Jowonews

Pilkada Kota Semarang: Seluruh Parpol di DPRD Dukung Hendi

SEMARANG, Jowonews- Seluruh partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Semarang memastikan mengusung pasangan petahana Hendrar Prihadi-Hevearita G.Rahayu sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang pada Pilkada 2020. Kepastian dukungan itu dinyatakan dalam deklarasi dukungan pasangan Hendrar Prihadi-Hevearita G.Rahayu yang diikuti oleh para pimpinan partai pengusung maupun pendukung di Semarang, Selasa. (1/9). Sembilan partai politik penghuni DPRD Kota Semarang tersebut masing-masing PDIP, Partai Golkar, PKB, Partai Demokrat, PKS, Partai Gerindra, PAN, Partai NasDem dan PSI. Selain sembilan partai pengusung, ikut pula lima partai pendukung pasangan ini, yakni PKPI, Partai Hanura, Partai Berkarya, PBB dan PPP. Hendrar Prihadi dalam sambutannya menyampaikan rasa bangga dan senang atas dukung seluruh partai politik di Semarang itu. “Sejarah bagi Kota Semarang, pasangan calon didukung oleh seluruh partai politik,” kata pria yang akrab disapa Hendi ini, sebagaimana dilansir Antara. Deklarasi dukungan ini, kata dia, merupakan tahap awal menuju pertempuran yang sesungguhnya pada 9 Desember 2020. Salah satu tugas penting partai pengusung dan pendukung pasangan yang akan melawan kotak kosong dalam Pilkada 2020 ini, menurut dia, meyakinkan masyarakat untuk memberikan suaranya pada 9 Desember nanti. “Yakinkan masyarakat untuk melaksanakan kewajiban berdemokrasi serta memastikan mereka tetap sehat setelah memberikan suaranya,” katanya. Pasangan Hendi-Ita ini sendiri rencananya akan mendaftar ke KPU Kota Semarang pada 4 September 2020.

LKSP Rilis Peringkat Sembilan Parpol Teratas dalam Pemberitaan dan Medsos

JAKARTA, Jowonews.com – Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) merilis sembilan partai politik teratas dalam pemberitaan dan media sosial pada awal 2020. “Pemeringkatan parpol hasil monitoring media daring dan media sosial dilakukan pada periode 23-29 Februari 2020 di platform media daring, Facebook, Twitter, Youtube, Instagram, Blog dan Forum,” kata Direktur Eksekutif LKSP Astriana B Sinaga, di Jakarta Kamis. Astriana menjelaskan, jangkauan isu 9 partai politik pada periode tersebut mencapai 532.71 juta akun atau “viewers”. PDIP menjadi partai yang paling banyak mendapatkan jangkauan sebesar 94,1 juta akun, disusul Gerindra dengan 92,4 juta akun dan PKS dengan 80,45 juta akun. “PDIP berhasil menjadi perbincangan di warganet setelah juga menjadi juara elektabilitas di beberapa survei. Dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo memberikan dampak signifikan bagi PDIP untuk tetap di atas,” kata dia. Astriana melanjutkan, isu yang tertangkap jadi perbincangan di PDIP adalah perintah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri bagi kader agar membuka dapur umum di banjir Jabodetabek. Kemudian, kritik Anggota DPR RI dari PDIP terkait revitalisasi TIM di DKI Jakarta serta Pemeriksaan Sekjen PDIP di KPK. Sementara Partai Gerindra, menurut dia, yang menjadi perbincangan adalah hasil survei elektabilitas Prabowo tertinggi untuk capres 2024. Selanjutnya, Fraksi Gerindra yang mendesak pemulangan Habib Rizieq dan Sandiaga tolak tuntutan massa 212 untuk mencopot Ahok dari Pertamina. Kemudian, untuk PKS, perbincangan didominasi pada Presiden PKS memberi catatan kritis Omnibus Law, sikap terhadap kekerasan muslim di India dan kritik rencana sewa pesawat kepresidenan yang dianggap pemborosan. Di luar tiga besar berturut, posisi selanjutnya ditempati Partai Golkar 75,2 juta akun atau “viewers”, Demokrat 73,2 juta akun, PKB 45,4 juta akun, PPP 37,7 juta akun, Nasdem 17,3 juta akun dan PAN 16,6 juta. Sementara itu, akun yang paling memberi pengaruh di tiga media sosial yakni Twitter, Facebook dan media daring masih didominasi oleh akun-akun dari media daring arus utama. “Di Twitter dan Facebook justru akun-akun milik media mainstrem yang jadi influencer utama. Jadi ekspose terhadap perbincangan sembilan parpol memang didominasi oleh pemberitaan atas aktivitas maupun statemen dari para petinggi partai politik. Belum terlihat influencer personal yang menjadi endorser bagi sikap-sikap partai politik di periode ini,” ujarnya. (jwn5/ant)

Menteri dari Parpol Sebaiknya Lepas Jabatan di Partai

JAKARTA, Jowonews.com – Peneliti dan pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai para menteri yang telah terpilih dalam kabinet pemerintahan sebaiknya melepas jabatan yang melekat di partai untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan di kemudian hari. “Menurut saya sebaiknya secara etik para menteri yang berasal dari partai politik memang sebaiknya harus memilih, jika fokus menjadi menteri, tentu dengan melepaskan jabatan di partai politiknya,” ujar Arya, Minggu. Hal ini terkait Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang memperoleh kritikan dari sejumlah pihak setelah hadir dalam konferensi pers PDI Perjuangan menindaklanjuti OTT KPK terkait kasus dugaan suap PAW anggota DPR. Namun, belakangan Yasonna mengklarifikasi hal tersebut dengan menyebut bahwa kapasitasnya pada acara itu bukan sebagai Menkumham, melainkan sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan Perundang-Undangan untuk mengumumkan pembentukan tim hukum terkait kasus dugaan suap yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku. “Saya tidak ikut di tim hukum. Saya ketua DPP-nya membentuk tim hukum. Waktu kita bentuk saya umumkan, itulah tugas saya. Tim hukum koordinatornya Pak Teguh Samudra,” kata dia di Yogyakarta, Jumat (17/1). Menurut Arya, adanya menteri yang tetap aktif pada jabatan struktural di partai menimbulkan potensi adanya konflik kepentingan. Hal tersebut juga akan merepotkan menteri yang bersangkutan. Dalam kasus Yasonna, dia akan menjalankan tugas-tugas sebagai ketua bidang hukum PDI Perjuangan pada saat harus menjalankan tugas kementeriannya. Arya mengatakan sikap itu juga akan menimbulkan persepsi publik yang negatif terkait profesionalitas kabinet. Pada akhirnya, sikap para menteri yang seperti ini juga akan merugikan Presiden Joko Widodo. Arya pun berharap Presiden memiliki peraturan untuk menterinya agar bisa profesional menjalankan tugas pemerintahan. “Sebaiknya Presiden punya kebijakan khusus untuk meminta menteri-menteri tersebut bekerja profesional sebagai pejabat publik. Ini untuk menghindari konflik kepentingan seperti ini,” ujar Arya. (jwn5/ant)