Jowonews

Ditjenpas Ajak BNN dan Polri dan Ungkap Jaringan Narkoba di Dalam Lapas

JAKARTA, Jowonews.com – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengajak Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama-sama mengungkap jaringan narkotika yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) maupun rumah tahanan negara (rutan). “Kepada Polri dan BNN saya meminta untuk bersama-sama dan terus bekerjasama dengan kami Pemasyarakatan dalam mengungkap jaringan yang ada di dalam lapas maupun rutan,” ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat. Reynhard menyampaikan hal tersebut dalam apel besar Deklarasi dan Komitmen Bersama Gerakan Anti Narkoba Kementerian Hukum dan HAM wilayah Banten, Jumat. Reynhard menuturkan Ditjenpas saat ini dihadapkan oleh persoalan kelebihan kapasitas yang telah mencapai angka 74 persen dari seluruh Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan se-Indonesia. Jumlah tersebut, katanya, didominasi oleh kasus penyalahgunaan narkoba, sehingga perlu menjadi perhatian khusus bagi pemangku kebijakan untuk menyadari bahwa penanganan penyalahgunaan narkotika di lapas atau rutan memerlukan special treatment. Reynhard juga menambahkan bahwa Ditjenpas, khususnya Kementerian Hukum dan HAM Wilayah Banten juga terus melakukan pembenahan-pembenahan untuk menanggulangi permasalahan peredaran narkoba di dalam lapas dan rutan. Namun dalam pelaksanaannya, katanya, pihaknya tetap memerlukan dukungan dari masyarakat dan instansi terkait lainnya agar dapat mewujudkan kondisi lapas dan rutan yang kondusif dari peredaran gelap narkotika. “Apel Besar ini sebagai wujud sinegritas dan komitmen antar lini pemerintah baik Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian Daerah, Badan Narkotika Nasional dalam upaya pemberantasan narkoba,” kata Reynhard. Kepala BNN Propinsi Banten Brigjen Pol. Tantan Sulistiana mengatakan kebijakan pemberantasan narkoba di Indonesia perlu dilakukan dengan sinergi dan semangat yang kuat antar stakeholders, termasuk masyarakat dan Pemasyarakatan. “Kami harus bersemangat. Untuk kawan-kawan Pemasyarakatan harus juga semangat bekerja menjalankan SOP dengan sungguh-sungguh, hingga tidak ada lagi petugas lapas ataupun rutan yang terlibat dalam peredaran narkoba,” ujar Tantan. Dia yakin dengan komitmen Pemasyarkatan, dari atas hingga jajarannya di wilayah, untuk perang terhadap narkoba. Kepala Bagian Sidik Polda Banten Ade Kusnadi optimis dengan gerakan komitmen bersama yang digagas dan dideklarasikan Kementerian Hukum dan HAM Banten. “Melalui kegiatan deklarasi dan komitmen bersama Gerakan Anti Narkoba ini kami yakin dan percaya, kita bisa melakukannya bersama-sama,” kata Ade. Dia berharap sinergitas dapat berjalan dengan baik hingga pemberantasan dan peredaran narkotika dapat terlaksana dengan optimal. Kegiatan Apel Deklarasi dan Komitmen Bersama Gerakan Anti Narkoba diakhiri dengan penandatanganan pakta integritas komitmen perang terhadap narkoba antar aparat penegak hukum dan pemusnahan narkoba dan handphone hasil razia di lembaga pemasyarakatan dan lapas wilayah Banten. (jwn5/ant)

