Jowonews

Hati-hati, Gelombang Tinggi di Laut Selatan

CILACAP, Jowonews- Nelayan harus bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya gelombang tinggi, terutama di laut selatan-barat Sumatra hingga selatan Nusa Tenggara. “Wilayah selatan Jawa, selatan Sumatra, barat Sumatra, hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara memang gelombangnya relatif tinggi rata-ratanya. Hampir nelayan itu sulit menemukan gelombang di bawah dua meter. Sulit sekali, yang sering adalah 2-4 meter, 3-5 meter. Bahkan hari ini, besok, dan lusa enam meter,” kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo.di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (13/10). Eko mengatakan hal itu kepada wartawan usai acara Pembukaan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) 2020 yang digelar Stasiun Meterologi Tunggul Wulung Cilacap di Gedung Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap. Bahkan jika gelombang tinggi itu dibarengi dengan kejadian-kejadian penting seperti tekanan rendah di suatu daerah, kata dia, akan semakin mengganggu cuaca di selatan Jawa. “Ini yang harus diantisipasi oleh masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan tidak boleh berpikir sendiri, tidak boleh berunding sendiri dengan keluarga, tapi manfaatkan informasi dari BMKG,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya akan melatih nelayan tentang cara mendapatkan informasi cuaca dari BMKG, termasuk bagaimana cara memahami cuaca. “Bagaimana masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya, itu menjadi tujuan. Sehingga masyarakat berpikir ‘oh perahu saya kurang bagus dengan kondisi cuaca ini, oh perahu saya pas’, yang memutuskan adalah nelayan. Kami tidak bisa terlalu jauh untuk bisa melarang, hanya bisa memberikan informasi peringatan dini, masyarakat yang memutuskan,” jelasnya. Fenomena La Nina Terkait dengan fenomena La Nina moderat yang sedang berlangsung saat sekarang, Eko mengatakan, La Nina merupakan fenomena global tentang iklim sehingga memicu peningkatan curah hujan di beberapa wilayah. “Kalau kita dengar sampai saat ini, informasi yang kita terima (La Nina, red.) bisa meningkatkan curah hujan hingga 20-40 persen dari normalnya, tetapi tidak sama di setiap daerah. Itu juga nantinya pasti terkait dengan bagaimana kecepatan angin di laut,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Menurut dia, angin adalah pembangkit utama dari gelombang laut. Sehingga ketika anginnya kencang, secara otomatis gelombangnya makin tinggi. Kendati demikian, dia mengimbau masyarakat untuk tidak cemas atau panik terhadap dampak La Nina terhadap gelombang laut, melainkan perlu beradaptasi terhadap lingkungannya. Setelah kejadian atau fenomena tersebut berakhir, kata dia, masyarakat juga perlu melakukan mitigasi supaya ketika terjadi lagi tidak sampai menimbulkan kerugian besar. Oleh karena itu, pihaknya dalam kegiatan SLCN 2020 juga akan mengimbau nelayan untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan ketika melaut. Disinggung mengenai isu tsunami, Eko mengimbau masyarakat untuk tidak panik atau cemas karena pemberitaan tentang potensi tsunami adalah bagian dari riset atau penelitian. “Jika hal-hal yang disyaratkan di dalam penelitian itu ada, maka mungkin akibatnya seperti itu. Seperti halnya penelitian terhadap kecepatan angin yang lebih dari 60 knot akan mengakibatkan (tinggi, red.) gelombang sekian (meter, red.), tapi itu kan masih menjadi penelitian,” katanya. Kendati demikian, dia mengatakan penting bagi masyarakat untuk tidak terlalu menganggap remeh bahwasanya mereka hidup di daerah rawan tsunami. Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan bisa beradaptasi terhadap lingkungannya. Terkait dengan hal itu, pihaknya dalam kegiatan SLCN 2020 juga akan memberikan informasi mengenai berbagai bahaya pesisir karena tidak hanya gelombang tinggi. “Bahaya pesisir itu ada lima, pertama, ancaman banjir rob (banjir air pasang, red.), kemudian ancaman badai tropis, gelombang tinggi,” jelasnya. Selain itu, kata dia, ancaman abrasi di dinding-dinding pantai yang terjal sehingga jangan sampai ada permukiman di daerah tersebut dan jalan raya juga harus benar-benar diperhatikan agar tidak ada yang melintas ketika ada ancaman abrasi. Menurut dia, bahaya pesisir ketiga adalah tsunami sehingga masyarakat harus tahu ilmunya, harus tahu cara beradaptasinya, dan mitigasinya sehingga ketika terjadi bisa mengetahui apa yang harus diperbuat. “Masyarakat harus tahu langsung karena yang menjadi penyelamat terbesar masyarakat itu bukan, maaf, kawan-kawan dari Basarnas, tetapi dirinya sendiri. Angka 35 persen yang selamat itu karena kemampuan ilmu terhadap bahaya pesisir ini masyarakat sudah tahu, tugas kami semua adalah memberikan edukasi dan sosialisasi untuk itu,” jelasnya.

BMKG Ingatkan Gelombang Tinggi di Laut Selatan Jabar, Jateng, dan DIY

CILACAP, Jowonews.com – Nelayan di pesisir selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diimbau untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya gelombang tinggi di laut selatan Jabar-DIY, kata analis cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan. “Gelombang tinggi hingga sangat tinggi masih berpeluang terjadi di perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY karena saat sekarang sedang berada pada musim angin timuran,” katanya di Cilacap, Jateng, Jumat. Menurut dia, peluang terjadinya gelombang tinggi hingga sangat tinggi akan makin sering pada puncak musim angin timuran yang diprakirakan berlangsung mulai akhir bulan Juli-Agustus 2020. Bahkan, kata dia, pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY yang berlaku hingga tanggal 11 Juli dan akan diperabarui jika ada perkembangan lebih lanjut. Dalam hal ini, tinggi gelombang di perairan selatan Jabar-DIY diprakirakan berkisar 2,5-4 meter atau masuk kategori tinggi, sedangkan di Samudra Hindia selatan Jabar-DIY berkisar 4-6 meter atau masuk kategori sangat tinggi. “Oleh karena itu, kami mengimbau kepada seluruh pengguna jasa kelautan untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gelombang tinggi serta memerhatikan risiko keselamatan pelayaran,” kata Rendi. Menurut dia, hal itu disebabkan kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter berbahaya bagi perahu nelayan berukuran kecil serta kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter berbahaya bagi tongkang. Selain itu, kata dia, kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter berbahaya bagi kapal feri serta kecepatan angin lebih dari 27 knot serta tinggi gelombang di atas 4 meter berbahaya bagi kapal berukuran besar seperti kapal cargo dan kapal pesiar. “Bagi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi, kami imbau untuk tetap selalu waspada,” demikian Rendi Krisnawan. (jwn5/ant)