Apakah Kita akan Selamat?
Oleh: Hari Tjahjono, Mentor Bisnis dan Teknologi, Founder Abyor Internasional Minggu yang lalu ada tiga orang entrepreneur yang curhat ke saya tentang dampak Covid-19 bagi bisnisnya masing-masing. Dampaknya sangat dahsyat, hampir menenggelamkan bisnis yang susah payah mereka rintis selama bertahun-tahun. Entrepreneur pertama bercerita kalau bisnis travel yang dia rintis selama hampir 10 tahun ini nyaris tenggelam. Dia sudah hampir tak tahan lagi mempertahankan bisnisnya, karena 6 bulan tanpa revenue sama sekali. Entrepreneur kedua cerita hal yang mirip. Bisnisnya adalah menyediakan aplikasi perusahaan untuk e-procurement. Waktu saya tanya apa rencana dia, dengan masygul dia bilang tak punya rencana apa-apa. Dia hanya berusaha bertahan supaya tetap hidup! Entrepreneur ketiga situasinya jauh lebih baik. Tapi beratnya juga minta ampun. Perusahaannya bergerak di bidang perawatan mesin-mesin. kustomernya masih banyak, karena mereka adalah perusahaan yang tetap beroperasi normal walaupun dalam kondisi pandemi. Karena selama pandemi orang akan terus membutuhkan listrik dan minyak. Tapi walaupun kustomernya tetap beroperasi normal, bukan berarti vendornya tidak terdampak. Banyak proyek yang terkendala. Proses invoice yang biasanya hanya butuh tiga hari, kini bisa butuh waktu mingguan. Biaya yang harus ditanggung vendor juga membengkak. Setiap kali mengirimkan engineer-nya ke lapangan, harus ada tes ini dan tes itu. Harus ada isolasi mandiri, dan seterusnya. Sehingga biaya yang harus ditanggung vendor hampir gak tertahankan lagi. Cash flow kacau. Bagaimana bisa bertahan? Saya tahu mereka bertiga curhat ke saya karena butuh curhat saja. Mereka tahu saya juga tidak punya kapasitas membantu dari sisi finansial. Sekarang semua orang menghadapi masalah yang sama. Jadi yang bisa dilakukan hanya saling curhat. Apakah kita akan selamat? Sementara pandemi Covid-19 belum ketahuan kapan akan berakhir. Apakah kita semua akan mati pelan-pelan? Saya teringat Al Qur’an Surat Hud, Surat 11 ayat 6. Hud 11:6وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَاۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS 11:6) Selama hari Kiamat belum tiba, insya Allah Tuhan pasti akan memberikan pertolongan. Itu sudah pasti. Itu janji Allah, dan Allah tidak mungkin mengingkarinya. Tapi bagaimana caranya? Dalam skema SGAH (Sanggar Gusti Al Hujurat), surat Hud ayat 6 ada di kamar 3.4. Pintunya adalah Tawakal/ Zuhud, dan larangannya adalah Tinggi Hati/ Takabur. Menurut skema SGAH, supaya perusahaan bisa selamat dari dampak pandemi ini adalah jangan tinggi hati dan takabur. Jangan merasa bisa keluar dari masalah kali ini dengan mengandalkan apa yang ada pada diri, apalagi merasa lebih baik dari diri yang lain. Dan setelah itu masuklah ke kamar 3.4 untuk menjemput rezeki Allah yang dijanjikan di Surat Hud ayat 6 tersebut. Caranya? Selalu bertawakal dan zuhud. Tawakal adalah bekerja sekeras-kerasnya dengan memanfaatkan seluruh potensi dan seluruh resources yang kita miliki, dan memasrahkan hasilnya kepada Allah Taala. Zuhud adalah meninggalkan cinta dunia. Kalau kita melakukan upaya itu dengan sungguh-sungguh, insya Allah pertolongan Allah akan tiba. Semoga. Salam,