Sensasi Berenang di Dua Umbul Alami di Klaten, Seperti Berenang di 1.001 Galon Air Mineral
Dua mata air segar, Umbul Sigedang dan Umbul Kapilaler, menawarkan pengalaman berenang yang tak terlupakan di Kabupaten Klaten.
Dua mata air segar, Umbul Sigedang dan Umbul Kapilaler, menawarkan pengalaman berenang yang tak terlupakan di Kabupaten Klaten.
Umbul Ponggok di Klaten menjadi destinasi wisata yang menarik dengan keindahan alam dan beragam aktivitas menarik, termasuk berfoto dengan ikan dan snorkeling.
New Rivermoon di Klaten menawarkan pengalaman wisata menarik dengan River Tubing, Outbound, dan kuliner Nusantara di tengah keindahan alam.
Ekowisata Kali Talang di Klaten menawarkan keindahan alam yang menakjubkan, aktivitas seru, dan pengalaman tak terlupakan bagi para pengunjung.
Forest therapy di Kampung Sapuangin menyajikan pengalaman unik yang menggabungkan terapi psikologis dan keindahan alam, menjadikannya pilihan ideal untuk relaksasi.
Umbul Brondong di Desa Ngrundul, Klaten, menawarkan pengalaman liburan seru bagi keluarga dengan kolam renang yang segar dan ramah anak.
Ekowisata Kali Talang di Desa Balerante, Klaten, menyuguhkan panorama menawan Gunung Merapi dan pengalaman olahraga ekstrem yang mengundang wisatawan dari berbagai negara.
KLATEN – Klaten, Jawa Tengah, kini lebih dikenal sebagai lumbung padi dan surga wisata air yang memesona. Namun, pada masa penjajahan Belanda, Klaten ternyata merupakan pusat pabrik gula yang memikat. Pabrik-pabrik tersebut berdiri megah di Pedan, Gondang Winangoen, dan Klaten Kota. Mengulas jurnal Mozaik karya Ririn Darini, Dyah Ayu Anggraheni, dan Mudji Hartono, kita serasa dibawa kembali ke abad ke-19, di mana pabrik-pabrik gula tersebut sudah hadir. Hindia Belanda bahkan menjadikan 25 hingga 40 persen dari luas Klaten sebagai perkebunan tebu untuk memastikan pasokan bahan baku yang cukup. Dampak kehadiran pabrik-pabrik gula tak hanya dirasakan dalam dunia industri, tetapi juga memengaruhi infrastruktur. Pemerintah Hindia Belanda memperbaiki jalanan guna memperlancar transportasi hasil panen dan produksi pabrik gula. Bahkan, di Klaten, sebuah jaringan rel kereta api dibangun sebagai jalur pengangkut hasil perkebunan. “Pada 1862, perusahaan swasta Nerderlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) membangun rel kereta api. Pada 2 Maret 1872, jalur Semarang-Vorstenlanden (Solo)-Jogja sepanjang 58 kilometer mulai beroperasi,” ungkap Darini dalam jurnalnya yang dilansir oleh National Geographic pada Senin (24/1/2022). Seiring berjalannya waktu, kereta api juga menjadi alat transportasi bagi manusia. Baik penduduk pribumi maupun Eropa dapat dengan mudah menggunakan layanan kereta tersebut. Wilayah sekitar stasiun kereta api dan pabrik gula pun berkembang menjadi pusat ekonomi yang ramai. “Selain tenaga kerja yang dibutuhkan di pabrik-pabrik gula, munculnya pasar di sekitar kawasan industri juga membuka lapangan pekerjaan. Pada tahun 1918, pasar-pasar di Pedan, Pandansimping, Jatinom, dan Delanggu mengalami revitalisasi,” tambah Darini. Namun, sayangnya, tidak semua bangunan bekas pabrik gula di Klaten menyimpan kenangan indah. Meskipun bangunan pabrik gula Gondang Winangoen masih berdiri gagah di pinggir jalan utama Solo-Yogyakarta, beberapa pabrik lain, seperti Pabrik Gula Karanganom, mengalami nasib yang memilukan. “Pada masa lalu, Kampung Tanjunganom dikenal dengan nama ‘Babrik’ karena adanya bangunan ini. Namun sekarang, Pabrik Gula Karanganom hanya tinggal sisa-sisanya. Ini cukup disayangkan karena bangunan ini memiliki nilai sejarah. Seharusnya, kita menjaga agar generasi penerus tahu bahwa dulu di sini berdiri pabrik gula,” ungkap Gunarto, Kepala Desa Karangan, seperti dilansir oleh Tribun Jogja (10/2/2022). Bagaimanapun, kontribusi besar pabrik gula di Klaten telah membentuk daerah ini menjadi maju seperti sekarang. Semoga warisan bersejarah ini segera mendapatkan perhatian yang pantas agar dapat dilestarikan untuk generasi mendatang.