Jowonews

WHO Serukan Vaksin COVID-19 Dibagikan Sebagai Barang Publik

JENEWA, Jowonews.com – Vaksin untuk virus corona harus tersedia sebagai barang publik global, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (12/6), untuk memastikan semua orang mendapat akses yang sama atas produk penyelamat nyawa yang sedang dikembangkan itu. “Banyak pemimpin…mempromosikan gagasan pembuatan vaksin apa pun sebagai barang publik global, tetapi itu harus terus dipromosikan,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat konferensi pers. “Lebih banyak pemimpin harusnya bergabung dengan upaya tersebut dan kita perlu memiliki komitmen politik global yang sungguh-sungguh serta konsensus global bahkan sebelum kita mempunyai produk tersebut,” katanya. “Itulah yang sedang kami dorong.” Tedros mengeluarkan seruan itu setelah muncul kekhawatiran bahwa sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, bisa saja menimbun vaksin atau obat apa pun yang mereka kembangkan untuk melawan COVID-19 sementara negara miskin tidak mendapat akses ke pengobatan yang mereka butuhkan. Situasi saat ini di Brazil, yang kini menjadi salah satu pusat penyebaran COVID-19 di dunia, semakin menjadi perhatian apalagi di perkotaan, menurut pakar kedaruratan senior WHO, Mike Ryan. Sistem kesehatan Brazil “masih bertahan” meski sejumlah unit perawatan intensif (ICU) berada pada tahap kritis dan di bawah tekanan berat dengan tingkat hunian tempat tidur di atas 90 persen, kata Ryan. (jwn5/ant)

Indonesia Akan Produksi 16 Ribu APD Berstandar WHO per Hari

JAKARTA, Jowonews.com – Pelaku industri domestik dalam waktu dekat akan memproduksi 16.000 alat pelindung diri (APD) setiap harinya dengan kriteria yang sesuai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menteri Perindustrian Agus Gumiwang dalam konferensi pers secara virtual usai rapat terbatas di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya melalui Balai Besar Tekstil Kementerian Perindustrian sudah bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Kemudian kerja sama itu juga diperluas dengan melibatkan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). “Maka sudah mampu kita produksi APD yang sesuai standar WHO. Sudah disesuaikan standar WHO. Dalam waktu dekat bisa produksi 16 ribu per hari.” katanya usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo melalui konferensi video mengenai optimalisasi industri dalam negeri untuk penanganan COVID-19. Di tengah situasi pandemi, APD menjadi fasilitas pelindung utama bagi para dokter tenaga medis yang merupakan garda terdepan dalam menangani COVID-19. APD layanya kebutuhan utama bagi paramedis. Indonesia sempat mengalami kekurangan stok APD dan memicu dampak buruk pada keselamatan dokter dan tenaga medis. Banyak tenaga medis dan dokter yang menggunakan alat pelindung seadanya dan tidak layak seperti halnya penggunaan jasa hujan. Hal itu karena kurangnya pasokan APD saat situasi pandemi COVID-19 sudah terjadi. Saat membuka rapat terbatas, Presiden menyampaikan ketersediaan alat kesehatan, obat-obatan dan bahan baku farmasi di tengah situasi pandemi COVID-19 ini harus dipastikan cukup untuk saat ini, dan untuk beberapa waktu ke depan. Hal itu juga menyangkut ketersediaan APD bagi dokter dan tenaga medis. Pasalnya, saat ini terdapat 213 negara di dunia yang terdampak pandemi COVID-19. Banyak negara di dunia saling memperebutkan pasokan alat kesehatan dan barang farmasi guna mengatasi wabah penyakit yang menyerang saluran pernafasan itu. Kepala Negara meminta jajaran menteri dan pimpinan lembaga untuk mengevaluasi kembali seluruh potensi sumber daya industri domestik seperti industri bahan baku obat farmasi, industri Alat Perlindungan Diri (APD), masker, ventilator dan lainnya. “Kita harus melihat kembali seluruh potensi sumber daya yang kita miliki di negara kita terutama industri dalam negeri kita,” kata Jokowi. Presiden juga mengingatkan bahwa ekspor barang terkait penanganan COVID-19 harus dilakukan selektif karena perlu mengutamakan kebutuhan domestik terlebih dahulu. Selain itu impor bahan baku untuk membuat alat kesehatan dan barang farmasi untuk menangani COVID-19 harus dipermudah. (jwn5/ant)

