Jowonews

Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun Bulan Muharram

Doa Akhir Tahun dan Awal Tahun Bulan Muharram

Tahun baru Islam 1 Muharram 1444 H telah tiba. Dalam Islam, pergantian tanggal dimulai saat matahari terbenam atau atau tepatnya tanggal 29 Juli 2022 sore, tepat memasuki tanggal 1 Muharram 1444 H. Bulan Muharram adalah salah satu bulan di antara bulan-bulan lain yang memiliki kemuliaan. Banyak amalan sunnah yang dapat dilakukan selama bulan Muharaam. Bulan Muharram sendiri sebagai penanda peristiwa perjalanan hijrah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekkah menuju Madinah. Sebagian umat Islam menyambut bulan Muharram dengan membaca doa akhir tahun dan dilanjutkan dengan doa awal tahun. Harapannya adalah agar diampuni segala dosa dan memohon perlindungan untuk tahun berikutnya. Doa Akhir Tahun بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اَللَّهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هَذِهِ السَّنَةِ مَا نَهَيْتَنِي عَنْهُ وَلَمْ أَتُبْ مِنْه وَحَلُمْتَ فِيْها عَلَيَّ بِفَضْلِكَ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْ بَعْدِ جَرَاءَتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي اسْتَغْفَرْتُكَ فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَى وَوَعَدْتَّنِي عَلَيْهِ الثّوَابَ فَأَسْئَلُكَ أَنْ تَتَقَبَّلَ مِنِّي وَلَا تَقْطَعْ رَجَائِ مِنْكَ يَا كَرِيْمُ Allâhumma mâ ‘amiltu min ‘amalin fî hâdzihis sanati mâ nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta fîhâ ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘alâ ‘uqûbatî, wa da‘autanî ilat taubati min ba‘di jarâ’atî ‘alâ ma‘shiyatik. Fa innî astaghfiruka, faghfirlî wa mâ ‘amiltu fîhâ mimmâ tardhâ, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawâba, fa’as’aluka an tataqabbala minnî wa lâ taqtha‘ rajâ’î minka yâ karîm. Artinya: “Tuhanku, aku meminta ampun atas perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu. Karenanya aku memohon ampun kepada-Mu. Ampunilah aku. Tuhanku, aku berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku yang terjanjikan pahala-Mu. Janganlah pupuskan harapanku. Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah.” Doa Awal Tahun بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اَللَّهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ العَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ المُعَوَّلُ، وَهَذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ، أَسْأَلُكَ العِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَائِه، وَالعَوْنَ عَلَى هَذِهِ النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ Allâhumma antal abadiyyul qadîmul awwal. Wa ‘alâ fadhlikal ‘azhîmi wa karîmi jûdikal mu‘awwal. Hâdzâ ‘âmun jadîdun qad aqbal. As’alukal ‘ishmata fîhi minas syaithâni wa auliyâ’ih, wal ‘auna ‘alâ hâdzihin nafsil ammârati bis sû’I, wal isytighâla bimâ yuqarribunî ilaika zulfâ, yâ dzal jalâli wal ikrâm. Artinya: “Tuhanku, Kau yang Abadi, Qadim, dan Awal. Atas karunia-Mu yang besar dan kemurahan-Mu yang mulia, Kau menjadi pintu harapan. Tahun baru ini sudah tiba. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis dan para walinya di tahun ini. Aku pun mengharap pertolongan-Mu dalam mengatasi nafsu yang kerap mendorongku berlaku jahat. Kepada-Mu, aku memohon bimbingan agar aktivitas keseharian mendekatkanku pada rahmat-Mu. Wahai Tuhan Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan.”

