Jowonews

Komisi B DPRD Jateng Soroti Tantangan Pembibitan Benih dan Bibit di Pemalang

Komisi B DPRD Jateng

PEMALANG – Komisi B DPRD Jawa Tengah mendapati hasil pembibitan di berbagai balai benih pertanian dan peternakan belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi B, Sarno, saat memimpin rombongan Dewan ke Balai Benih Pertanian Dinas Pertanian Jateng di Pemalang, pada Jumat (7/6/2024). Menurut Sarno, stok benih di berbagai balai milik Pemprov Jateng terbilang mencukupi, terutama untuk keperluan cadangan pangan. Meskipun demikian, pola pembibitan masih perlu ditingkatkan agar hasil pertanian dapat lebih maksimal. “Kami melihat bahwa pola pembibitan saat ini masih kurang efisien. Di beberapa daerah, seperti yang dilaporkan dari Sleman, ada petani yang mampu panen hingga empat kali dalam setahun. Kami tertarik untuk melakukan penelusuran lebih lanjut di sana dan mengadopsi metode yang berhasil untuk dikembangkan di Jawa Tengah,” ujarnya. Sarno menjelaskan bahwa fokus utama Komisi B saat ini adalah pada pengembangan benih dan bibit untuk sektor pertanian dan peternakan. Dia berharap hasil dari peninjauan lapangan ini dapat memperkuat rancangan peraturan daerah (raperda) terkait sistem pertanian di Jawa Tengah. Sebelumnya, Komisi B telah menggelar rapat dengar pendapat untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait konsep raperda ini. “Kami sangat membutuhkan masukan dari akademisi dan instansi terkait untuk menyempurnakan raperda ini. Ada beberapa fokus yang akan diperjelas dalam rancangan ini, seperti pengamanan lahan sawah, pertanian organik, dan upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan,” tambahnya. (Adv)

Komisi B DPRD Jateng Tinjau KBTPH Tawangmangu, Dorong Optimalisasi Potensi Pertanian

Komisi B DPRD Jateng

KARANGANYAR – Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah (Jateng) meninjau Kebun Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (KBTPH) Tawangmangu di Kabupaten Karanganyar, Selasa (7/5/2024). Kunjungan ini bertujuan untuk memantau hasil panen dan mendorong peningkatan produksi pertanian di Jawa Tengah. KBTPH Tawangmangu merupakan aset Pemprov Jateng yang dikelola oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) melalui Balai Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Wilayah Surakarta. Kebun ini memiliki luas 22.105 m2 di Kelurahan Tawangmangu dan 13.097 m2 di Kelurahan Gondosuli. Berbagai komoditas ditanam di KBTPH, seperti aneka sayuran, pisang, dan alpukat. Ketua Komisi B DPRD Jateng, Sarno, berharap KBTPH Tawangmangu dapat menjadi motor penggerak peningkatan hasil panen di Jawa Tengah. Ia menekankan pentingnya fokus pada hasil panen, mengingat sektor pertanian merupakan salah satu komoditas utama di Jawa Tengah. “Perlu ada sosialisasi kepada para petani untuk mengajarkan sistem pertanian yang baik guna meningkatkan kualitas dan mutu hasil panen. Jadi, pertanian itu selalu nomor 1 karena ini komoditas utama kita di Jawa Tengah,” terang Sarno. Anggota Komisi B lainnya, Mukafi Fadli, menambahkan bahwa Tawangmangu memiliki lokasi strategis sebagai penghubung antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia mendorong KBTPH untuk memaksimalkan potensi yang ada agar Tawangmangu dapat menjadi agrowisata. “Sangat disayangkan kalau lahan seluas ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, apalagi banyak benih yang ditanam di sini. Jangan sampai, potensi yang sebesar ini hanya sebatas seremonial saja,” ujar politikus PKB itu. Senada dengan Mukafi Fadli, Kepala BPTPH Wilayah Surakarta, Aris Munandar, menerangkan bahwa banyak potensi yang dapat digali di Tawangmangu, khususnya di sektor pertanian. Pihaknya telah menerapkan sistem pertanian terbaik untuk meningkatkan kualitas dan mutu hasil panen. Salah satu contohnya adalah sistem tanam menggunakan polybag, yang dinilai lebih mudah, menghasilkan panen lebih cepat, dan membuat tanaman lebih kuat. (Adv)

