Jowonews

Arti Serat Wedhatama, Pokok Ajaran Hingga Arti dalam Bahasa Indonesia

Arti Serat Wedhatama, Pokok Ajaran Hingga Arti dalam Bahasa Indonesia

Karya sastra Jawa banyak yang memiliki arti filosofis bagi manusia, salah satunya adalah Serat Wedhatama. Serat Wedhatama adalah karya sastra Jawa baru yang sedikit dipengaruhi Agama Islam dan tergolong sebagai karya legendaris. Pencipta serat ini adalah KGPAA Mangkunegara IV, yang memerintah Praja Mangkunegaran dari 1853 sampai 1881. Serat Wedhatama mengandung banyak ajaran mengenai kehidupan manusia yang masih relevan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Serat Wedhatama berisi lima tembang macapat (pupuh) dan terdiri atas 100 bait. Kelima pupuh itu adalah pangkur, sinom, pocung, gambuh, dan kinanthi. Serat tersebut memuat pesan-pesan yang mendorong manusia beretika dalam bersikap. Wedhatama hanya satu dari beberapa karya Mangkunegara IV. Soetomo Siswokartono, dalam Sri Mangkunagara IV Sebagai Penguasa dan Penyair (2006:257), mencatat sejumlah karya penting lain yang ditulis Mangkunegara IV, yakni Serat Warayagnya, Serat Wirawiyata, Serat Darmawasita, Serat Salokatama, dan Serat Paliatma. Mengutip ulasan berjudul “Nilai-nilai Budaya Jawa dalam Serat Wedhatama” yang ditulis Sumarno dalam Jurnal Patrawidya (Vol. 15, No. 2, 2014), sastra Jawa kuno biasanya dibuat oleh kalangan penyair keraton. Serat Wedhatama merupakan salah satu yang paling terkenal. Kepopuleran Serat Wedhatama bahkan mempengaruhi sejumlah karya seni kontemporer. Sebagai contoh, musikus Gombloh pernah menyertakan sebagian lirik Serat Wedhatama dalam lagu ciptaannya, “Hong Wilaheng.” Nilai-nilai Jawa dan Islam saling terhubung secara erat dalam Serat Wedhatama. Mangkunegara IV yang tumbuh dalam kebudayaan Jawa dan tradisi Islam kejawen yang kuat menjadi latar belakangnya. Pesan-pesan seperti menghargai budaya Jawa, dan kewajiban manusia untuk melaksanakan perintah Allah dapat ditemukan dalam Serat Wedhatama. Naskah asli Serat Wedhatama hingga saat ini disimpan di Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran di Surakarta. Arti Serat Wedhatama Menurut laman Jogja Belajar yang dikelola oleh Balai Tekkomdik DIY, Serat Wedhatama adalah karya sastra yang digubah oleh KGPAA Mangkunegara IV pada abad ke-19. Wedhatama berasal dari kata Wedha dan Tama. Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia, wedha memiliki arti ilmu, pengetahuan. Sedangkan tama berasal dari kata utama yang memiliki arti utama, baik dalam sikap, budi, maupun perilaku. Secara harfiah, Serat Wedhatama dapat diartikan sebagai serat atau buku yang berisi tentang pengetahuan, nasihat untuk berperilaku, bertindak, dan berkelakuan yang baik. Serat Wedhatama awalnya ditulis KGPAA Mangkunegara IV untuk anak dan keturunannya. Namun, setelah diketahui bahwa ajaran yang terkandung di dalamnya sangatlah mulia, akhirnya banyak kalangan masyarakat yang menilai bahwa Serat Wedhatama dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran bagi masyarakat umum. Pokok Ajaran Serat Wedhatama Dikutip dari Jurnal Kaca Jurusan Ushuluddin STAI Al Fithrah berjudul ‘AJARAN TASAWUF DALAM SERAT WEDHATAMA KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV’ oleh Siswoyo Aris Munandar dan Atika Afifah, ajaran yang terdapat dalam Serat Wedhatama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ajaran untuk kelompok muda dan untuk kelompok tua. Ajaran untuk kelompok muda meliputi rendah hati, mencari mentor yang baik, tidak tergoda oleh kesenangan dunia, mengendalikan diri, tawakal kepada Tuhan, merasa puas dengan nikmat-Nya, dan pengenalan hakikat. Sedangkan ajaran untuk kelompok tua meliputi kesabaran, cinta kasih, dan ajaran penghormatan Mangkunegara IV terhadap tubuh, pikiran, jiwa, dan perasaan. Urutan Isi Serat Wedhatama Serat Wedhatama mengandung lima tembang macapat (puisi tradisional Jawa) dengan total 100 bait. Berikut ini pembagian dan urutan tembang macapat yang terdapat dalam Serat Wedhatama.Pangkur (14 pupuh, 1 – 14)Sinom (18 pupuh, 15 – 32)Pocung (15 pupuh, 33 – 47)Gambuh (35 pupuh, 48 – 82)Kinanthi (18 pupuh, 83 – 100) Konten dari Serat Wedhatama berupa filsafat kehidupan yang menggabungkan nilai-nilai Jawa dan Islam. Misalnya