Jowonews

Wah, Ketua KPK Dilaporkan ke Bareskrim Polri

JAKARTA, Jowonews- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi, Kamis (3/6). Tiga orang perwakilan ICW tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, sekitar pukul 11.25 WIB, membawa satu bundel berkas bersampul biru bertulis “Dugaan Penerimaan Gratifikasi oleh Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI”. Ketiga perwakilan ICW tersebut diwakili Kurnia Ramadhana dan Wana Alamsyah selaku peneliti ICW. Saat dugaan korupsi apa yang dilaporkan, para peneliti ICW mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan keterangan setelah mereka memasukkan laporan ke Bareskrim Polri. “Nanti saja setelah laporan, ya,” kata Kurnia Ramadhana, peneliti ICW, sebagaimana dilansir Antara. Sebelumnya, ICW mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengirimkan surat permohonan kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo perihal permintaan penarikan atau pemberhentian Ketua KPK Konjen Pol. Firli Bahuri sebagai anggota Polri, Selasa (25/5). Ada beberapa laporan atau kejadian terkait dengan Firli yang disampaikan dalam surat permohonan itu. Yakni pertama pada tahun 2020, ada kasus pengembalian paksa Kompol Rossa Purbobekti. Laporan yang kedua ada kasus pelanggaran etik yang bersangkutan saat mengendarai helikopter mewah. Ketiga, lanjut dia, yang paling fatal terkait dengan tes wawasan kebangsaan yang mengakibatkan 75 pegawai KPK dinonaktifkan.

KPK SP3 Perkara BLBI, MAKI Gugat Praperadilan

JAKARTA, Jowonews- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan gugat Praperadilan untuk pembatalan atau SP3 perkara dugaan korupsi BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Sjamsul Nursalim. Hal ini karena, pada hari Kamis (1/4) untuk pertama kalinya KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan ( SP3 ) atas Tersangka SN dan ISN dalam perkara dugaan korupsi BLBI BDNI terkait BPPN. “MAKI berencana segera mengajukan gugatan praperadilan untuk pembatalan SP3 tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Koordinator MAKI Bonyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (2/4). MAKI akan menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam gugatan Praperadilan tersebut. BLBI adalah skema bantuan yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadi krisis moneter 1998 di Indonesia. Bonyamin mengatakan gugatan ini akan diajukan maksimal akhir  April 2021 dalam rangka mengimbangi langkah “April Mop” oleh KPK. “Tadinya Kami berharap SP3 ini adalah bentuk ‘April Mop’ atau ‘PRANK’ dari KPK. Namun ternyata April beneran karena SP3 benar-benar terbit dan diumumkan secara resmi oleh KPK ,” kata Bonyamin sebagaimana dilansir Antara. Adapun alasan MAKI mengajukan gugat Praperadilan ini, menurut Bonyamin, KPK mendalilkan SP3 dengan alasan dengan bebasnya Syafrudin Arsyad Temenggung menjadikan perkara korupsi BLBI BDNI menjadikan kehilangan Penyelenggara Negara. Hal ini, lanjut dia, sungguh sangat tidak benar karena dalam Surat Dakwaan atas Syafrudin Arsyad Temenggung (SAT) dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro Jakti, sehingga meskipun SAT telah bebas namun masih terdapat Penyelenggara Negara yaitu Dorojatun Koentjoro Jakti. “Sangat memprihatinkan KPK telah lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018,” kata Bonyamin. Alasan berikutnya, putusan bebas Syafrudin Arsyad Temenggung tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena NKRI menganut sistem hukum pidana Kontinental warisan Belanda yaitu tidak berlakunya sistem Jurisprodensi, artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain. MAKI pada tahun 2008, kata Bonyamin, pernah memenangkan Praperadilan atas SP3 melawan Jaksa Agung atas perkara yang sama dugaan korupsi BLBI BDNI, dimana dalam putusan Praperadilan tahun 2008 tersebut berbunyi Pengembalian Kerugian Negara tidak menghapus pidana korupsi. “Pertimbangan Hakim Praperadilan 2008 tersebut akan dijadikan dasar Praperadilan yang akan diajukan MAKI,” terang Bonyamin. Bonyamin mengatakan semestinya KPK tetap mengajukan tersangka SN dan ISN ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dengan sintem in absentia (sidang tanpa hadirnya terdakwa) karena senyatanya selama ini SN dan ISN kabur dan KPK pernah menyematkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) atas kedua tersangka tersebut. “MAKI merasa keadilan masyarakat tercederai dikarenakan SP3 diberikan kepada orang yang kabur dan buron,” kata Bonyamin.