Komisi B DPRD Jateng: Pengelolaan Desa Wisata Gunungsari Madiun Layak Ditiru

Komisi B DPRD Jateng

Desa Wisata Gunungsari Kabupaten Madiun menjadi tujuan kunjungan Komisi B DPRD Provinsi Jateng pada Selasa (2/4/2024). Ketua Komisi B, Sarno, menyatakan ketertarikannya untuk melihat langsung pengelolaan desa wisata ini, terutama setelah melihat publikasi yang menarik di media sosial. “Kami sangat tertarik dengan Desa Wisata Gunungsari ini. Ketua desa menceritakan awal terbentuknya sampai saat ini, dan kami melihat mereka sudah memiliki aset dan omset yang lumayan. Mereka telah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar,” ungkap Sarno. Salah satu hal yang menonjol adalah upaya mereka dalam melestarikan adat istiadat di Desa Gunungsari. Mereka memperkenalkan kegiatan tradisional seperti kenduri, hajatan, dan tasyakuran kepada wisatawan. Dampaknya, banyak wisatawan dari luar negeri yang tertarik untuk berkunjung. “Kami berharap desa wisata di Jateng bisa mengambil contoh dari ini. Bahkan, makanan yang disajikan di Pasar Pendemsari setiap hari Minggu benar-benar merupakan olahan lokal,” tambahnya. Yang menarik adalah kebijakan larangan penggunaan plastik oleh para pedagang. Mereka menggunakan bungkus dari daun pisang, daun jati, dan daun ploso sebagai pengganti plastik, sebagai upaya mengurangi limbah sampah plastik yang sulit terurai. “Saya sangat berharap ini bisa diterapkan di Provinsi Jateng,” ucapnya penuh harap. Selain itu, Desa Wisata Gunungsari juga menjadi contoh desa wisata mandiri. Mereka tidak mengandalkan bantuan dari pemerintah untuk mengelola desa wisatanya. Sebaliknya, mereka lebih memilih untuk tidak menerima bantuan agar bisa mandiri. Hal ini berbeda dengan kebanyakan desa wisata di Jateng yang hanya mengandalkan bantuan awal dari pemerintah. “Mereka benar-benar mandiri, tidak tergantung pada bantuan pemerintah. Hal ini membuat anggota desa semakin termotivasi untuk berjuang demi peningkatan omset di Desa Wisata Gunungsari,” tandasnya. (Adv)

Kenaikan Harga Beras, Masyarakat Resah, Pemerintah Didesak Turunkan Harga

Pemerintah Didesak Turunkan Harga

SURAKARTA – Masyarakat mulai resah dengan kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini. Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sri Marnyuni, menyoroti masalah ini dalam sebuah dialog Prime Topic bertema “Turunkan Harga Pangan” yang diselenggarakan di Adhiwangsa Hotel & Convention Surakarta pada Rabu (6/3/2024). Menurutnya, kenaikan harga beras disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Informasi dari pihak penyalur beras menunjukkan bahwa stok beras saat ini sangat tipis, sementara permintaan tetap tinggi karena beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Sri Marnyuni juga menekankan pentingnya pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dan memperkuat kelembagaan serta budaya lokal dalam menangani masalah ini. Pemerintah saat ini sedang mendorong petani untuk meningkatkan produksi pertanian guna memastikan ketersediaan beras yang cukup di pasaran dengan harga yang terjangkau, serta untuk mengurangi angka kemiskinan. Kabid Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Jateng, Sucahyo, menjelaskan bahwa masalah kenaikan harga beras juga dipengaruhi oleh beberapa lahan pertanian yang tergenang air di Demak, yang mengakibatkan gagal panen dan menurunnya stok beras. Hal ini menyebabkan permintaan beras meningkat, sementara pasokan terbatas, sehingga harga beras naik. Mulyanto, seorang akademisi dari FEB UNS Surakarta, menambahkan bahwa Pemprov Jateng melalui Disperindag terus memantau harga beras di 35 Kabupaten Kota setiap hari untuk memastikan ketersediaan stok di tingkat pedagang. Koordinasi yang baik antara semua pihak diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. (Adv)