seperti bagaimana cara menjalankan agama dengan bijak, menjadi manusia yang utuh, dan menjadi orang yang memiliki sifat ksatria. Terdapat juga beberapa kutipan yang dianggap sebagai kritik terhadap konsep ajaran Islam yang konservatif, yang mencerminkan perjuangan budaya Jawa dengan gerakan penyucian Islam. Isi Serat Wedhatama PUPUH I PANGKUR Mingkar-mingkur ing angkara/akarana karenan mardi siwi/sinawung resmining kidung/sinuba-sinukarta/mrih kretarta pakartining ilmu luhur/kang tumrap ing tanah Jawa/agama ageming Aji//Menghindar dari kejahatan,karena senang mendidik anak,Dibuat dalam bentuk nyanyian yang indah,Dibuat baik dan indah,Agar sejahtera pada perilaku ilmu luhur,yang diterapkan di tanah Jawa,Agama sebagai pegangan raja. Jinejer neng wedhatama/mrih tan kemba kembanganing pambudi/mangka nadyan tuwa pikun/yen tan mikani rahsa/yekti sepa sepi lir sepah asamun/samangsane pakumpulan/gonyak-ganyuk nglelingsemi// Dijelaskan dalam Wedatama,Agar tidak kendor dalam berusaha,Padahal walau tua renta,Kalau tidak mengetahui jiwa,Sungguh tidak enak seperti ampas tidak berguna,ada saat pertemuan,Tidak sopan membuat malu. Gugu karsane priyangga/nora nganggo peparah lamun angling/Lumuh ingaran balilu/Uger guru aleman/Nanging janma ingkang wus waspadeng semu/Sinamun ing samudana/Sesadoningadu manis// Semaunya sendiri,Tidak memakai aturan kalau berkata,Tidak mau dikatakan bodoh,Mengikuti teladan sanjungan,Tetapi manusia yang sudah bijaksana terhadap simbolDisamarkan dalam perangainya,Semuanya diterima dengan baik. Si pengung nora nglagewa/Sangsayarda denira cecariwis/Ngandhar-andhar angendhukur/Kandhane ora kaprah/Saya elok alangka longkangipun/Si wasis waskitha ngalah/Ngalingi marang si pingging//Orang yang bodoh tidak menduga,Semakin meluas dalam berbicara,Panjang lebar tidak berisiPerkataannya tidak karuan,Semakin menjadi-jadi kebohongannya,Si orang yang pandai bijaksana mengalah,Menutupi kepada orang yang bodoh. Mangkono ngelmu kang nyata/Sanyatane mung weh reseping ati/Bungah ingaran cubluk/Sukeng tyas yen den ina/Nora kaya si punggung anggung gumunggung/Ugungan sadina-dina/Aja mangkono wong urip// Demikian ilmu yang sesungguhnya,Sesungguhnya hanya memberikan kesenangan di hati,Senang (jika) dikatakan bodoh,Senang hatinya jika dihina,Tidak seperti orang yang bodoh selalu sombong,Senang disanjung setiap hari,Janganlah demikian orang hidup itu. Uripe sepisan rusak/Nora mulur nalare ting saluwir/Kadi guwa gung asirung/Sinerang ing maruta/Gumarenggeng anggereng anggung gumunggung/Pindha padhane si mudha/Prandene kudu kumaki// Hidupnya sekali saja rusak,Tidak luas pikirannya bercabang-cabang,Seperti gua besar yang menakutkan,Diterjang oleh angin,Bergema membahana menakutkan,Itu sama ibaratnya dengan si bodoh,Namun demikian sangat sombong. Kikisane mung sapala/Palayune ngandelken yayah bibi/Bangkit tata-basa luhur/Telesih tatakrama/Balik sira sarawungan bae durung/Wruh atining tatakrama/Nggon-anggon agama suci// Perbatasannya hanya sedikit,Akhirnya mengandalkan ayah ibunya,Pandai berbahasa halus,Cermat tatakramanya,Sebaliknya dirimu kenal saja belum,Mengetahui inti tatakrama,penerapannya agama suci. Socaning jiwangganira/Jer katara lamun pocapan pasthi/Lumuh kasor kudu unggul/Sumengguh sesongaran/Yen mangkana kena ingaran katungkul/karem ing reh kaprawiran/Nora enak iku kaki// Mata hati dalam jiwamu,Pasti selalu kelihatan kalau berbicara,Tidak mau kalah harus menang,Merasa bisa menyombongkan diri,Kalau demikian itu dapat disebut terlena,Senang terhadap kesaktian,Tidak enak itu nanda. Kekerane ilmu karang/Kekarangan saking bangsaning gaib/Iku boreh paminipun/Tan rumasuk ing jasad/Among aneng sajabaning daging kulup/Yen kapengkok pancabaya/Ubayane balenjani// Tempatnya ilmu tebakan,Karangan dari yang gaib,Itu bedak param umpamanya,Tidak masuk ke dalam badan,Hanya di luar daging saja nanda,Kalau terkena bencana,Akhirnya mengingkari. Marma ing sabisa-bisa/Bebasane muriha tyas basuki/Puruhita ingkang patut/Lan traping angganira/Ana uga angger ugering kaprabun/Abon-aboning panembah/Kang kambah ing siyang ratri// Oleh sebab itu sedapat mungkin,Ibaratnya berusahalah agar hati selamat,Mengabdilah dengan baik,Sesuai dengan keadaan … Baca Selengkapnya