Tak Ada Lagi “Jumat Keramat” di KPK

JAKARTA, Jowonews- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku tidak ingin ada istilah “Jumat Keramat” dalam proses hukum di lembaga yang dipimpinnya. “Mohon maaf mungkin sekarang tidak ada lagi yang mendengar pengumuman tersangka hari Jumat, tidak ada lagi. Kenapa. Karena kami membangun bahwa ‘Jumat Keramat’ tidak ada,” kata Firli Bahuri, di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Rabu (31/3). KPK melakukan kegiatan “Penyuluhan Antikorupsi” bagi 25 orang narapidana kasus korupsi sebagai bagian program asimilasi yaitu masa tahanannya akan segera berakhir. Kegiatan tersebut rencananya juga akan dilangsungkan di Lapas Tangerang pada 20 April 2021. “Jumat Keramat” merujuk pada pemanggilan atau penahanan terduga dan terdakwa korupsi oleh KPK, sehingga biasanya terdakwa yang dipanggil KPK pada Jumat, seusai pemeriksaan tersebut akan langsung ditahan. Salah satu tokoh besar yang dijerat pada “Jumat Keramat” adalah Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang ditahan pada Jumat, 17 November 2017. Sedangkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham juga ditahan KPK pada Jumat, 31 Agustus 2018 terkait perkara suap proyek PLTU Riau-1. “Yang ada setiap hari itu keramat. Kenapa. Kami tidak ingin dikatakan kami menarget seseorang, pokoknya hari Jumat harus ada pengumuman tersangka, kami tidak,” ujar Firli sebagaimana dilansir Antara. Sedangkan pada saat ini, pimpinan KPK baru mengumumkan penetapan tersangka ke publik, saat tim penyidik KPK telah melakukan penahanan tersangka. “Karena tersangka ada setelah ada kecukupan alat bukti, nah untuk mencari alat bukti tentu kami melakukan penyelidikan dan penyidikan, mencari keterangan saksi, mengumpulkan alat bukti dengan itu kami berharap ada terangnya perkara pidana korupsi, setelah terang baru ketemu orangnya, baru kami umumkan,” kata Firli. Firli juga menyebut enggan untuk mengumumkan seseorang menjadi tersangka korupsi, namun malah membutuhkan waktu lama untuk menjalani proses hukum. “Kami tidak ingin lagi mengumumkan si A terlibat korupsi tapi lama prosesnya, menunggu lama. Kalau seseorang kami umumkan sebagai tersangka korupsi, setidaknya anak, istri, orang tua, handai tolan, keponakannya mereka juga ikut terpenjara, juga ikut menerima hukuman. Itu kami tidak ingin,” ujar Firli lagi. Dalam program ini, KPK menggunakan pendekatan ilmu psikologi untuk memetakan narapidana asimilasi, antara lain dengan menggunakan metode komunikasi dua arah, mengenali kepribadian, analisis gesture, vibrasi suara, goresan tulisan, dan lain-lain. Pemetaan ini diharapkan akan menghasilkan data narapidana yang siap untuk dilibatkan dalam program antikorupsi. KPK melakukan kegiatan penyuluhan sebagai bentuk pelibatan seluruh elemen masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sejumlah narapidana yang ikut menjalani asimilasi antikorupsi yang pernah diproses KPK adalah Sopar Siburian dan Muhammad Afan sebagai terpidana kasus penerimaan hadiah dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho terkait fungsi dan kewenangan para tersangka selaku anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014; Sugiharto sebagai terpidana kasus korupsi pengadaan KTP-elektronik; Jacob Purwono selaku terpidana kasus korupsi pengadaan Solar Home System (SHS) di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2007-2008. Lalu, Eko Darmayanto selaku terpidana penerimaan suap pengurusan pajak sejumlah perusahaan pada 2013; Indarto Catur Nugroho dan Herry Setiadji sebagai terpidana penerimaan suap karena pemerasan perusahaan wajib pajak, yakni PT EDMI Indonesia; serta Ahmad Yani selaku terpidana dalam perkara pemberian suap kepada Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sedangkan narapidana lain diproses oleh penegak hukum lain seperti dari Kejaksaan Agung.

KPK Yakin Buronan Harun Masiku Masih di Indonesia

JAKARTA, Jowoews- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini tersangka mantan caleg PDIP Harun Masiku (HAR) yang sudah berstatus daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020 masih berada di Indonesia. “Kami meyakini yang bersangkutan masih di dalam negeri, kalau sistemnya berjalan dengan baik. Pintu-pintu keluar yang resmi itu kan sudah ditutup,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/3). Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan Anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024. “Kecuali dia kemudian keluarnya lewat pintu-pintu yang tidak terdeteksi seperti perahu kan. Kalau lewat pintu resmi yang dijaga imigrasi tidak akan lolos,” kata Alex sebagaimana dilansir Antara. Selain itu, ia mengatakan KPK juga telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang bertugas memburu Harun bersama enam tersangka lainnya yang telah masuk dalam DPO. “Kita sudah membentuk satgas khusus untuk pencarian DPO. Kami sudah bentuk dua satgas karena bukan hanya Harun Masiku yang kami cari tetapi ada yang lainnya. Kita tetap berusaha cari yang bersangkutan,” ujar dia. Selain itu, kata dia, KPK juga telah berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk memburu para DPO tersebut. “Bahkan sudah libatkan pihak Kepolisian. Kalau ada masyarakat yang tahu kami sudah buka kontak pelaporan di KPK. Silakan saja yang mengetahui, silakan melapor,” kata Alex. Dari 2017 sampai 2020, ada 10 tersangka yang berstatus DPO KPK dan khusus di tahun 2020 telah dilakukan penangkapan tiga tersangka yang berstatus DPO, yaitu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono selaku menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Dengan demikian, KPK saat ini masih memiliki kewajiban untuk memburu tujuh tersangka berstatus DPO lainnya di mana lima tersangka adalah DPO dari 2017 sampai 2019 dan dua DPO pada 2020, yakni Harun Masiku dan Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan.