Pengelolaan Makam Sunan Ampel Jadi Contoh Tata Kelola Wisata Religi di Jateng

Makam Sunan Ampel

SURABAYA – Asri dan tentram, suasana itu sangat terasa saat Komisi B DPRD Provinsi Jateng berziarah di Komplek Makam Sunan Ampel, Kota Surabaya Provinsi Jatim, Selasa (11/4/2023). Saat bertemu dan berdiskusi dengan Pengurus Masjid Sunan Ampel, Gus Zainal Abidin, dijelaskan bahwa pengelolaan seluruh kompleks dilakukan lewat sistem koperasi.  “Pengelolaan komplek Masjid Sunan Ampel dan Makam, dilakukan lewat sistem koperasi dimana pendanaannya berasal dari infaq. Selain itu, di lingkungan komplek beberapa sektor usaha mikro seperti UMKM yang bergerak di bidang kuliner, fashion busana muslim, dan penginapan. Sedangkan di sektor usaha makro bergerak di bidang pendidikan lewat madrasah dan perguruan tinggi, sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat sekitar atau corporate social responsibility. Makam sunan Ampel itu hampir tidak pernah sepi peziarah, baik di hari biasa maupun hari besar keagamaan,” jelasnya, yang juga dosen salah satu perguruan tinggi di Kota Surabaya. Mendengar hal itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng Sri Maryuni mengaku pihaknya ingin pengelolaan secara terpadu tersebut bisa menjadi acuan dalam perancangan Raperda Pariwisata Jateng yang saat ini sedang disusun. Dalam perda itu nantinya pengelolaan tempat wisata, baik religi maupun umum, dapat terkoordinasi dengan baik.  “Melihat kompleks pemakaman Sunan Ampel dan beberapa fasilitas di dalam areanya, sangat menunjang kebutuhan para peziarah. Tentunya itu adalah yang sangat baik. Nantinya, dalam Raperda Pariwisata, terutama wisata religi, diharapkan akan terkelola dengan baik dan tidak terkotori kegiatan ataupun aktivitas yang mengganggu peziarah,” kata Sri.  Dari raperda itu, lanjut dia, diharapkan pula pengelolaan keuangannya dilakukan secara terpadu. Dengan begitu, mampu membawa dampak perekonomian bagi masyarakat sekitar, terlebih bergerak di sektor UMKM. Sebagai informasi, Sunan Ampel atau Raden Rahmat dikenal sebagai salah satu dari 9 Wali Songo (penyebar agama Islam) di tanah Jawa. Dikenal dengan metode dakwah ‘Molimo’ atau lima pantangan, menurut catatan sejarah baik babad tanah Jawa dan arsip Leiden, Sunan Ampel lahir dari pasangan, ayahnya bernama Samarkand (Uzbekistan) dan Ibu yang merupakan Putri Raja Champa sekitar 1400an.