Studi Terbaru, Semua Orang Harus Pakai Masker

JAKARTA, Jowonews.com – Meskipun Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan hanya mereka yang sakit yang mengenakan masker, ternyata studi terbaru mengarahkan semua orang harus bermasker untuk mencegah penularan infeksi virus corona baru (COVID-19). Apakah Anda merasa sedang sakit atau sehat tanpa keluhan, sebaiknya Anda mengenakan masker terutama ketika bepergian pada situasi sekarang. Kenapa? Karena, berdasarkan studi terbaru oleh Komisi Tetap Penyakit Menular dan Ancaman Abad 21 di Amerika Serikat, virus corona bisa menular melalui percakapan dan pernapasan normal dengan orang yang terpapar. Kesimpulan studi yang dipublikasikan di laman Academy of Science Engineering Medicine dan menjawab pertanyaan resmi Gedung Putih itu secara tegas menyebut bahwa virus corona bisa menyebar hanya melalui percakapan dan pernapasan. Setelah konfirmasi dari para ilmuwan itu, Amerika Serikat bahkan sekarang menganjurkan semua warganya mengenakan masker, pembaruan imbauan yang disampaikan dua hari lalu. Produksi masker di AS pun digenjot. Gugus Tugas COVID-19 Gedung Putih, sesuai dengan Undang-Undang Produksi Pertahanan, disarankan untuk mengarahkan pangkalan manufaktur meningkatkan kapasitas produksi masker, di luar upaya 3M, yang telah menggandakan produksi masker N95 global menjadi sekitar 100 juta sebulan. Mereka juga berencana untuk mendorong menjadi 2 miliar masker dalam setahun. Negara ini harus menggunakan kembali kapasitas produksi yang ada untuk mengatasi pasokan kritis dan memberikan tantangan bagi produsen nasional untuk menghasilkan surplus 1 miliar masker pada akhir April 2020 dan setidaknya 1 miliar per minggu sesudahnya. Upaya itu akan mencukupi kebutuhan beberapa masker semua orang Amerika per minggu. Biaya produksi diharapkan kurang dari 1 dolar per masker atau 1 miliar dolar per minggu, tulis TechCrunch. “Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (The Centers for Disease Control/CDC) merekomendasikan orang Amerika mengenakan masker kain,” kata Trump dalam briefing pers coronavirus Jumat (3/4). “Ini sukarela. Saya tidak berpikir saya akan melakukannya,” tambahnya. CDC memperbarui situs webnya Jumat untuk menambahkan bagian pada masker pelindung. “Kami sekarang tahu dari penelitian baru-baru ini bahwa sebagian besar orang dengan coronavirus tidak memiliki gejala (asimptomatik) dan bahkan mereka yang pada akhirnya mengembangkan gejala (pra-gejala) dapat menularkan virus kepada orang lain sebelum menunjukkan gejala.” Sehubungan dengan bukti baru ini, CDC merekomendasikan untuk mengenakan masker kain dalam pengaturan publik di mana langkah-langkah jarak sosial lainnya sulit untuk diterapkan di daerah-daerah tertentu. CDC merekomendasikan warga AS mengenakan masker kain karena masker bedah saat ini pasokannya sangat terbatas. (jwn5/ant)

