Jowonews

Tuntut Pembatalan RUU HIP, Masyarakat Antikomunis Magelang Raya Gelar Aksi Unjuk Rasa

MAGELANG, Jowonews.com – Ratusan warga yang tergabung dalam Masyarakat Antikomunis Magelang Raya (Makar), Rabu, melakukan unjuk rasa di sejumlah titik untuk menuntut pembatalan seluruh pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Ratusan orang dengan mengendarai sejumlah mobil dan kendaraan roda dua tersebut berkumpul di kawasan Kebonpolo, kemudian menuju Alun-Alun Magelang untuk berorasi, lalu menyampaikan tuntutan di Gedung DPRD Kota Magelang dan Gedung DPRD Kabupaten Magelang. Salah satu panitia aksi yang juga Wakil Ketua Forum Ukuwah Islamiyah Magelang Raya Priyo Waspodo menyampaikan warga yang melakukan kegiatan ini merupakan bagian dari umat Islam khususnya dan komponen bangsa Indonesia yang merasa tergugah, terpanggil tanggung jawabnya melihat kondisi bangsa ini. “Kalau dahulu bertahun-tahun komunisme itu hanya dikatakan sebagai bahaya laten, saya kira kita sama-sama melihat belakangan ini gejala-gejala itu, indikasi mereka makin berani menampakkan diri untuk bangkit makin nyata,” katanya. Dalam tuntutan mereka, selain dibatalkan seluruh pembahasan RUU HIP, mereka juga mendukung sepenuhnya Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan pimpinan MUI provinsi se-lndonesia. Mendesak aparat yang berwenang untuk mengusut pihak yang berinisiatif/konseptor RUU HIP yang patut dicurigai sebagai upaya sistematis membangkitkan kembali paham Marxisme, Leninisme, dan Maoisme yang diusung oleh neokomunis. Mendesak Presiden untuk mengambil posisi yang tegas/tidak ambigu tentang TAP MPRS XXV/MPRS/1966 apakah setuju atau sebaliknya. Mendesak dibersihkannya parlemen dari anasir-anasir komunis. Mendesak TNI dan Polri bersikap dan menindak tegas terhadap segala upaya membangkitkan komunisme di Indonesia. Menyerukan dan mengajak segenap komponen bangsa yang antikomunis untuk bahu-membahu menyusun front bersama menghadapi bahaya laten komunis. Setelah unjuk rasa di DPRD Kabupaten Magelang, kata Priyo, sementara selesai. Akan tetapi, perjuangan tidak akan pernah berakhir samnil melihat dinamika di tingkat nasional. “Kalau di tingkat nasional merasa ada perjuangan lanjut seperti biasa kami mitra-mitra juang daerah tentu akan siap untuk ambil bagian,” katanya menegaskan. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Magelang Mahmud menyebutkan ada persamaan persepsi dari para pengunjuk rasa dan DPRD Kabupaten Magelang tentang RUU HIP. “Prinsipnya bagi kami kalau melihat dari isinya kurang sesuai dengan keadaan yang ada di negara ini. Oleh karena itu, kami sangat mendukung langkah yang telah diambil Kementerian Koordinator Politik Keamanan bahwa RUU itu telah dicabut dari pembahasan antara Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah,” katanya. Ia menyampaikan atas tuntutan dari Makar ini nanti akan disampaikan ke pusat. (jwn5/ant)