Alasan Corona, 38.822 Napi dan Anak Dibebaskan dari Lapas

JAKARTA, Jowonews.com – Sebanyak 38.822 narapidana dan anak telah dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak untuk mengikuti program asimilasi dan integrasi sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 di lapas, rutan, dan  LPKA. “Ini update data asimilasi dan integrasi narapidana dan anak pada tanggal 20 April 2020 pukul 07.00 WIB,” ujar Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti di Jakarta, Senin. Dalam data yang disampaikan Rika, diterangkan bahwa dari 38.822 narapidana dan anak yang telah dikeluarkan hingga hari ini sebanyak 36.641 orang, di antaranya keluar penjara melalui program asimilasi terdiri atas35.738 narapidana dan 903 anak. Sementara itu, sebanyak 2.181 orang lainnya menghirup udara bebas melalui program hak integrasi, baik berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun cuti menjelang bebas, dengan perincian 2.145 napi dan 36 anak. “Data ini dikumpulkan dari 525 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan,” kata Rika. Adapun Kementerian Hukum dan HAM menargetkan jumlah narapidana dan anak yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan integrasi sekitar 30.000 orang. Rika mengatakan bahwa program pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak di lapas, rutan, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) di seluruh Indonesia akan berlangsung hingga pandemi COVID-19 di Indonesia berakhir. “(Ini berakhir) sampai berhentinya darurat COVID-19 sesuai dengan penetapan pemerintah, Pasal 23 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020,” katanya dalam keterangannya, Rabu (8/4). Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Selain itu, dia juga telah meneken Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Dalam kepmen itu dijelaskan bahwa sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020. Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan warga negara asing. Selanjutnya, asimilasi dilaksanakan di rumah, serta surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan. Adapun ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas), yakni narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidana, serta anak yang telah menjalani setengah masa pidana. Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider dan bukan warga negara asing. Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. (jwn5/ant)

Yasonna: Hanya Orang Tumpul Kemanusiaan Tak Terima Pembebasan Napi

JAKARTA, Jowonews.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya yang tidak mau membebaskan narapidana dari lembaga pemasyarakatan (lapas) dengan kondisi kelebihan kapasitas di tengah pandemi COVID-19. “Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas ‘over’ kapasitas,” kata Yasonna melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu. Hal ini merespon sejumlah pihak yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap rencana pemerintah untuk membebaskan para narapidana di tengah pandemi COVID-19. Yasonna sendiri sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 pada 30 Maret 2020 bagi 30 ribu narapidana dan anak yang juga dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar. “Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan sub-komite PBB Anti Penyiksaan,” ungkap Yasonna. Bahkan, menurut Yasonna, kritik tersebut lebih banyak berimajinasi dan memprovokasi. “Yang tidak enak itu, ada yang tanpa fakta, tanpa data, langsung berimajinasi, memprovokasi, dan berhalusinasi membuat komentar di media sosial,” tambah Yasonna. Padahal menurut Yasonna negara-negara di dunia juga telah merespon himbauan PBB tersebut, contohnya Iran membebaskan 95 ribu orang termasuk mengampuni 10 ribu tahanan dan Brazil membebaskan 34 ribu narapidana. “Sekedar untuk tahu kondisi lapas penghuni laki-laki dan penghuni perempuan, ‘it’s against humanity’,” tegas Yasonna.Salah satu pihak yang memprotes kebijakan terkait pembebasan napi itu adalah Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait kemungkinan pembebasan napi kasus korupsi yang telah berusia di atas 60 tahun yang telah menjalani 2/3 masa tahanannya dapat dibebaskan melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Menurut data ICW, jumlah narapidana korupsi juga tidak sebanding dengan narapidana kejahatan lainnya. Data Kemenkumham pada 2018 menyebutkan bahwa jumlah narapidana seluruh Indonesia mencapai 248.690 orang dan 4.552 orang diantaranya adalah narapidana korupsi.Artinya narapidana korupsi hanya 1,8 persen dari total narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan. Yasonna sendiri sudah membantah hal tersebut dengan menyatakan napi pidana khusus juga dipertimbangkan dikeluarkan dari lapas/rutan, Permenkumham 10/2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak boleh menabrak peraturan PP 99/2012. Narapidana kasus narkotika masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani dua per tiga masa pidananya sekitar 15.482. Narapidana tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas, yang telah menjalani pidana dua per tiga masa pidana sebanyak 300 orang. Untuk narapidana kasus narkotika hanya yang masa tahanan 5-10 tahun sehingga bandar narkoba yang umumnya dihukum di atas 10 tahun tidak termasuk yang menerima pembebasan. Sedangkan narapidana kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani dua per tiga masa tahanan berdasar pertimbangan imun tubuh lemah. Revisi PP 99/2012 itu pun dikatakannya baru usulan dan belum dilakukan pembahasan. (jwn5/ant)