WHO: COVID-19 Merupakan Pandemi yang Dapat Dikendalikan

JAKARTA, Jowonews.com – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pandemi virus corona atau COVID-19 merupakan pandemi yang dapat dikendalikan dengan melakukan langkah-langkah pengendalian yang cepat dan tepat. “Ini adalah pandemi yang dapat dikendalikan. Negara-negara yang memutuskan untuk menyerah pada langkah-langkah kesehatan masyarakat yang mendasar dapat berakhir dengan masalah yang lebih besar, dan beban yang lebih berat pada sistem kesehatan yang membutuhkan langkah-langkah yang lebih berat untuk dikendalikan,” kata Tedros dalam keterangannya dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Jumat. Tedros mengatakan WHO mendesak seluruh negara untuk mengambil langkah pendekatan secara komprehensif yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing tiap negara, dengan pengendalian sebagai pilar utama. WHO menjelaskan alasannya menetapkan penyebaran virus COVID-19 sebagai pandemi ialah dikarenakan penularan virus dalam skala yang besar dan cepat. Selain itu, alasan keduanya karena WHO menilai beberapa negara tidak memiliki komitmen politik yang diperlukan untuk mengontrol penyebaran virus dalam menanggapi ancaman ini. Tedros mendorong seluruh negara untuk melipatgandakan upaya-upaya dalam penanganan COVID-19 dalam situasi pandemi seperti sekarang ini. “Biar saya perjelas, menggambarkan situasi ini sebagai pandemi tidak berarti bahwa negara-negara harus menyerah. Gagasan bahwa negara-negara harus beralih dari penahanan ke mitigasi adalah salah dan berbahaya. Sebaliknya, kita harus melipatgandakannya,” kata dia. Dia menerangkan setiap negara harus mencapai keseimbangan antara melindungi kesehatan, mencegah gangguan ekonomi dan sosial, dan menghormati hak asasi manusia. Bagi negara-negara yang belum terdapat kasus COVID-19, dia meminta agar bersiap-siap dalam segala sesuatu. Tedros menyebut per hari kemarin masih ada 77 negara dan wilayah yang tidak terinfeksi, dan 55 negara dan wilayah yang baru melaporkan 10 kasus atau kurang. Dia meminta agar negara tersebut mempertahankan kondisi itu dan menyiapkan SDM dan berbagai fasilitas kesehatan. Yang kedua, Tedros meminta setiap negara untuk mendeteksi, mencegah, dan mengobati kasus. WHO menegaskan untuk penguatan pengawasan agar dapat menemukan kasus, mengisolasi, memeriksa dan merawat setiap kasus, dan memutus rantai penularan. Ketiga, WHO menginstruksikan agar negara-negara berupaya mengurangi terjadinya penularan. “Itu berarti menemukan dan mengisolasi sebanyak mungkin kasus, dan mengkarantina kontak terdekat mereka. Bahkan jika Anda tidak dapat menghentikan penularan, Anda dapat memperlambatnya dan melindungi fasilitas kesehatan, panti jompo, dan area vital lainnya, tetapi hanya jika Anda menguji semua kasus yang dicurigai,” kata dia. Yang keempat adalah berinovasi dan berimprovisasi. Dia menjelaskan bahwa virus bernama resmi SARS CoV 2 ini merupakan virus baru dengan kondisi yang baru. Dia meminta agar seluruh negara mempelajari virus ini, dan menemukan cara baru untuk mencegah infeksi, menyelamatkan nyawa, dan meminimalkan dampak. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto sekaligus Juru Bicara Pemerintah soal Penanganan COVID-19 menyatakan hingga saat ini terdapat 34 kasus positif COVID-19 di Indonesia. Sebanyak tiga orang pasien telah dinyatakan sembuh dan satu orang warga negara asing yang terinfeksi virus tersebut meninggal dunia karena memiliki penyakit penyerta. (jwn5/ant)