Tak Ada Perbaikan Fundamental, Fraksi PKS Minta RUU HIP Dibatalkan

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta pembatalan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) apabila tidak ada perubahan fundamental dalam RUU tersebut, salah satunya memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsiderans. “FPKS dengan tegas RUU HIP harus memasukkan usul perbaikan fundamental yang hari ini menjadi catatan kritis ormas-ormas dan publik secara luas. Jika tidak, sebaiknya RUU ditarik atau dibatalkan pembahasannya,” kata Jazuli di Jakarta, Selasa. Ia menyebutkan catatan kritis dan perbaikan fundamental RUU tersebut, antara lain memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran yang menjiwai RUU HIP. Langkah itu, menurut dia, untuk menegaskan bahwa Pancasila tegas menolak seluruh ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme yang memang ajarannya bertentangan dengan Pancasila. “PKI sendiri terbukti telah merongrong kewibawaan Pancasila dan berkhianat pada republik,” ujarnya. Kedua, lanjut dia, menolak Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila sehingga ketentuan tersebut dalam draf RUU HIP harus dihapus karena mereduksi makna Pancasila yang utuh dengan lima silanya. Anggota Komisi I DPR RI itu menilai Pancasila yang disepekati bangsa Indonesia adalah yang terdiri atas lima sila dan termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. “Penekanan kembali pada trisila dan ekasila bisa mengacaukan konstruksi pemahaman Pancasila dan membuka kembali debat ideologis lama yang kontraproduktif,” katanya. Poin ketiga, menurut Jazuli, ada persoalan serius dalam konstruksi RUU HIP dalam menempatkan sila-sila Pancasila. Ia mencontohkan sila pertama yang seharusnya menjadi sila utama dan menerangi sila-sila lainnya, sangat minimalis penjabarannya dan terkesan hanya pelengkap, misalnya penulisan frasa “ketuhanan yang berkebudayaan”, pensejajaran agama, ruhani, dan budaya, makin mengesankan reduksi makna sila pertama Pancasila. “Oleh karena itu, kami meminta Ketuhanan Yang Maha Esa harus dimaknai secara tepat dan ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya. Hal itu harus tercermin secara maksimal dalam materi muatan draf RUU HIP, bersama penjabaran sila-sila lainnya,” ujarnya. Jazuli mengatakan bahwa sikap tegas Fraksi PKS sejalan dengan kritisi ormas-ormas besar dan publik secara luas sehingga DPR mau mendengar karena ini soal dasar negara yang sangat fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia. Ia menyebutkan sejumlah ormas besar, seperti Muhammadiyah, MUI, organisasi otonom NU, dan berbagai kalangan meminta pembahasan RUU HIP dihentikan karena berbagai catatan subtantif dan rawan membuka polemik ideologis yang kontraproduktif. “Kami mempelajari dengan cermat naskah akademik maupun pasal-pasal RUU dan menyimpulkan bahwa RUU bermasalah secara filosofis, yuridis, dan sosiologis. Konstruksinya mengarah pada reduksi makna sila-sila Pancasila yang utuh yang disepakati dan termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945,” katanya menegaskan. (jwn5/ant)

Bertentangan dengan UUD 1945, PP Muhammadiyah Minta Pembahasan RUU HIP Dihentikan

JAKARTA, Jowonews.com – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang sedang dibahas memiliki materi yang bertentangan dengan UUD 1945 dan beberapa regulasi lain. “Terutama UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Mu’ti dalam jumpa pers di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Senin. Dia mengatakan Muhammadiyah berpendapat RUU HIP tidak terlalu mendesak dan sebaiknya tak dilanjutkan pembahasannya untuk menjadi undang-undang. Tim PP Muhammadiyah sudah mengkaji rancangan undang-undang tersebut. Secara hukum kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai negara, kata dia, sejatinya sudah sangat kuat sehingga RUU HIP belum perlu. “Landasan perundang-undangan tentang Pancasila telah diatur dalam TAP MPRS No XX/1966 juncto TAP MPR No V/1973, TAP MPR No IX/1978 dan TAP MPR No III/2000 beserta beberapa regulasi turunan turunannya sudah sangat memadai,” katanya. Dalam pasal 5 (e) UU 12/2011 dan penjelasannya, kata dia, disebutkan pembentukan peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Peraturan, lanjut dia, dibuat memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dia mengatakan RUU HIP juga memiliki persoalan serius dengan tidak mencantumkan TAP MPRS No XXV/1966 sebagai salah satu pertimbangan draft undang-undang. Dalam ketetapan MPRS itu, kata Mu’ti, menimbang secara jelas “bahwa paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila. (jwn5/ant)

Din Syamsuddin: RUU HIP Hanya Turunkan Derajat Pancasila

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menurunkan derajat Pancasila dengan memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama. “Serta memeras Pancasila ke dalam pikiran-pikiran yang menyimpang,” ujar Din dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu. Pendekatan menurunkan derajat atau downgrading dengan mengaturnya ke dalam UU, menyempitkan arti atau reduksionis dan memonopoli Pancasila adalah berbahaya bagi eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila. Untuk itu, dia meminta Presiden Joko Widodo untuk menghentikan pembahasan RUU HIP tersebut karena akan memecah belah bangsa. Juga, pembahasan sejumlah RUU di tengah keprihatinan nasional akibat COVID-19 adalah tidak arif bijaksana apalagi cenderung dilakukan secara diam-diam dengan menutup aspirasi dari masyarakat madani. “Praktik demikian merupakan hambatan terhadap pembangunan demokrasi Pancasila yang berkualitas yang kita cita-citakan bersama,” jelas dia. Sebelumnya, MUI mengeluarkan maklumat penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila. Sejumlah ormas keagamaan pun menolak keberadaan RUU. (jwn5/ant)