Wabah COVID-19, 351 Narapidana di 46 Lapas Jateng Bebas Bersyarat

SEMARANG, Jowonews.com – Sebanyak 351 narapidana penghuni berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Jawa Tengah dikeluarkan dan dibebaskan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Tengah Marasidin Siregar di Semarang, Rabu, mengatakan, 351 napi yang dibebaskan hari ini merupakan tahap pertama dari pelaksanaan program antisipasi terhadap pencegahan Corona tersebut. “Akan terus berproses sampai tanggal 7 April nanti, ada persyaratan administrasi yang harus disiapkan,” katanya. Menurut dia, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi napi untuk memperoleh asimilasi atau integrasi dalam program pemerintah tersebut. Ia menyebut syarat yang harus dipenuhi antara lain dua per tiga masa pidana jatuh sampai 31 Desember 2020, tidak termasuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, serta asimilasi dilaksanakan di rumah. Pada tahap pertama ini, terdapat sejumlah lapas dan rutan yang warga binaannya tidak memperoleh pembebasan. Adapun lapas yang paling banyak dibebaskan warga binaannya yakni Lapas Klas I Kedungpane Semarang yang mencapai 57 orang. Sebelumnya diberitakan, Kemenkumham akan mengeluarkan dan membebaskan sekitar 30 ribu narapidana dan napi anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 Hal tersebut didasarkan atas Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04. Salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu yakni tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona. (jwn5/ant)

Peredaran Tembakau Gorila Jakarta-Surabaya Dikendalikan Dari Lapas

JAKARTA, Jowonews.com – Penyidik Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya mengemukakan, peredaran narkoba jenis ganja sintetis atau tembakau gorila jaringan Jakarta-Surabaya dikendalikan oleh narapidana yang berada di balik jeruji besi. “Yang mengendalikan ini adalah napi dari dalam sel dan dia masuk pada tahun 2018 untuk kasus yang sama,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Herry Heryawan saat dikonfirmasi, Minggu. Saat ditanya mengenai lembaga pemasyarakatan yang menjadi tempat narapidana tersebut menjalani hukumannya, Herry hanya menyebutkan lapas tersebut berada di Jawa Tengah. “Salah satu lapas di Jawa Tengah,” ujarnya singkat. Dikonfirmasi terpisah, Kepada Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, Kepolisian sedang mengejar satu buronan dalam kasus tersebut. “Ada satu DPO inisialnya L, ini masih kita lakukan pengejaran. Mudah-mudahan bisa segera kita ungkap,” kata Yusri. Dalam pengungkapan kasus narkotika jenis ganja sintetis atau tembakau gorila jaringan Surabaya-Jakarta itu, Kepolisian telah meringkus 13 tersangka. Para tersangka itu diketahui berinisial RS, MT, FB, PRY, MA, IL, RD, AR, MN, WA, RT, ARN, NH dan RTF. Ke-13 tersangka ini ditangkap di sejumlah lokasi berbeda di Jakarta dan Surabaya. Selain menangkap para tersangka tersebut, polisi juga mengungkap pabrik tembakau gorila yang berada di Apartemen High Point di Surabaya (Jawa Timur). Di lokasi tersebut, penyidik Polda Metro Jaya mengamankan lebih dari 28 kilogram tembakau gorila siap edar. “Di situ, di tempat mereka meracik ganja sintetis atau tembakau gorila kita amankan sekitar 28 kilogram atau 28.432 gram tembakau gorila, sudah kita amankan,” tutur Yusri. Yusri menjelaskan, tembakau gorila adalah tembakau yang dicampur dengan berbagai bahan kimia yang berbahaya. Efeknya sangat merusak, bahkan lebih parah dari ganja biasa. Efek sampingnya paling utama dari tembakau gorila ini adalah membuat tidak sadar, kadang koma, kadang seperti zombie, mual-mual muntah, kejang-kejang serta nyeri dada. “Yang paling parah adalah menimbulkan perilaku agresif serta gangguan perilaku yang sangat parah. Ini dampak dari tembakau gorila,” ujarnya. Akibat perbuatannya para tersangka ini dikenakan Pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana mati atau penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun. (jwn5/ant)