Ihsan untuk Indonesia

Oleh: Dr H Aji Sofanudin, pengurus KAHMI Jawa Tengah 2017-2022. Sebentar lagi kita akan memperingati tahun baru Islam, 1 Muharram 1443 H. Peringatan tahun baru ini berdekatan dengan peringatan HUT ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2021. Momentum tahun baru hijriah dan HUT ke-76 Kemerdekaan RI ini, diperingati dalam suasana pandemi. Tentu, acara yang potensial menimbulkan kerumunan akan dihindari. Pemasangan bendera dan umbul-umbul menyambut HUT Kemerdekaan RI, telah terpasang sejak 1 Agustus 2021 s.d 31 Agustus 2021. Peringatan tahun baru Islam sekaligus HUT Kemerdekaan yang berdekatan sejatinya mengingatkan sejarah proklamasi kemerdekaan. Bagi umat Islam, sejarah proklamasi 17 Agustus 1945, merupakan bagian momentum keagamaan. Proklamasi dilakukan pada hari jum’at (menjelang jum’atan). Peristiwa tersebut terjadi pada saat puasa, sepertiga awal di bulan Ramadlan, tepatnya 9 Ramadlan 1364 H. Sepertiga awal di bulan Ramadhan, bagi umat muslim adalah rahmat (kasih sayang Tuhan). Praktis, pada waktu itu umat Islam sedang dalam suasana puncak keberagamaan. Ajaran Pokok: Iman, Islam dan Ihsan Upaya membenturkan “keislaman” dan “keindonesiaan”, “kebangsaan” dan “keumatan”, selain ahistoris juga menyakitkan. Umat Islam sejak dulu dan hingga sekarang selalu terdepan dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Sebagai agama, Islam memiliki tiga ajaran pokok: Iman, Islam, dan Ihsan. Ihsan atau berbuat baik merupakan puncak beragama. Setiap jum’at bilal mengingatkan: “Innallaha ya’muru bil adli wal ihsan…” Allah menyuruh kita belaku adil dan berbuat kebajikan. Berbuat kebajikan tidak selalu harus berupa uang, berupa harta benda, dan materi. Kita menerapkan protokol kesehatan, dengan niat menjaga orang lain, itu juga bagian dari ihsan. Hifdlun nafsi merupakan tanggung jawab kita semua. Dalam QS Al-Maidah ayat 32 disebutkan: Wa man ahyaa ha, faka annamaa ahya annasa jamii’a. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia Umat Islam selalu Ihsan untuk Indonesia, misalnya dengan menerima musibah covid-19 dengan penuh kesabaran. Umat Islam semestinya menjadi teladan, dalam menerapkan: 5 M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas). Mudah-mudahan dengan umat Islam menjadi teladan, penyebaran virus ini segera bisa diatasi. Dalam sebuah hadits disebutkan: “Barangsiapa yang tidak peduli atau tidak menganggap penting urusan kaum muslimin maka dia bukan bagian dari mereka” Qurban untuk Indonesia Umat Islam juga baru saja merayakan Idul Adha atau Idul Qurban. Meskipun dalam pembatasan kegiatan Qurban, melalui SE Menteri Agama RI Nomor 17 Tahun 2021 tentang Peniadaan Peribadatan di Tempat Ibadah, ghiroh umat Islam tidak berkurang. Ibadah Qurban tetap berlangsung, meskipun waktu pelaksanaannya diundur pada hari Tasyrik, 11, 12,13 dzulhijjah. Tempat pelaksanaan penyembelihan qurban pun banyak dilakukan di RPH (Rumah Potong Hewan), sehingga tidak menimbulkan kerumunan. Kalau kita merenung, sesungguhnya esensi Qurban adalah menebarkan kebaikan. Apalagi di era pandemi seperti saat ini, jiwa berkurban sangat tepat dikembangkan dalam berbagai kebajikan. Peduli terhadap sesama yang berkekurangan, jogo tonggo, membantu meringankan beban tetangga. Dengan kita sehat, berarti membantu meringangkan tugas para dokter dan tenaga medis lainnya. Mengembangkan kebersamaan dalam mengatasi pandemi merupakan bukti kaum muslimin mempraktekkan jiwa berkurban dalam kehidupan nyata. Di samping juga tentu, dengan membagikan daging kurban bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan sekaligus untuk hadiah (menggemberikan sesama). Secara umum, orang muslim tidak egois, merasa tidak terkena covid, kemudian bersikap sombong dan tidak berdisiplin mengikuti protokol kesehatan, bahkan mencerca mereka yang berdisiplin dan taat aturan dengan tudingan penakut dan sejenisnya. Islam, mengajarkan kepada kita keseksamaan sebagai bagian dari takwa dan ikhtiar untuk mengatasi musibah. Marilah kita kembangkan nilai-nilai berkurban: solidaritas sosial, kebersamaan yang tulus kita wujudkan dalam keseharian dengan berbagai aktivitas: gemar menolong, berbagi rezeki, melapangkan jalan orang yang kesulitan, mengedepankan kepentingan orang banyak. Semuanya adalah cerminan sikap ihsan kita. Setiap muslim harus Ihsan, memberi kebaikan bagi sesama dan lingkungan. Qurban telah mengajarkan kepada kita untuk menjauhi sikap egoisme, bertindak semaunya sendiri, berbuat merugikan orang lain, membahayakan orang lain. Kita harus menjauhi sikap tamak, membuat kerusakan di bumi, korupsi dan perbuatan lain yang merugikan. Pasca Idul Adha, setiap kita perlu terus dan terus menyebarluaskan dan mempraktikan kebaikan dengan taawun. Taawun, tolong-menolong dalam kebaikan dan tidak tolong menolong dalam keburukan. “Tolong menolonglah dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” begitu perintah Alquran. Janganlah kita menjadi orang “muflish” atau orang yang bangrut. Bukan dalam arti tidak punya uang, barang, property, atau tekor. Tetapi orang yang sudah berbuat baik, tetapi pahalanya hilang/berpindah ke orang lain karena lisan dan tangannnya yang berbuat maksiat. Sebagaiamana diceritakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh MuslimDari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: tahukah kalian siapakah (golongan) orang yang bangkrut itu/orang muflish itu? Para sahabat menjawab: orang yang tidak punya uang, tidak punya modal, tidak punya asset, properti. Lantas Nabi bersabda: sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) sholat, puasa, dll. Namun dia mencaci maki (tidak bisa menjaga mulutnya), menuduh si anu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah, dan memukul orang. Maka orang tersebut diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan yang lainnya diberikan kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikan telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya (maka) kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan kepadanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka (HR Muslim). Seorang muslim (yang sempurna) adalah dia yang mampu memberikan keselamatan bagi muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya (dari perbuatan maksiat). Semoga kita menjadi muslim sempurna, yakni mampu berbuat ihsan: berbuat baik dan menyebarkan kebaikan. Selamat Tahun Baru Hijriah 1443 H, teruslah berbuat Ihsan untuk Indonesia.