Jowonews

Salah Persepsi Soal Susu Kental Manis Sebabkan Stunting

JAKARTA, Jowonews- Kekerdilan pada anak (stunting) ternyata salah satunya disebabkan salah persepsi tentang susu kental manis (SKM). Masyarakat menilai SKM sebagai susu bernutrisi tinggi. Demikian hasil riset yang dihelat Penelitian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Pimpinan Pusat  Aisyiyah. “Kejadian ‘stunting’ pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi susu kental manis,” kata Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Chairunnisa kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (31/10). Adapun penelitian tersebut mengambil sampel 630 responden ibu dengan balita usia di bawah lima tahun dilakukan di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Pusat pada September-Oktober 2020. Penelitian menunjukkan sebanyak 59,2 persen kejadian stunting pada balita di wilayah DKI Jakarta, salah satunya disebabkan pada kebiasaannya mengonsumsi SKM. Ia mengatakan pemahaman tentang kental manis yang dianggap sebagai susu bernutrisi lengkap banyak dipengaruhi iklan di media massa. Dari penelitian itu menunjukkan persepsi masyarakat tentang kental manis dan kaitannya dengan gizi buruk. Ditemukan 49,6 persen ibu mendapatkan informasi bahwa kental manis adalah susu dari iklan di TV, radio dan media massa lainnya. Sedangkan 50,4 persen ibu mengetahui info kental manis sebagai susu dari keluarga dan bahkan petugas kesehatan, lansir Antara. Pada 2019, YAICI bersama PP Aisyiyah juga telah melakukan penelitian yang sama dengan melibatkan responden di Propinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara. Hasilnya, ditemukan bahwa iklan produk pangan pada media massa khususnya televisi sangat mempengaruhi keputusan orang tua terhadap pemberian asupan gizi untuk anak. “Kental manis seharusnya hanya digunakan sebagai ‘topping’ atau penambah rasa makanan. Tetapi pada kenyataannya diberikan sebagai minuman susu untuk anak,” demikian Chairunnisa.

Cegah Stunting, Bulog Banyumas Produksi Beras Bervitamin

PURWOKERTO, Jowonews.com – Perum Bulog Cabang Banyumas, Jawa Tengah, memproduksi beras bervitamin dengan nama “Fortivit” sebagai strategi perbaikan gizi masyarakat dan percepatan pencegahan tengkes (stunting). “Hanya ada dua cabang Perum Bulog yang memproduksi beras ‘Fortivit’ ini, yakni Banyumas dan Karawang,” kata Pemimpin Cabang Bulog Banyumas Dani Satrio saat menerima kunjungan anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah di Kantor Perum Bulog Cabang Banyumas, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin. Menurut dia, beras “Fortivit” tersebut diproduksi Perum Bulog Cabang Banyumas di Gumilir, Kabupaten Cilacap, sejak diluncurkan oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso pada 2019. Ia mengatakan beras fortifikasi tersebut diolah dari beras lokal, baik beras merah maupun beras putih, hasil panen petani di wilayah eks Keresidenan Banyumas (Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara, red.). Dalam hal ini, fortifikasi terhadap beras tersebut dilakukan dengan menambah vitamin dan mineral yang terdiri atas vitamin A, vitamin B1, vitamin B3, vitamin B6, vitamin B9 (Asam Folat), vitamin B12, Zat Besi (Iron), dan Zink. “Kami telah kirim beras ‘Fortivit’ ini ke Jakarta, berbagai kota di Jawa, luar Jawa, sampai ke Nusa Tenggara Timur. Produksi kami sudah mencapai 20-30 ton per bulan, masih dalam pengembangan, kapasitas produksinya 100 ton,” kata Dani menjelaskan. Terkait dengan hal itu, anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah memberikan apresiasi atas inovasi yang telah dilakukan Perum Bulog dengan memroduksi “Fortivit” yang merupakan beras bervitamin. Menurut dia, hal itu berarti semua beras bisa diolah menjadi beras “Fortivit” yang mengandung berbagai vitamin dan mineral. “Saya pikir ini menjadi sebuah konsumsi yang bisa dikonsumsi oleh seluruh elemen masyarakat tergantung pada kemampuan daya beli mereka. Tapi tentunya dengan adanya kandungan (vitamin dan mineral) ini harganya akan lebih berbeda. Ini salah satu terobosan yang baik juga,” katanya. Ia mengharapkan kehadiran beras “Fortivit” tersebut dapat disosialisasikan kepada masyarakat karena saat sekarang persoalan tengkes begitu luar biasa dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. “Bukan hanya pemerintah, saya pikir kami dari DPR juga punya kewajiban untuk ikut menurunkan angka ‘stunting’ (tengkes) dan ternyata Bulog sudah mengambil salah satu perannya untuk ikut membantu, dan harapannya mudah-mudahan masyarakat juga akan menangkap ini sebagai sisi yang sangat positif,” katanya. Kendati demikian, dia mengharapkan Bulog dapat membuat kelas-kelas harga beras fortifikasi tersebut agar terjangkau oleh daya beli masyarakat. (jwn5/ant)

