Jowonews

Siapkan Masyarakat Hadapi Tsunami

JAKARTA, Jowonews- -Teknologi secanggih apa pun tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap hadapi bencana tsunami. “Semua teknologi, superkomputer yang mendukung sistem peringatan dini akan lumpuh, akan sia-sia dan tidak ada gunanya kalau aspek kultur tidak siap. Aspek kultur ini adalah masyarakat dan pemda,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat membuka webinar dalam rangka peringatan Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang dipantau di Jakarta, Jumat (13/11). Dalam webinar Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang diperingati setiap 5 November itu, Dwikorita mengatakan aspek kultur, yaitu pemerintah daerah dan masyarakat sebagai ujung tombak menjadi tantangan dalam kesiapsiagaan bencana. Menurut dia, apabila masyarakat dan pemda di daerah rawan bencana tsunami tidak memiliki kapasitas untuk mengoperasikan dan memelihara sirine peringatan dini tsunami, teknologi yang sudah disiapkan tidak akan berguna. BMKG telah membangun sistem peringatan dini tsunami, yaitu Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang telah beroperasi sejak 2008. Hal senada disampaikan narasumber webinar dari Unesco Indonesia Ardito M Kodijat. Ardito mengatakan banyak pembelajaran dari kejadian tsunami yang lalu bahwa sistem peringatan dini tsunami yang canggih tidak akan menyelamatkan nyawa jika masyarakat berisiko tidak memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk merespons peringatan dini tersebut. “Kalau kita punya sistem yang sangat canggih, saat ini bisa mengeluarkan peringatan dini dalam waktu yang sangat singkat kurang dari empat menit, Tapi kalau masyarakatnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, sistem peringatan dini itu tidak menjamin keselamatan,” ujar Ardito sebagaimana dilansir Antara. Dia mengatakan dalam keadaan darurat tsunami, risiko kehilangan nyawa dan harta benda masyarakat pesisir dengan tingkat kesiapan rendah atau tidak ada sangat tinggi. Selain itu, rantai peringatan yang lemah atau terputus, sehingga informasi tidak sampai ke masyarakat juga tidak ada arahan untuk masyarakat mengevakuasi diri. Hal itu bisa karena ketidaksiapan SDM, prosedur atau masalah teknologi. Menurut dia, selama ini sistem peringatan dini terfokus pada peningkatan teknologi, tapi perlu juga fokus pada kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi tsunami.

Megathrust Mentawai Bisa Picu Gempa 8,9 Magnitudo dan Tsunami 10 Meter

JAKARTA, Jowonews- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) mengatakan berdasarkan pendapat para ahli jika terjadi patahan Megathrust Mentawai, akan terjadi gempa Bumi berkekuatan 8,9 magnitudo. “20 sampai 30 menit kemudian disusul gelombang tsunami di Kota Padang setinggi enam hingga 10 meter dengan jarak dua hingga lima kilometer,” kata kata Kepala Bidang (Kabid) PK BPBD Provinsi Sumbar Syahrazad Jamil pada diskusi virtual terkait upaya pengurangan risiko bencana tsunami di Provinsi Sumbar yang dipantau di Jakarta, Jumat. Bencana alam tersebut diprediksi setidaknya berdampak pada 1,3 juta penduduk. Dengan menggunakan skenario terburuk, diperkirakan 39.321 jiwa meninggal dunia, 52.367 hilang dan 103.225 mengalami luka-luka. “Pelabuhan Teluk Bayur dan Bandara Minangkabau hancur, itu prediksi para ahli,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Sebagaimana diketahui, ujar dia, Pulau Sumatera sudah mengalami beberapa kali bencana tsunami. Khusus di Sumbar, tsunami terjadi di Kepulauan Mentawai pada 25 Oktober 2010 dengan menelan korban jiwa hingga 408 orang. Guna mewaspadai kemungkinan terburuk tersebut, Provinsi Sumbar melakukan berbagai upaya, di antaranya membangun kemitraan dan koordinasi bersama Non Governmnet Organization (NGO ) nasional maupun internasional termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pemerintah Sumbar, lanjut dia, juga bekerja sama dalam pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan kelompok siaga bencana hingga tingkat desa atau kelurahan. Selanjutnya, kerja sama dengan TNI dan Polri terus diperkuat dalam hal penanggulangan bencana termasuk dengan perguruan tinggi negeri maupun swasta di provinsi tersebut. Tidak hanya itu, program dan kegiatan pengurangan risiko bencana juga terus dikuatkan dengan membentuk satuan pendidikan aman bencana, kelompok siaga bencana, latihan evakuasi mandiri dan pembangunan sarana mitigasi serta evakuasi berupa shelter, peta jalur evakuasi, dan peringatan dini. “Bantuan shelter yang kita bangun memberikan rasa aman bagi masyarakat. Apalagi, sejak kejadian gempa 2009 sudah menjamur bangunan seperti hotel yang memberikan rasa aman,” katanya.