WHO Resmi Nyatakan Virus Corona Sebagai Pandemi

JENEWA, Jowonews.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu (11/3), menyatakan virus corona baru sebagai pandemi,  yang berarti wabah itu menyebar luas ke seluruh dunia.  Badan PBB itu menambahkan bahwa Italia dan Iran kini berada di garis depan penyakit tersebut, dan sejumlah negara lainnya akan menyusul. “Kami sangat khawatir baik dengan tingkat penyebaran dan keparahan maupun tingkat kelambanan untuk menangani virus corona. Dengan demikian kami menilai bahwa COVID-19 dapat diketegorikan sebagai pandemik,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus saat konferensi pers, Rabu. Ia mendesak masyarakat dunia agar menggandakan upaya untuk membendung wabah tersebut. Langkah agresif, katanya, masih mampu berperan besar dalam membatasi pandemi.  Kepala program kedaruratan WHO, Mike Ryan, menyebutkan situasi di Iran “sangat serius” dan badan tersebut ingin melihat pengawasan yang lebih serta pengobatan ekstra bagi mereka yang terdampak. Virus corona, yang pertama kali muncul di China pada Desember, meluas ke seluruh dunia hingga menghentikan kegiatan industri, menunda penerbangan di berbagai negara, menutup sekolah serta memaksa penundaan pertandingan olahraga serta sejumlah konser musik. WHO menyatakan darurat kesehatan masyarakat, yang menjadi kekhawatiran internasional, sebagai “tingkat peringatan tertinggi” pada 30 Januari ketika terdapat kurang dari 100 kasus COVID-19 di luar China dan delapan kasus penularan antarmanusia. Kini virus tersebut telah menginfeksi 118.000 orang di 114 negara dan telah menelan 4.291 korban jiwa, dengan perkiraan jumlah tersebut akan terus meningkat, kata Tedros. WHO tak lagi memiliki kategori untuk menyatakan pandemi, kecuali influenza. (jwn5/ant)

WHO Sebut Kunci Pengendalian Corona Ialah Memutus Rantai Penyebaran

JAKARTA, Jowonews.com – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan kunci dalam mengendalikan virus COVID-19 adalah memutus rantai penularan sehingga kasus terhenti. Tedros dalam keterangan pada media Jumat (28/2) petang waktu Swiss, sebagaimana dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Sabtu, menegaskan bahwa belum ada bukti yang menunjukkan virus COVID-19 dapat menyebar secara bebas di tengah masyarakat luas. Dia menerangkan bahwa sebagian besar penularan terjadi melalui kontak dekat yang masih bisa ditelusuri riwayatnya atau pada kasus dalam kelompok tertentu. “Selama itu masalahnya, kita masih memiliki peluang untuk mengendalikan virus, jika tindakan tegas diambil untuk mendeteksi kasus lebih awal, mengisolasi dan merawat pasien, dan melacak riwayat kontak,” jelas Tedros. Sebelumnya Tedros menginformasikan laporan terbaru dari China yang menyebutkan bahwa virus ini tidak bisa menyebar secara langsung dalam komunitas masyarakat yang luas. Di Guangdong, para ilmuwan menguji lebih dari 320.000 sampel dari masyarakat dan hanya 0,14 persen yang positif COVID-19. Dia menyebut bahwa 24 kasus menyebar dari Italia ke 14 negara, dan 97 kasus menyebar dari Iran ke 11 negara. Peningkatan jumlah kasus yang terus menerus dan jumlah negara yang terkena dampak selama beberapa hari terakhir harus menjadi perhatian seluruh dunia. Ahli epidemologi WHO memantau perkembangan virus secara global terus menerus dan memutuskan untuk meningkatkan risiko penularan dan risiko dampak COVID-19 menjadi sangat tinggi dalam skala global. Tedros mengajak seluruh pemerintah untuk bersiap siaga dalam menghadapi COVID-19 apabila terjadi di negaranya. Dia menyerukan semua negara untuk mengedukasi masyarakatnya, memperluas pengawasan, berupaya menemukan kasus, mengisolasi dan merawat setiap kasus, melacak setiap riwayat kontak, dan berupaya melalui berbagai pendekatan masyarakat dan pemerintahan bahwa ini bukan hanya pekerjaan kementerian kesehatan saja. Di saat yang sama, Tedros juga menyampaikan sudah lebih dari 20 vaksin yang sedang dikembangkan secara global untuk mencegah virus ini. Sejumlah terapi pengobatan juga sedang dalam uji klinis yang diharapkan akan keluar hasilnya dalam beberapa minggu ke depan. Namun Tedros menekankan bahwa jangan hanya berfokus menunggu vaksin dan obat melainkan setiap individu harus melindungi diri sendiri dan orang lain, yaitu dengan melakukan pencegahan dan segera mengunjungi fasilitas kesehatan apabila sakit. Hingga saat ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan menyatakan tidak ada kasus positif virus corona COVID-19 di Indonesia. Dari 143 sampel yang dikirim dari 44 rumah sakit di 22 provinsi seluruhnya dinyatakan negatif COVID-19. (jwn5/ant)

