Jowonews

Pascaputusan MA, YLKI Minta BPJS Kesehatan Tidak Kurangi Pelayanan

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mengurangi layanan kepada pasien setelah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. “YLKI khawatir pembatalan itu berdampak terhadap reduksi pelayanan kepada pasien. Kalau yang direduksi hanya layanan nonmedis, masih lebih baik. Kalau yang direduksi layanan medis, bisa membahayakan pasien,” kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu. Tulus mengatakan pengurangan layanan medis bisa berdampak pada keamanan pasien, misalnya penggantian jenis obat atau pengurangan dosis obat. Menurut Tulus, putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan bisa dikatakan menggembirakan bila dilihat pada konteks kepentingan jangka pendek. “Namun, bila ditelusuri lebih mendalam, putusan itu juga berisiko tinggi bagi pelindungan dan pemenuhan hak konsumen sebagai pasien BPJS Kesehatan,” tuturnya. MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020. Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut. Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. (jwn5/ant)

Putusan MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, F-PKS: Penuhi Rasa Keadilan

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menyambut baik Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan putusan tersebut memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. “Putusan ini memenuhi rasa keadilan dan keberpihakan pada rakyat yang juga secara tegas Fraksi PKS perjuangkan di DPR,” kata Jazuli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Hal itu dikatakannya terkait Putusan MA yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dia mengatakan sejak awal FPKS tegas menolak kenaikan iuran BPJS yang tidak dihiraukan oleh BPJS dan Pemerintah. Menurut dia, Putusan MA yang membatalkan Perpres nomor 75 tahun 2019 membuktikan bahwa kebijakan itu tidak memenuhi rasa keadilan dan cacat hukum. “Atas Putusan MA itu, tidak ada alasan lagi bagi BPJS dan pemerintah kecuali melaksanakannya. Kembalikan iuran BPJS ke posisi tarif semula sesuai Putusan MA,” ujarnya. Sebelumnya, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin, uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengajukan uji materi Perpres Nomor 75 Tahun 2019 karena menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen tidak disertai alasan logis. Menurut komunitas itu, Perpres 75 Tahun 2019 bertentangan dengan Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (jwn5/ant)

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Menkeu: Dampaknya Akan di-Review

JAKARTA, Jowonews.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dampak pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diputuskan Mahkamah Agung (MA) masih akan ditinjau ulang. “Ya ini kan keputusan yang memang harus dilihat lagi implikasinya kepada BPJS ya. Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh, nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa ‘sustain’,” kata Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019. “Judicial review” ini diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020. “Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi amar putusan. “Dari sisi memberikan untuk jasa kesehatan kepada masyarakat secara luas namun secara keuangan mereka merugi, sampai dengan akhir Desember, kondisi keuangan BPJS meski saya sudah tambahkan Rp15 triliun dia masih negatif, hampir sekitar Rp13 triliun, jadi kalau sekarang dengan hal ini adalah suatu realita yang harus kita lihat, kita nanti review lah,” tambah Sri Mulyani. Putusan tersebut diputuskan oleh Hakim MA Supandi selaku ketua majelis hakim bersama Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi masing-masing sebagai anggota. Majelis memutuskan pada 27 Februari 2020. Dalam putusannya, MA juga menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H jo Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kemudian juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Pasal 4 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Isi Pasal 34 ayat (1) dan (2) yang dibatalkan oleh MA: Pasal 34(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:a. Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas IIIb. Rp110.000 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas IIc. Rp160.000 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. (2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020. Dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyebutkan iuran mandiri kelas III sebesar Rp25.500 per orang per bulan, iuran mandiri kelas II sebesar Rp51 ribu per orang per bulan, dan iuran mandiri kelas I sebesar Rp80 ribu per orang per bulan. (jwn5/ant)