Kebutuhan Kalori Meningkat, Pengelolaan Tanaman Pangan Harus Diperhatikan

Komisi B DPRD Jateng

YOGYAKARTA – Kebutuhan kalori sebagai bahan pangan semakin meningkat setiap tahunnya, dibarengi dengan pertumbuhan masyarakat. Namun, lahan tanaman pangan sendiri semakin berkurang karena pesatnya pembangunan.  Untuk itu, Komisi B berdiskusi dengan Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta guna mendapatkan informasi soal upaya pengelolaan dan pengembangan tanaman pangan, baru-baru ini. Diskusi tersebut dilakukan, mengingat Komisi B kini tengah mempersiapkan Raperda Kedaulatan Pangan. Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng Sri Marnyuni menjelaskan isi raperda tersebut meliputi aturan dan upaya peningkatan secara mandiri sehingga memudahkan akses pangan kepada masyarakat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mutu dan gizi pangan, sekaligus upaya untuk memberdayakan petani sehingga dapat membentuk lumbung daya desa. “Maksud dan tujuan kedatangan kami mau membahas Raperda Kedaulatan Pangan karena pada 2050 kebutuhan kalori meningkat lebih dari 14 persen. Hal itu akan membutuhkan banyak lahan, yang saat ini semakin berkurang. Maka, dengan adanya raperda, kami berusaha bagaimana kedaulatan pangan tersebut bisa terwujud sebaik-baiknya,” jelasnya. Sementara, Anggota Komisi B DPRD, Yusuf Hidayat, menyoroti masalah kurangnya lahan untuk pertanian. Dari persoalan itu, ia meminta informasi dari dinas setempat soal upaya untuk bisa menghidupkan kembali budaya mengkonsumsi makanan lokal. “Mungkin salah satu cara karena lahan tidak banyak, dihidupkan kembali makan ubi-ubian supaya tidak bergantung nasi saja. Kan, kalau menanam umbi-umbian lahannya tidak terlalu luas, jadi bisa dimana saja. Selain itu, makanan lokal harganya juga lebih ekonomis daripada nasi dan terigu,” kata Yusuf. Menanggapinya, Kepala Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta Sugeng Purwanto mengaku saat ini belum memiliki Perda Kedaulatan Pangan. Hal itu mengingat Provinsi D.I Yogyakarta masih ‘daerah kecil.’  “Tapi, dengan adanya kedatangan dewan provinsi, mungkin nanti kami malah bisa belajar untuk meningkatkan mutu pangan di Yogya sendiri,” jawabnya. Soal lahan pertanian inti, di Provinsi D.I Yogyakarta hanya memiliki luas 34.000 hektar dan saat ini pengelolaan lahannya masih dilakukan dengan sederhana. Salah satunya dengan mengoptimalkan lahan sempit di wilayah warga yang disebut Lumbung Mataraman. “Di kecamatan, ada break office kelompok tani antar kelurahan. Disana tempat orang belajar pertanian, memasarkan produk pertanian, dan lain-lain. Selain itu sebagai percontohan modern, dan tempat petani modern,” jelas Sugeng. Selain itu, pihaknya juga menerapkan foodloss dan foodwaste yang diarahkan ke hotel-hotel atau restoran yang ada di Yogyakarta. Hal itu mengingat banyaknya perhotelan dan wisata sehingga concern pengaturan pangan ada di sektor tersebut. “Dengan memberi denda kepada hotel-hotel yang banyak membuang sisa makanan. Itu merupakan salah satu upaya untuk menjaga peningkatan pangan di Yogyakarta,” tambahnya.

Gapoktan Sidomulyo Sukses Kembangkan Jenis Usaha, Komisi B Tertarik Kembangkan di Jateng

Beras Super

SLEMAN – Pengembangan lembaga usaha ekonomi yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sidomulyo di Kecamatan Godean, Sleman, DIY, patut diacungi jempol. Sejak berdiri pada 2008, sampai sekarang ini mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras hingga 270 ton/bulan. Bahkan aneka jenis beras organik tersedia di sini, seperti beras putih, beras merah, hingga beras hitam serta bawang merah dan bekatul. Kiprah inilah yang menarik Komisi B DPRD Jateng berkunjung langsung ke tempat itu, Rabu (5/4/2023). Kunjungan itu selain untuk mengetahui kiat-kiat peningkatan usaha sekaligus untuk menguatkan materi draf Raperda Ketahanan Pangan di Jateng.     Ketua Komisi B Sumanto berharap, peningkatan usaha yang dilakukan gapoktan ini bisa diaplikasikan ke desa-desa di Jawa tengah yang dulu namanya lumbung pangan desa menjadi Gapoktan. Pemerintah akan memotivasi untuk memulai produksi supaya pada 2050 Indonesia bisa menjadi swasembada pangan. Dalam penjelasannya, Nurhayati Kepala UPTD BP 4 Wilayah II Sleman mengungkapkan, Gapoktan Sidomulyo merupakan gabungan dari tujuh kelompok tani. Yakni Kelompok Tani Rukun Pirak Bulus, Sri Rejeki Brongkol, Ngudi Makmur I Sembuh Lor, Tani Rukun Sembuh Kidul, Ngudi Makmur II Gancahan V dan VI, Manunggal Karso Gancahan VIII. “Bermodalkan lahan sawah seluas 150 ha, mereka mampu memenuhi kebutuhan pasokan beras hingga 270 ton/bulan. Aneka jenis beras organik tersedia di sini, beras putih, beras merah, hingga beras hitam serta bawang merah dan bekatul,” ucapnya. Wakil Ketua Komisi B Sri Maryuni menanyakan mengenai cara pengelolaan beras organik di Gapoktan Sidomulyo yang notabene sudah meraih peringkat 1 nasional dan kelompok percontohan di Indonesia. Nurhayati menjelaskan, pada saat penanaman padi organik terpenting adalah sumber air yang tidak tercemar. “Jika pun dari bibit sampai pupuk sudah organik tapi jika sumber air sudah tercemar limbah rumah/ pupuk kimia itu memengaruhi kualitas beras. Maka dari itu kami kerja sama dengan petani yang berada di dekat pegunungan lahan sawah masih bisa dialiri sumber air yang masih alami belum tercampur dengan limbah rumah/ pupuk kimia,” ungkapnya. Sarif Abdilah Anggota Komisi B menanyakan peran pemerintah dalam subsidi apakah ada kendala dan bagaimana cara mengelola subsidi tersebut. Dijelaskan untuk subsidi benih sebesar 2,5 kg ada juga PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) yang memberikan pinjaman modal bagi petani tanpa jaminan. Jelas Nurhayati, serta menyarankan jika akan adanya subsidi dari pemerintah seharusnya ada survei kebutuhan yang diperlukan contoh di PUAP subsidi Rp 100 juta tapi jumlah petani lebih dari Rp 100 ribu itu menjadi salah satu penyebab PUAP tidak berjalan.