Korban Virus Corona Capai 1027, WHO Tingkatkan Level Siaga Dunia

JAKARTA, Jowonews.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meningkatkan kesiagaan level risiko penularan dan risiko dampak dari virus COVID-19 untuk skala global menjadi sangat tinggi atau setara dengan China menyusul kasus baru per hari virus di dunia mencapai 1.027. Berdasarkan laporan situasi harian resmi WHO per 28 Februari 2020 yang dikutip di Jakarta, Jumat, total kasus COVID-19 secara global mencapai 83.652 dengan 1.358 penambahan kasus baru. Sebanyak 331 kasus baru terjadi di China sehingga totalnya menjadi 78.961 kasus dengan 2791 angka kematian (44 kematian baru). Sedangkan kasus terkonfirmasi baru di luar China sebanyak 1.027 kasus menjadi total 4.691 kasus di 51 negara dengan total 67 kematian (10 kematian baru). Jumlah kasus baru yang dilaporkan di luar China mencapai lebih dari 1.000 adalah untuk pertama kalinya semenjak virus COVID-19 ini diidentifikasi. Sementara penambahan 331 kasus baru di China merupakan yang terendah sejak lebih dari satu bulan yang lalu. Ini juga kali pertama WHO meningkatkan level kesiagaan atas risiko penularan dan risiko dampak dari COVID-19 untuk skala regional dan skala global menjadi risiko sangat tinggi atau setara dengan level siaga di China selama ini. Sebelumnya, level risiko skala regional dan global adalah risiko tinggi. Sebanyak lima negara melaporkan kasus COVID-19 pertamanya dalam 24 jam terakhir, yaitu Belarusia, Lithuania, Belanda, Selandia Baru, dan Nigeria. Di kawasan Pasifik Barat kasus terbanyak terjadi di Korea Selatan (2.337) dengan 571 kasus baru, Jepang (210) dengan 24 kasus baru, Singapura (96) bertambah tiga, Malaysia (24) bertambah dua, Australia (23), Vietnam (16), Filipina (3), Kamboja (1), Selandia Baru (1). Untuk wilayah Asia Tenggara tidak ada penambahan kasus baru yaitu Thailand (40), India (3), Nepal (1), Sri Lanka (1). Penyebaran di Benua Amerika terjadi di Amerika Serikat (59), Kanada (11) , dan Brasil (1). Wilayah Eropa paling banyak di Italia (650) bertambah 250 kasus, Prancis (38) bertambah 20, Jerman (26) bertambah lima, Spanyol (25) bertambah 13, Inggris (16) bertambah tiga, Swedia (7) bertambah lima, Swis (6) bertambah lima, Austria (4) bertambah dua, Norwegia (4) bertambah tiga, Yunani (3) bertambah dua, Israel (3) bertambah satu, Kroasia (3), Rusia (2), Finlandia (2), Belarusia (1), Lithuania (1), Belanda (1), Belgia (1), Denmark (1), Estonia (1), Georgia (1), Makedonia Utara (1), dan Rumania (1). Untuk wilayah Timur Tengah paling banyak dilaporkan terjadi di Iran (245) dengan penambahan 141 kasus baru, Kuwait (43), Bahrain (33), Uni Emirat Arab (19) bertambah enam, Irak (7) bertambah satu kasus, Oman (6) bertambah dua, Lebanon (2), Pakistan (2), Afghanistan (1), dan Mesir (1). Untuk wilayah Afrika adalah Aljazair (1), dan Nigeria (1). Sementara kasus COVID-19 di Kapal Diamond Princess yang berada di perairan Yokohama Jepang kini menjadi 705 kasus. Angka kematian paling banyak di luar China adalah Iran (26), Italia (17), Korea Selatan (13), Jepang (4), Kapal Diamond Princess (4), dan Filipina (1). Untuk Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan belum mengonfirmasi adanya kasus positif Covid-19. Pemerintah saat ini sedang berupaya memulangkan WNI yang berada di Kapal Diamond Princess Jepang setelah sebelumnya telah berhasil membawa 188 kru Kapal Dream World dari Selat Durian. Tim evakuasi yang merupakan gabungan dari sejumlah instansi dan kementerian telah diberangkatkan ke Jepang menuju Bandara Haneda menggunakan pesawat terbang milik Garuda Indonesia. Tim evakuasi bersama dengan 68 WNI dijadwalkan akan tiba di Tanah Air pada Minggu (1/3). Sebanyak 188 kru Kapal World Dream sudah sampai di Pulau Sebaru Kecil Kepulauan Seribu DKI Jakarta Jumat (28/2) untuk menjalani masa observasi selama 14 hari. (jwn5/ant)