43 Pegawai KPK Mengundurkan Diri di Tahun 2020

JAKARTA, Jowonews- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada 43 pegawainya yang mengundurkan diri sepanjang 2020 dengan berbagai alasan. “Selama tahun 2020, ada 43 pegawai yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers “”Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi 2020” yang disiarkan akun Youtube KPK, Rabu. Salah satu yang menjadi perhatian publik adalah mundurnya Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah pada September 2020. Salah satu alasan pengunduran diri Febri disebabkan kondisi politik dan hukum di KPK telah berubah. Lebih lanjut, Firli mengatakan jumlah pegawai KPK saat ini ada 1.586 orang terdiri dari lima pimpinan, lima dewan pengawas, 243 pegawai negeri yang dipekerjakan, 974 pegawai tetap, dan 359 pegawai tidak tetap. Ia mengatakan sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 bahwa Pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana peraturan perundang-undangan mengenai ASN. “Saat ini, salah satu fokus KPK adalah melaksanakan proses alih status kepegawaian. Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN diatur dalam PP 41 Tahun 2020,” tuturnya sebagaimana dilansir Antara. Menurut dia, salah satu upaya mempersiapkan alih status tersebut adalah merumuskan Peraturan Komisi (Perkom) tentang alih status yang saat ini masih dalam harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Selain itu, KPK ikut merumuskan Peraturan Presiden tentang Gaji Pegawai KPK. Upaya lain yang tengah dilakukan adalah dengan merumuskan jabatan fungsional sesuai PP 41 Tahun 2020,” kata dia.

KPK Tangkap Tangan Pejabat Bansos Covid-19

JAKARTA, Jowonews- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) , Sabtu (5/12) dini hari, lakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat di lingkungan Kementerian Sosial terkait dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19. “Betul, pada hari Jumat 4 Desember 2020 jam 23.00 WIB sampai dengan Jumat tanggal 5 Desember 2020 jam 02.00 WIB dini hari KPK telah melakukan tangkap tangan,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/12). Firli mengatakan yang bersangkutan merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial. “Dugaan korupsi PPK telah menerima hadiah dari para vendor PBJ bansos di Kemensos RI dalam penanganan Pandemi Covid-19,” kata dia sebagaimana dilansir Antara. Firli mengatakan saat ini para terperiksa telah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Tolong beri waktu kami bekerja dulu, nanti pada saatnya KPK akan memberikan penjelasan,” ucap Firli.

Novel Baswedan, Kepala Satgas Penangkapan Menteri Kelautan

JAKARTA, Jowonews- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan turut menjadi Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) dalam penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. “Salah satu Kasatgas tersebut benar Novel Baswedan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (25/11). Ali mengatakan kegiatan tersebut dilakukan oleh tim KPK atas penugasan resmi dengan menurunkan tiga Kasatgas. “Baik penyelidikan dan penyidikan termasuk juga dari JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang ikut dalam kegiatan dimaksud,” ujar Ali sebagaimana dilansir Antara. Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan penangkapan Edhy terkait dugaan korupsi penetapan izin ekspor baby lobster. “Yang bersangkutan diduga terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster,” ucap Firli. Firli mengatakan Edhy ditangkap tim KPK di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang saat kembali dari Honolulu, Amerika Serikat. “Tadi malam Menteri Kelautan dan Perikanan diamankan KPK di Bandara 3 Soetta saat kembali dari Honolulu,” ungkap dia. Saat ini, KPK masih memeriksa Edhy bersama beberapa orang lainnya yang telah ditangkap tersebut. KPK mempunyai waktu 1X24 jam untuk menentukan status dari pihak-pihak yang telah ditangkap tersebut.

Istri Sang Menteri Ikut Ditangkap

JAKARTA, Jowonews- Tak hanya sang Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang ditangkap. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan juga mengamankan keluarganya di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (25/11) dini hari. “Ok, nanti diekspose detilnya,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya yang dilansir Antara di Jakarta, Rabu (25/11). Berdasarkan informasi, istri Menteri Edhy ikut ditangkap oleh Tim KPK. Saat ini, Edhy bersama beberapa orang yang ditangkap telah berada di Gedung KPK, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan intensif. Berdasarkan informasi, Edhy ditangkap setelah pulang perjalanan dari Amerika Serikat. Namun, KPK belum memberikan informasi detil terkait kasus apa sehingga pihaknya menangkap Edhy. “Maaf selebihnya nanti saja, saya masih dalam perjalanan ke kantor,” ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Sesuai KUHAP, KPK mempunyai waktu 1X24 jam untuk menentukan status pihak-pihak yang ditangkap tersebut.