Tradisi Ruwat Rawat Borobudur Merupakan Pelestarian Warisan Budaya Dunia
MAGELANG, Jowonews.com – Kegiatan Ruwat Rawat Borobudur merupakan suatu penghargaan terhadap situs warisan budaya dunia Candi Borobudur, kata Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Restu Gunawan. “Ruwat Rawat Borobudur yang ke-17 ini saya kira sebuah prestasi yang luar biasa, konsisten, terus-menerus melakukan kegiatan untuk penghargaan kita pada sebuah situs sebagai warisan budaya dunia,” katanya di Magelang, Minggu. Ia menyampaikan hal tersebut pada pembukaan Ruwat Rawat Borobudur yang diselenggarakan Brayat Panangkaran di Pelataran Kenari Candi Borobudur. “Saya kira dari Candi Borobudur itu banyak sekali yang bisa kita pelajari tentang berbagai aspek. Borobudur bisa direspon oleh seniman, arkeolog, antropolog dan lainnya,” katanya. Menurut dia Ruwat Rawat Borobudur ini sebagai bentuk dari implementasi UU Pemajuan Kebudayaan bagaimana membangun ekosistem itu. Bagaimana masyarakat sekitar, ada dari Temanggung, Wonosobo, Purworejo dan Magelang bersama-sama akan melaksanakan kegiatan budaya berlangsung selama 73 hari. “Saya kira ini sangat penting membangun sebuah pemberdayaan masyarakat sekitar untuk kemajuan kebudayaan,” katanya. Tokoh yang juga inisiator Ruwat Rawat Borobudur Sucoro mengatakan misi dari Ruwat Rawat Borobudur ini pada mengembangkan destinasi wisata berbasis budaya dan tidak mungkin meninggalkan pelestarian warisan budaya. “Bukti konkret sekarang semangat dari teman-teman yang silih berganti terlibat dalam kegiatan ini dengan kesenian daerah masing-masing, antara lain dari Purbalingga, Boyolali, Purworejo, Temanggung, dan Magelang,” katanya. Ia menuturkan sejumlah petani sayuran dari lereng Gunung Sumbing dan Merapi menyumbangkan sayuran dalam kegiatan ini untuk masyarakat dengan total sekitar 5 ton. Menurut dia hal ini artinya mereka merasa memiliki terhadap sebuah warisan budaya agung ini. Ia menyampaikan ketika berbicara Borobudur ada beberapa hal penting, yakni Candi Borobudur merupakan warisan budaya dari nenek moyang yang berafiliasi pada agama Buddha tentunya dulu diharapkan Borobudur ini menjadi tempat ibadah, namun dalam perjalanan waktu Borobudur sekarang menjadi tempat wisata yang mampu mendatangkan jutaan orang. “Dua dimensi yang berbeda ini pasti ada benang merah. Kita tidak mungkin menjual Borobudur dengan arogan, kita tidak boleh menjual Borobudur dengan mengesampingkan nilai-nilainya. Oleh karena itu perlu bagaimana melestarikan warisan budaya Borobudur ini agar ke depan masih bisa dinikmati oleh anak cucu,” katanya.