WHO Ingatkan Setiap Negara Harus Siap Siaga Hadapi COVID-19

JAKARTA, Jowonews.com – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan seluruh negara di dunia harus bersiap dan siaga dalam menghadapi virus corona baru COVID-19. Tedros dalam keterangan pada media Kamis (27/2) petang waktu setempat, sebagaimana dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Jumat, mengingatkan seluruh negara di dunia untuk mempersiapkan segala hal yang harus dilakukan apabila terjadi kasus pertama COVID-19 di negaranya. “Tidak boleh ada negara yang beranggapan negaranya tidak akan terjadi kasus. Itu akan menjadi kesalahan yang fatal, secara harfiah,” kata Tedros. Tedros menekankan bahwa virus ini tidak menghormati batas-batas negara, tidak membedakan ras dan etnis, tidak mempedulikan PDB atau tingkat pembangunan suatu negara. Dia mengingatkan setiap negara bukan hanya fokus agar tidak ada kasus di negaranya, tapi bagaimana dan apa yang akan dilakukan apabila suatu negara memiliki kasus COVID-19 pertamanya. “Tapi kita tidak berputus asa. Kita bukannya tidak berdaya. Ada hal-hal yang dapat dilakukan setiap negara dan setiap orang,” tegas dia. Tedros menegaskan setiap negara harus siap untuk mendeteksi kasus secara dini, mengisolasi pasien, melacak riwayat kontak, menyediakan perawatan klinis yang berkualitas, mencegah terjadi wabah di rumah sakit, dan mencegah penularan terjadi di masyarakat. Dirjen WHO menerangkan beberapa pertanyaan penting yang harus dipersiapkan oleh setiap negara untuk melawan virus COVID-19. Yaitu apakah suatu negara siap jika terjadi kasus pertama, apa yang akan dilakukan jika saat itu tiba, apakah memiliki unit isolasi yang siap digunakan, apakah memiliki oksigen medis yang cukup, ventilator, dan peralatan vital lainnya, bagaimana agar mengetahui jika terjadi kasus di daerah lain pada suatu negara. Selain itu Tedros juga mempertanyakan mengenai kesiapan apakah terdapat sistem pelaporan di setiap fasilitas kesehatan dan cara meningkatkan kewaspadaan jika terjadi kekhawatiran, apakah petugas kesehatan memiliki pelatihan dan peralatan yang dibutuhkan dan aman, apakah tenaga kesehatan tahu cara mengambil sampel dengan benar, bagaimana pengecekan kesehatan di bandara dan perbatasan terhadap orang yang sakit, apakah laboratorium memiliki bahan kimia tepat untuk menguji sampel, apakah setiap masyarakat punya informasi yang benar dan tahu bagaimana penyakit tersebut, apakah kita siap menepis rumor dan informasi hoaks lalu melawannya dengan pesan informasi yang benar dan mudah dipahami orang, apakah suatu negara memiliki orang-orang di pihak