Menjadi Pahlawan
Oleh: H Aji Sofanudin, Peneliti pada Lembaga Kajian Masalah Umat dan Sosial (L@KMUS) Jawa Tengah Tidak lama lagi kita akan memperingati hari Pahlawan 10 November. Ketetapan 10 November sebagai hari pahlawan disandarkan pada sejarah terjadinya pertempuran Surabaya tahun 1945, yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945. Secara sederhana pahlawan adalah orang yang berjasa besar. Pra syarat utama pahlawan tentu adalah orang yang berbuat kebaikan. Semua pahlawan adalah orang baik. Semua pahlawan adalah orang yang berbuat kebaikan atau berbuat yang memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Semakin besar manfaatnya, semakin baik. Sesuai hadist Nabi, “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain” Dalam QS An-Nisa: 36 disebutkan bahwa kita diperintahkan untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukannya serta berbuat kebaikan kepada semua orang: orang tua, kerabat, tetangga, dsb. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS An-Nisa: 36) Ayat di atas memerintahkan kepada kita, selain untuk menyembah kepada Allah dan tidak boleh menyekutukannya. Kita juga diperintahkan untuk berbuat baik. Berbuat Baik kepada Tetangga Setiap kita sesungguhnya bisa menjadi pahlawan. Setidaknya pahlawan “kecil” yakni menjadi pribadi yang memberikan manfaat untuk diri dan keluarga kita. Menjadi pribadi yang bermanfaat untuk tetangga kita, lingkungan terkecil kita. Disebutkan “wal jaridzil qurba, waljaaril junub” yakni tetangga dekat maupun tetangga yang jauh dari rumah kita, atau tetangga yang ada hubungan kekerabatan dengan kita maupun tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan dengan kita. Terhadap mereka semua, kita diperintahkan untuk berbuat baik. Bahkan disebutkan “man kaana yu’minu billahi wal yaumil akhir, fal yukrim jaarohu”. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir (dengan iman yang sempurna), maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR al-Bukhari dan Muslim). Salah satu hal yang dapat menguatkan hubungan kita dengan tetangga dan menjadi sebab timbulnya rasa kasih sayang antar tetangga adalah saling berbagi dan saling memberi hadiah. Sahabat Abu Dzarr radliyallahu ‘anhu berkata “sesungguhnya kekasihku (Nabi Muhammad saw) berpesan kepadaku: Jika engkau memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah salah satu keluarga di antara tetanggamu lalu berikanlah sebagian darinya kepada mereka dengan baik” (HR Muslim). Memasak sop (ayam atau kambing) dengan diperbanyak kuahnya, kemudian kita bagikan kepada tetangga kita. Itu sesuatu yang sederhana. Tapi itulah yang menumbuhkan kasih sayang di antara kita. Marilah kita menjadi pahlawan, meskipun hanya pahlawan “kecil”. Dengan cara berbuat baik kepada tetangga kita. Kita hindarkan diri kita dari apapun yang dapat menyakitinya hatinya. Sebaliknya, perbanyak senyum, sapa dan salam untuk menyenangkan hatinya. Janganlah kita bertanya kepadanya mengenai sesuatu yang bukan urusan kita dan kita tidak berkepentingan dengannya. Janganlah kita mencari-cari aibnya. Jika ia sakit, dan kita sehat, marilah kita menjenguknya. Jika ia meninggal, marilah kita antarkan jenazahnya ke pemakaman. Jika menjadi pahlawan bagi tetangga pun terasa berat, setidaknya marilah kita menjadi pahlawan bagi diri sendiri dan keluarga. Al Quran telah mengajarkan caranya: “Quu anfusakum wa ahlikum naaro” Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.