Warak Ngendhog, Hewan Mitologi yang Melambangkan Tiga Suku di Semarang
Di kalangan anak-anak, Warak ngendhog dikenal sebagai mainan yang selalu dikaitkan dengan festival Dugderan, sebuah festival rakyat di kota Semarang, Jawa Tengah, yang berlangsung pada awal bulan Ramadhan untuk menyambut, mengamalkan dan sekaligus mendakwahkan kebaikan. Semarang bukan hanya tentang Lawang Sewu dan Lumpia Gang Lombok saja. Ketika kita membicarakan tentang Semarang, ada banyak hal menarik dan berharga yang bisa memberikan makna penting. Perkotaan ini dikenal sebagai tempat di mana berbagai budaya berdampingan selama berabad-abad. Adanya keselarasan antara suku bangsa di Semarang telah menciptakan perpaduan dan penyatuan budaya yang telah terjaga sejak lama dan menjadi dasar kehidupan masyarakat di kota tersebut. Di Semarang, selain melalui makanan khas dan karya seni, juga terdapat makhluk legendaris yang menjadi ciri khas kota tersebut. Makhluk tersebut bukanlah entitas yang umum, karena dia menggambarkan berbagai macam variasi yang ada di kota Semarang. Hewan tersebut biasa disebut dengan Warak Ngendog. Warak Ngendhog adalah sebuah figur hewan yang terdiri dari tiga bagian yang mencerminkan tiga komunitas utama di kota Semarang, yakni Tionghoa, Arab, dan Jawa. Bentuk representasi Cina digambarkan dengan kepala Warak Ngendhog yang memiliki kemiripan dengan Barongsai, sementara badannya menyerupai Buraq yang melambangkan budaya Arab. Sementara itu, Jawa direpresentasikan dengan empat kaki Warak Ngendhog yang memiliki kemiripan dengan kaki kambing. Selain itu, bentuk Warak Ngendhog yang lurus juga merupakan perlambang masyarakat Semarang. Bentuk lurus itu bermakna masyarakat Semarang yang terbuka lurus dan bicara apa adanya. Tidak ada yang tahu dari mana asal mula Warak Ngendog. Tetapi, pada kenyataannya, makhluk ini dianggap sebagai simbol Kota Semarang dan sangat terkenal di kalangan masyarakat di sini. Warak Ngendhod didapatkan dari gabungan dua kata dari dua bahasa yang berbeda. Warak berasal dari Warai yang berarti suci, sedangkan ngendhog berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti berkembangbiak melalui telur. Apabila dipahami lebih mendalam, Warak Ngendhog mengindikasikan imbalan kebaikan yang diperoleh oleh seseorang setelah menjalani bulan puasa yang suci. Siapa pun yang menjaga kesucian/keutuhan selama bulan Ramadhan akan diberi pahala ketika hari raya Idul Fitri tiba. Warak Ngendhog hadir hanya sekali dalam setahun, pada festival adat Dugderan, perayaan yang digelar oleh warga Semarang untuk menghormati kedatangan bulan Ramadhan. Selama festival Dugderan, sebagian waraga Semarang akan menyelenggarakan festival budaya dan mengarak Warak Ngendhog sebagai ikon utama festival. Festival Budaya Dugderan tidak hanya sebagai tanda dimulainya bulan puasa, tetapi juga sebagai simbol persatuan dan kesatuan antara berbagai etnis yang ada di Semarang. Warak Ngendhog adalah representasi bagaimana warga Semarang hidup bersama meskipun memiliki perbedaan yang banyak, tetapi tetap menjaga dan mempertahankan nilai-nilai kebersamaan yang dianggap penting sebagai warisan budaya setempat.