yang sama dalam melawan wabah ini. “Ini adalah pertanyaan yang harus siap dijawab oleh setiap Menteri Kesehatan sekarang. Ini adalah pertanyaan yang akan menjadi perbedaan antara satu kasus dan 100 kasus dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Jika jawaban untuk semua pertanyaan ini adalah tidak, negara Anda memiliki celah yang akan dieksploitasi oleh virus ini,” tegas Tedros. Bahkan, lanjut dia, negara-negara maju pun bisa saja terkejut akan keganasan yang bisa dilakukan oleh virus ini bila tidak siap dalam menghadapinya. Dia menegaskan bahwa epidemi yang terjadi di Korea Selatan, Italia, dan Iran menunjukkan kemampuan sebenarnya virus ini. Tedros mengatakan bahwa WHO selalu menginformasikan virus COVID-19 berpotensi untuk menjadi pandemi pihaknya telah menyediakan alat untuk membantu setiap negara mempersiapkannya. WHO telah mengirimkan alat uji laboratorium untuk 57 negara dan peralatan pelindung diri ke 85 negara yang membutuhkannya. WHO juga telah melatih 80 ribu petugas kesehatan melalui kursus dalam jaringan (daring) dalam berbagai bahasa. WHO juga membuat panduan dengan aksi nyata yang bisa dilakukan setiap negara untuk mencegah, mendeteksi, dan mengelola kasus. Panduan tersebut juga mencakup indikator kinerja utama, perkiraan sumber daya yang diperlukan untuk persiapan menghadapi hingga 100 kasus. “WHO siap mendukung setiap negara untuk mengembangkan rencana nasionalnya,” kata Tedros. Tedros menekankan bahwa virus COVID-19 ini sangat mungkin untuk dikendalikan. Informasi terbaru dari China menyebutkan bahwa virus ini tidak bisa menyebar secara langsung dalam komunitas masyarakat yang luas. Di Guangdong, kata Tedros, para ilmuwan menguji lebih dari 320.000 sampel dari masyarakat dan hanya 0,14 persen yang positif COVID-19. Selain itu dia juga mencontohkan negara yang terjadi kasus namun belum melaporkan kasus lagi selama lebih dari dua minggu yaitu Belgia, Kamboja, India, Nepal, Filipina, Rusia, Sri Lanka, dan Vietnam. Menurut dia, virus COVID-19 bisa dikendalikan di negara tersebut karena masing-masing negara melakukan langkah-langkah awal yang agresif untuk mencegah penularan sebelum virus itu dapat berkembang. “Sekali lagi, ini bukan waktunya untuk takut. Ini adalah waktu untuk mengambil tindakan sekarang, untuk mencegah infeksi dan menyelamatkan nyawa. Ketakutan dan kepanikan tidak membantu. Orang dapat memiliki masalah, dan memang demikian. Orang bisa khawatir, dan memang begitu. Yang paling penting adalah untuk tenang dan melakukan hal yang benar untuk melawan virus yang sangat berbahaya ini,” kata Dirjen WHO itu. (jwn5/ant)