Pemerintah Harap Program Sembako Dapat Kurangi Stunting

JAKARTA, Jowonews.com – Program Sembako yang diinisiasi Kementerian Sosial untuk keluarga prasejahtera diharapkan dapat membantu mengurangi permasalahan stunting di Tanah Air. Melalui Program Sembako pemerintah memberikan pilihan bahan pangan yang dapat dibeli oleh keluarga penerima manfaat (KPM) sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan dengan memperhatikan gizi, kata Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin (Dirjen PFM), Andi ZA Dulung dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin. Dirjen PFM menyebutkan bahwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) diberikan kebebasan dalam membelanjakan bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan agar KPM menjadi bahagia. Program ini memastikan ibu sendiri yang mengatur (pembelanjaan) sehingga ibu bahagia, jadi memang didesain sedemikian rupa, ujar Andi. Namun KPM dilarang membeli barang yang tidak diperbolehkan, contohnya rokok. Jika diketahui ada KPM yang dapat membeli barang tersebut, maka sanksipun akan diberikan kepada e-Warong yang menjualnya. Memang dikasih uang, tapi tidak boleh diterima ‘cash’, nah yang tidak boleh, yang sangat dilarang adalah rokok, kalau ketahuan warungnya ada yang melanggar izinnya akan dicabut, jelas Andi. Pada 2020 indeks bantuan pada Program Sembako mengalami peningkatan dari program sebelumnya yaitu Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). Sebelumnya setiap KPM diberikan bantuan sebesar Rp110.000 per bulan namun dengan beralih menjadi Program Sembako, KPM diberikan bantuan sebesar Rp150.000 per bulan. Selain itu, Andi juga berpesan agar KPM yang memiliki usaha dapat didorong untuk semakin meningkatkan usahanya dengan diberikan modal tambahan. Dengan diberikan bantuan tersebut, diharapkan KPM tidak perlu lagi menerima bantuan dan menjadi mandiri. (jwn5/ant)

Cegah Stunting, Jateng Intensifkan Perda Ketahanan Keluarga

SEMARANG, Jowonews.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengintensifkan implementasi Peraturan Daerah Provinsi Jateng Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga sebagai salah satu upaya mencegah kekerdilan di masyarakat. “Kami masifkan perda ini. Kalau perda dilaksanakan, maka perlu memberdayakan beberapa pihak, seperti guru agama dan paramedis, untuk mendampingi dan memberikan edukasi pranikah guna mencegah stunting,” kata Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen di Semarang, Rabu. Menurut Wagub, Perda Provinsi Jateng itu bisa menjadi pedoman pembangunan di tingkat keluarga. Wagub yang akrab disapa Gus Yasin itu menilai pendampingan penting untuk membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul sebab apabila anak terlahir kerdil, maka otomatis akan menyumbang angka kemiskinan. “Anak stunting akan sulit kita berdayakan, hal itu berarti stunting menjadi beban pemerintah,” ujarnya. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 dan 2018, Provinsi Jawa Tengah berhasil menurunkan angka prevalensi kekerdilan sebesar 5,48 persen. Pada 2013 prevalensinya di angka 36,7 persen, sedangkan pada 2018 sudah di angka 31,22 persen atau masih di atas nasional yang hanya 30,8 persen. Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atikoh mengungkapkan bahwa secara nasional, penurunan angka kekerdilan dan pencegahannya menjadi isu paling utama. “Karena dari sini akan menentukan apakah SDM suatu bangsa benar-benar unggul atau tidak dan ‘treatment’ untuk anak stunting akan efektif bila dilakukan di usia sebelum dua tahun sebab secara medis, 80 persen perkembangan otak anak terjadi di usia itu,” katanya. (jwn5/ant)

