Jowonews

Songgo Buwono, Makanan Para Bangsawan Yang Sarat Akan Filosofi

Songgo Buwono, Makanan Para Bangsawan Yang Sarat Akan Filosofi

Songgo Buwono Kuliner khas Jogja yang memiliki nama yang unik ini memiliki cita rasa yang sangat enak. Bahkan, makanan yang satu ini dijuluki sebagai hidangan khas para bangsawan di Keraton Jogja. Jogja dikenal sebagai kota yang memiliki banyak objek wisata yang menarik dan menyajikan berbagai kuliner khas dengan bentuk, rasa, dan makna filosofis yang beragam. Salah satu kuliner bersejarah yang berasal dari Jogja dan sangat enak serta memiliki makna filosofi yang mendalam adalah songgo buwono. Songgo buwono terdiri dari roti yang disajikan dengan beragam toping tambahan, mulai dari daging hingga sayuran. Setiap komponen yang ada dalam songgo buwono memiliki makna tersendiri. Dengan bahan-bahan yang lengkap dan bernutrisi, songgo buwono dianggap sebagai hidangan khas para bangsawan di Keraton Jogja. Inilah ulasan lengkap tentang songgo buwono. Sejarah Songgo Buwono Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara RI, songgo buwono adalah hidangan pembuka yang lahir di Keraton Jogja. Sultan Hamengkubuwono VIII adalah tokoh yang memulai pembuatan songgo buwono. Oleh karena itu, makanan ini sering dijuluki sebagai hidangan priayi. Selain itu, songgo buwono juga mencerminkan kondisi politik di Jogja pada masa lalu. Pada saat itu, keberadaan Belanda sangat berpengaruh terhadap kesultanan di Jogja dan kuliner yang disajikan pun banyak bernuansa barat. Sebagai hidangan hasil akulturasi, songgo buwono mengombinasikan berbagai gaya hidangan dari beberapa negara. Misalnya, kue sus berasal dari Belanda, saus mayones dari Perancis, dan acar ala Tiongkok juga disajikan sebagai pelengkap songgo buwono. Apa Arti dari Songgo Buwono? Songgo Buwono ialah sajian yang terbuat dari adonan kue sus yang diisi dengan sayuran seperti daun selada dan campuran berbagai bahan seperti telur ayam, daging, wortel, dan lainnya. Menurut buku ‘Serba-Serbi Baking’ (2018) karangan MS Rinadedik, makanan ini umumnya disajikan dalam acara pernikahan dengan porsi yang lebih besar serta dihidangkan bersama acar sebagai pelengkapnya. Songgo Buwono merupakan hidangan tradisional yang populer di Yogyakarta yang berasal dari gabungan dua kata, yaitu songgo yang berarti penyangga dan buwono yang berarti kehidupan atau langit. Oleh karena itu, Songgo Buwono memiliki makna sebagai penopang kehidupan. Filosofi Songgo Buwono Songgo buwono terdiri dari beragam unsur yang memiliki makna filsafat masing-masing. Kue sus yang menjadi penyangga songgo buwono melambangkan bentuk bumi, di mana semua makhluk hidup lahir dan mati. Daun selada menggambarkan hamparan pepohonan dan tumbuhan hijau yang asri dan lestari. Isian songgo buwono yang bernama ragut merepresentasikan tentang keragaman masyarakat di dunia yang mampu bersatu dalam sebuah keselarasan. Sementara itu, telur ayam dan mayones melambangkan langit, dan acar menjadi simbolisasi bintang. Selain itu, sebagai hidangan pernikahan, songgo buwono mencerminkan kesiapan kedua mempelai untuk mengarungi kehidupan secara mandiri.

Soto Bathok Mbah Karto, Menikmati Sensasi Soto dalam Tempurung Kelapa

Soto Bathok Mbah Karto, Menikmati Sensasi Soto dalam Tempurung Kelapa

Soto Bathok Mbah Karto merupakan salah satu hidangan khas yang legendaris asal Yogyakarta. Seperti namanya, soto ini memiliki cita rasa istimewa yang enak dan menyegarkan yang dibuat oleh Mbah Karto. Warung soto legendaris di Sleman ini sudah terkenal di kalangan banyak orang, sehingga wajar jika setiap hari selalu ramai dengan pembeli yang datang. Pelanggan yang mengunjungi Soto Bathok Mbah Karto Yogyakarta dapat memesan menu di depan warung. Sesuai dengan namanya, menu yang tersedia hanya soto beserta beberapa menu tambahan. Setelah memesan makanan dan mengambil nomor antrian, pelanggan dapat memilih tempat duduk yang unik, berupa gubuk yang dikelilingi taman bermain dan kolam ikan. Dengan pengaturan tempat duduk seperti itu, Soto Bathok Mbah Karto terkesan sederhana namun indah. Keunikan lainnya terletak pada penyajian soto itu sendiri, yaitu menggunakan bathok kelapa. Meskipun menggunakan bathok, soto yang disajikan tetap aman dan tidak tumpah. Di bawah bathok tersebut, akan diberikan penyangga kayu dan piring kecil yang terbuat dari tanah liat. Penyajian yang unik dari Soto Bathok Mbah Karto ini semakin meningkatkan cita rasa kuliner tersebut. Sedangkan untuk mangkuk lauknya, di warung milik Mbah Karto ini menggunakan piring kecil yang terbuat dari tanah liat. Warung ini selalu terlihat totalitas dalam setiap penyajiannya. Dapat dilihat dari cara penyajiannya, tempatnya selalu bersih dan rapi. Hal ini membuat siapa saja merasa nyaman dengan lingkungan yang selalu bersih. Mungkin ini menjadi salah satu alasan mengapa Soto Bathok Mbah Karto selalu ramai pengunjung. Meskipun soto di sini masih menyajikan menu oriental bukan hasil modifikasi, namun di situlah letak kelezatan makanan ini. Penyajian nasi dengan soto yang berisi potongan kecil daging sapi, tauge, seledri, dan bawang merah. Toping yang sederhana, namun membuat Soto Bathok Mbah Karto terasa semakin nikmat. Kuah soto yang disajikannya pun bening dan relatif lebih banyak, kuahnya terlihat lebih segar dan terasa berbeda dengan kuah kental soto lainnya. Namun soal selera ini dikembalikan pada pengalaman cita rasa masing-masing orang..