dibandingkan yang ada di gadget. Permainan tradisional mengandung nilai-nilai dan filosofi kehidupan.  Ditengah kekhawatiran punahnya permainan tradisional di indonesia secara tiba tiba Permainan tradisional lato-lato saat ini sedang menjadi tren di kalangan anak-anak Indonesia. Permainan itu dimainkan berbagai kalangan, baik balita maupun anak-anak usia sekolah. Bahkan, dalam beberapa kesempatan juga terlihat remaja hingga orang dewasa ikut memainkannya. Permainan ini viral salah satunya dikarenakan banyaknya influencer yang ikut bermain permainan tradisional bahkan ridwan kamil selaku gubernur jawa barat dan Presiden Jokowi juga memainkannya.  Mengutip Bisnis.com, lato-lato berasal dari negara Amerika Serikat pada 1960-an. Namun, mulai populer di negara Paman Sam tersebut pada 1970. Pada 1970-an, permainan lato-lato sempat dilarang oleh pejabat sekolah AS. Menggunakan material kaca, permainan yang harus dibanting ini rawan pecah. Pecahan kacanya pun tak bisa diprediksi. Berterbangan ke mana-mana, pecahan lato-lato pun kerap mengenai tubuh seseorang. Selain di Amerika Serikat, lato-lato juga mirip dengan boleadoras atau bolas, senjata pilihan untuk gaucho koboi Argentina. Permainan koboi ini juga ternyata menelan korban, sehingga dilarang penggunaannya oleh pemerintah setempat. Meski berasal dari negara Amerika Serikat, kata lato-lato merupakan sebutan permainan tradisional yang berasal dari bahasa Bugis, Sulawesi Selatan.  Saat ini mulai banyak imbauan dari otoritas pendidikan setempat agar permainan lato-lato tidak dibawa ke sekolah. Imbauan itu kemudian diterjemahkan sebagai larangan. Sebenarnya, dasar hukum ataupun dasar akademik dari himbauan untuk tidak membawa lato-lato ke sekolah tidak ada. Alasannya terkesan mengada-ada dan mau gampangnya saja, yaitu karena lato-lato bukan alat atau media belajar, dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa karena berisik, dan alasan lain faktor keselamatan.  Padahal, sekolah dan guru hanya memerlukan sedikit kreativitas, alat tersebut bisa menjadi media belajar selingan agar proses belajar mengajar tidak monoton. Misalnya, gerakan dalam permainan lato-lato disinyalir juga menjadi pemicu untuk menstimulasi fungsi motorik anak. Saat bermain lato-lato, pemain harus menggerakkan tangannya dengan seimbang agar menghasilkan permainan yang baik. Saat gerakan ini berlangsung, setidaknya terjadi fungsi koordinasi antara kognitif dan motorik anak yang berdampak baik terhadap pencapaian perkembangannya. Penelitian mutakhir membantu menjelaskan bagaimana gerakan secara langsung bermanfaat kepada sistem saraf yang bermuara pada pembelajaran. Kegiatan otot, terutama kegiatan yang terkoordinasi, mampu menstimulasi produksi neurotrophin, yaitu substansi alami yang merangsang pertumbuhan sel-sel saraf dan meningkatkan jumlah koneksi saraf dalam otak sehingga memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran (Jalaluddin, 2010).  Walker (2015) juga menambahkan, selain dapat membuat anak menjadi aktif dan menambah semangat dalam belajar, kegiatan fisik juga kaya akan manfaat bagi  perkembangan mereka sehingga dapat mengurangi penyakit kardiovaskular, memperbaiki fungsi kognitif (seperti ingatan dan perhatian), dan secara positif berpengaruh terhadap kesehatan mental. Alat ini cocok sekali digunakan untuk siswa PAUD, TK, dan sekolah dasar untuk melatih motorik kasar dan halus mereka.  Permainan lato-lato juga dapat meningkatkan perkembangan sosio-emosional anak. Lazimnya permainan lato-lato dimainkan secara serentak dan bersamaan dengan beberapa pemain lain. Terlebih saat ini perkembangan sosial anak perlu menjadi perhatian setelah adanya proses pembatasan sosial selama pandemi covid-19 berlangsung. Adanya permainan lato-lato telah merajut kembali persatuan sosial anak melalui permainan. Dalam hal ini kemampuan sosial anak akan meningkat seiring dengan banyaknya pergaulan bersama dengan anak lain. Jika ditinjau dari perspektif ilmu pengetahuan, permainan lato-lato pada dasarnya menganut teori saintifik, khususnya fisika. Dalam permainan itu, hukum Newton 3 tampak ketika pemain menghentakkan tangan sehingga membuat dua buah bandulan saling memantul dan memukul satu sama lain (gaya aksi dan reaksi dari dua benda). Permainan lato-lato juga mengakibatkan terjadinya tumbukan lenting sempurna pada dua buah benda ( media indonesia.com). Akan tetapi permainan lato-lato ini juga harus menjadi perhatian dalam memainkannya terutama dalam lingkungan sekolah harus ada pengawasan dari guru dan penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran yang ada sehingga permainan ini dapat bermanfaat secara maksimal. Permainan ini menjadi angin segar untuk semua pihak yang menandakan bahwa anak sudah mulai mengalihkan perhatian dari smartphone ke permainan tradisional.