Jowonews

Terpapar Covid-19, Ketua KPU Sumsel Meninggal Dunia

PALEMBANG, Jowonews- Ketua Komisi Pemilihan Umum Sumatera Selatan (KPU Sumsel) Kelly Mariana meninggal dunia di Rumah Sakit Charitas Palembang pukul 06.00 WIB setelah sempat terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara itu suaminya masih diisolasi. “Iya pagi tadi (meninggal) terpapar Covid-19, mohon doanya,” kata Anggota KPU Sumsel Bidang Sosdiklih Parmas dan SDM Amrah Sulaiman saat dikonfirmasi, Ahad (17/1) Menurutnya, Kelly Mariana yang merangkap divisi keuangan, umum, logistik, dan rumah tangga tersebut akan dimakamkan dengan protokol Covid-19 sehingga rekan-rekan sejawatnya tidak dapat mengantar jenazah ke TPU Kebun Bunga Palembang. Sebelumnya Kelly Mariana mengaku terkonfirmasi positif Covid-19 pada 13 Januari 2021 dan menunjuk Amran Muslimin sebagai pelaksana harian Ketua KPU. Kelly harus menjalani isolasi di RS Charitas Palembang karena mengalami gejala sakit serta meminta SDM KPU yang berkontak denganya melakukan uji usap. Kelly diketahui berapakali berkegiatan di Jakarta sebelum terkonfirmasi positif. Kemudian setelah dinyatakan positif Covid-19 seluruh SDM KPU Sumsel diliburkan untuk sterilisasi gedung. Kelly Mariana lahir di Palembang 5 September 1967, perempuan yang pernah mengenyam pendidikan St Jhons Collage Whyalla South Australia (1988) dan Fisipol Universitas Sriwijaya (1992) itu meninggalkan seorang suami A. Yamin serta empat orang anak. Sebelum menjadi Ketua KPU Sumsel untuk periode 2018/2023, Kelly pernah menjadi komisioner KPU Sumsel periode 2009-2013, pernah juga menjadi konsultan Kepemiluan BRIDGE untuk KPU Australia (AEC) 2014-2015 dan konsultan Kepemiluan BRIDGE untuk KPU (2015-2018). Selain itu Kelly masih tercatat sebagai anggota Internasional Electrion Expect Forum sejak 2011 dan anggota AFS Internasional sejak 1989.

500 Lebih Anak di Jateng Terpapar Virus Covid-19

SEMARANG, Jowonews- Jumlah anak-anak yang terpapar Covid-19 di Jateng cukup mengkhawatirkan. Angkanya sudah mencapai di atas 500 penderita. “Jumlah anak di Jateng yang terpapar Covid-19 sebanyak 538 anak yang terdiri dari 222 anak perempuan dan 316 anak laki-laki berusia 0-11 tahun,” kata Ketua Tim Ahli Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Jawa Tengah dokter Anung Sugihantono pada seminar secara daring dengan tema “Peran Media dalam Mempromosikan Program Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di Masa Pandemi: Anak-anak Dalam Pusaran Klaster Keluarga COVID-19” di Semarang, Jumat. Menurut dia, data tersebut berdasarkan sistem pelaporan yang diakses di coronajateng.co.id pada Kamis (17/9) pada pukul 11.00 WIB.”Orang tua harus mengajarkan anaknya mengenai penerapan protokol kesehatan seperti yang termudah mencuci tangan dan memakai masker setiap saat,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Setya Dipayana, dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan bahwa anak memiliki kekebalan tubuh atau imunitas yang bagus. “Karena imunitasnya bagus, mereka kemungkinan justru menjadi asymptomatis yakni telah terpapar Covid-19, namun tidak menimbulkan gejala apa-apa karena mereka kebal,” katanya. Akan tetapi, lanjut dia, ketika mereka berdekatan dengan orang yang kekebalannnya menurun atau orang tua, maka mereka menjadi penular atau bisa disebut penyebar super (super spreader). “Anak-anak jadi carrier, dia bisa menyebarkan ke mana pun tanpa terdeteksi, namun keluarga sekarang sering bilang anaknya tidak usah dicek karena merasa kasihan. Padahal kita tahu, ia bisa menjadi penyebar. Oleh karena itu kita semua harus sadar dengan membuat adaptasi kepada kebiasaan baru bagaimana agar penularan itu tidak terjadi,” ujarnya. Sementara itu, psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata, Kuriake Kharismawan, yang juga menjadi sukarelawan penanganan COVID-19 bagi pasien positif di Rumah Dinas Wali Kota Semarang menjelaskan bahwa jumlah anak yang terpapar corona terus meningkat. “Pagi tadi ada 16 anak, Rabu lalu bahkan ada yang melarikan diri. Untung segera kami temukan lagi. Yang pasti, sifat anak-anak itu adalah ingin bermain dan pergi ke mana-mana. Itu adalah karakter khas anak di masa puber. Selain itu mereka selalu ingin tantangan,” katanya. Selain itu, Kuriake juga melihat stigma pasien Covid-19 yang justru membuat yang bersangkutan menjadi tersudut. “Kami ingini masyarakat tidak memberi stigma negatif. Jangan dijauhi, bila mereka dinyatakan sembuh, berarti itu memang sembuh,” ujarnya.