Tangani Stunting dan Kemiskinan, PKK Jateng Siapkan Desa Binaan

SEMARANG, Jowonews.com – Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Provinsi Jawa Tengah menyiapkan desa binaan untuk membantu penanganan kekerdilan dan kemiskinan pada 2020. “Kami berkolaborasi dengan sejumlah pihak menyiapkan desa binaan membantu pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat. Salah satunya, penanganan kekerdilan demi terciptanya sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan sehat,” kata Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah Siti Atikoh Ganjar Pranowo di Semarang, Senin. Menurut dia, peningkatan pendidikan orang tua, perbaikan dari aspek lingkungan seperti sanitasi dan infrastruktur akan mempengaruhi penurunan kasus kekerdilan serta kemiskinan di Jateng. Tak hanya kekerdilan, persoalan kemiskinan juga menjadi perhatian TP PKK Jateng yang tetap memprioritaskan pengentasan kemiskinan di masyarakat dengan melibatkan seluruh pengurus dan kader PKK hingga tingkat dasa wisma. TP PKK Jateng siap berkolaborasi dengan Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Kerja, pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, untuk membuat semacam desa binaan. “Nantinya di wilayah itu akan kami keroyok, penekanannya pada penanggulangan kemiskinan, terutama perempuannya agar bisa berkontribusi menggeliatkan perekonomian di wilayahnya, termasuk juga pencegahan kekerdilan,” ujarnya. Wakil Ketua I TP PKK Provinsi Jateng Nawal Arafah Yasin menambahkan dalam membantu menggerakkan perekonomian masyarakat, pihaknya tidak berhenti menggerakkan peningkatan pendapatan keluarga dengan memberikan berbagai keterampilan, dan sebagainya. Ia berharap masyarakat pun terus berinovasi, khususnya dalam pemasaran, termasuk memanfaatkan teknologi untuk menambah keterampilan maupun pemasaran daring. “Pelatihan-pelatihan ini juga bisa dilakukan secara daring melalui video materi yang dikirim ke grup WhatsApp, selanjutnya ada dialog di grup itu,” katanya. (jwn5/ant)

Cegah Stunting, Posyandu Disarankan untuk Dimaksimalkan

JAKARTA, Jowonews.com – Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ali Khomsan menyarankan pemerintah agar memaksimalkan peran pos pelayanan terpadu (posyandu) di tiap daerah untuk mencegah “stunting” atau kondisi tubuh anak kerdil dibanding anak seusianya akibat kekurangan gizi. “Kalau kita ingin mengentaskan stunting maka perbaiki posyandu,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu. Selama ini, katanya, posyandu hanya kerap dikonotasikan sebagai tempat penimbangan anak. Padahal, seharusnya bisa berkontribusi sebagai pemberian makanan tambahan yang baik dan berkualitas. Peran posyandu tersebut, katanya, juga harus didukung program dana desa. Misalnya Desa A menerima Rp1 miliar dan di daerah itu terdapat 15 anak stunting maka sebagian anggaran itu bisa dialokasikan kepada mereka sebagai tambahan makanan bergizi. “Jadi bukan hanya sebatas secangkir kacang hijau yang diberikan setiap bulan,” katanya. Ia menganalogikan Desa A tadi bisa memberikan dua kilogram telur ayam setiap bulannya kepada anak stunting dengan harga kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram. “Jadi kalau di desa itu terdapat 15 anak stunting maka setiap bulannya hanya butuh alokasi dana sekitar Rp9 juta per bulan untuk makanan tambahan dan bergizi lainnya,” katanya. “Kalau anggaran dana desanya Rp1 miliar maka hanya butuh alokasi Rp9 juta per bulan untuk makanan tambahan, dan itu jumlah kecil,” tambahnya. Menurut dia apabila pemerintah, terutama perangkat desa bisa menerapkan strategi itu, maka diyakini angka stunting di Tanah Air dapat teratasi secara perlahan. Ali Khomsan, Guru Besar bidang Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga IPB tersebut menilai program pemerintah pemberian biskuit sebagai makanan tambahan tidak terlalu berpengaruh besar untuk pencegahan stunting. (jwn5/ant)