PRIME TOPIC : Jaga Keterjaminan Pasokan Pangan di Pasar

Pasokan Pangan di Pasar

SEMARANG – Komisi B DPRD Jateng meminta Pemprov supaya mengintensifkan tim pemantauan harga sembako supaya saat Bulan Ramadan dan Idulfitri ketersediaan bahan pokok pangan terjaga. Keberadaan stok pangan menjadi salah satu indikator harga di pasaran. “Kalau stok berkurang atau minat pembelian tinggi, hukum pasar harga-harga di pasaran menjadi naik. Disperindag Jateng harus melakukan pemantauan,” kata Wakil Ketua Komisi B Sri Marnyuni saat menjadi narasumber dalam Dialog Prime Topic: Fenomena Harga Sembako Jelang Ramadhan, di Hotel Noormans, Kota Semarang, Selasa (14/3/2023). Menurutnya, kenaikan harga menjelang hari-hari besar keagamaan maupun libur nasional hal yang lumrah. Hanya saja yang patut dikendalikan adalah besaran harga sejumlah komoditas seperti beras, telur, minyak goreng. Setidaknya kenaikan harga tidak lebih dari 5 persen dibanding sebelumnya. “Harga juga menentukan inflasi. Harus dijaga antara stok dan harga komoditas pangan,” kata dia. Selain itu pula, hal penting lainnya lanjut Sri Marnyuni adalah mendorong asosiasi produksi pangan, pedagang dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama menjaga harga komoditas kebutuhan agar tidak melonjak. Selain itu, dibutuhkan pula teknologi guna melancarkan kerja sama antardaerah atau kabupaten/ kota, terkait informasi-informasi ketersediaan barang. Tidak lupa pemerintah harus memperkuat adanya 4 pilar yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif. “Jika keempat hal tersebut terpenuhi, maka akan ada dampak baik menjelang Ramadan dan selalu berdiskusi dengan OPD terkait guna memantau setiap pergerakan pasar di Jateng ini. Pemerintah juga akan selalu menerapkan kebijakan dengan mendorong dinas perdagangan yakni jauh-jauh hari sudah menghitung dan mengantisipasi, menganalisis, dan mengendalikan sampai pada mengeksekusi di pasar agar harga bisa diprediksi,” sarannya. Soal pengendalian harga, Kepala Disperindag Jateng Arief Sambodo menjelaskan ada beberapa faktor yang melakukan pengawasan. Diantaranya tim pengendali inflasi daerah (TPID), harga eceran tertinggi (HET), harga acuan, dan Tim Satgas yang mengawasi penimbunan sembako. Dikatakannya, selama 3 tahun terakhir, inflasi di Provinsi Jateng masih dibawah inflasi nasional. Data Disperindag Jateng mencatat, inflasi Jateng sebesar 3,71 (2017) dan 2,82 (2018). “Untuk saat ini, bahkan sejak Maret, petugas Disperindag sudah disebar untuk memantau harga sembako. Hasilnya, harga cenderung stabil. Harga stabil itu tercukupi didukung dengan stok yang masih aman. Contohnya stok beras di Bulog masih tercukupi untuk kelas medium.Termasuk, komoditas gula pasir, minyak goreng yang masih mencukupi stoknya hingga 2 bulan ke depan. Untuk bawang merah, masih ada 2 ton di gudang Bulog. Dari ketersediaan stok pangan itu, diharap inflasi Jateng tetap terkendali,” papar Arief.