Jowonews

Logo Jowonews Brown

Tim Pemenangan Hendi-Ita Gunakan Uang Korupsi Damayanti

Hendi-Ita menjawab pertanyaan wartawan. (Foto: Achmad Munif/Jowonews)

JAKARTA, Jowonews.com– Walikota Semarang Hendrar Prihadi mengakui bahwa fungsionaris partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Tengah sudah mengembalikan uang Rp 300 juta yang diberikan oleh anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti.

“Yang mengembalikan bukan saya, karena yang terima bukan saya, diterima oleh temen-teman tim pemenangan partai,” kata Hendrar di gedung KPK Jakarta, Selasa (22/3).

Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengakui bahwa ada seorang saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mengembalikan uang Rp300 juta kepada penyidik KPK. Namun Priharsa tidak menyampaikan nama saksinya.

“Iya itu kamu tahu,” kata Hendrar saat ditanya wartawan mengenai uang Rp 300 juta yang dikembalikan ke KPK.

Namun Hendrar tidak menyampaikan tujuan pemberian uang tersebut, termasuk apakah uang tersebut digunakan sebagai dana kampanye.

“Kurang lebih begitu (untuk kampanye), nanti selebihnya tanya penyidik. Saya lupa tanggal berapa, tanya penyidik saja ya,” tambah Hendrar singkat.

Hendrar pun menjelaskan ia tidak tahu asal uang dari Damayanti tersebut.

“Mana pernah, masa orang mau bantu saya tanya halal apa haram,” ungkap Hendrar.

Pada Senin (21/3), Damayanti juga mengembalikan uang sebesar 240 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 2,28 miliar) kepada penyidik KPK yang terdiri dari 10 ribu dolar Singapura berjumlah 18 lembar dan sisanya pecahan 1.000 dolar Singapura dan 100 dolar Singapura.

Sebelumnya Damayanti juga mengembalikan uang Rp1,1 miliar. Dua pengembalian tersebut erpisah dari uang yang disita saat operasi tanggap tangan pada 14 Januari 2016 sebesar 33 ribu dolar Singapura.

BACA JUGA  FKPPI Kawal Hendi-Ita, Semua Anggota Wajib Mengamankan

Namun Priharsa tidak menyampaikan dari siapa Damayanti mendapatkan uang tersebut dan apa tujuan pemberian uang itu.

“Kemungkinannya bisa penyuap lain atau proyek lain. Yang bersangkutan terbuka menyampaikan ke penyidik mengenai asal uang, sampai saat ini kami belum bisa menyampaikan,” ungkap Priharsa pada Senin (21/3).

Selain Damayanti, tersangka lain dalam kasus ini yaitu anggota Komisi V DPR dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto juga pernha mengembalikan uang 305 dolar Singapura, namun Budi mengembalikan uang itu ke Direktorat Gratifikasi pada 1 Februari, namun KPK menilai bahwa uang itu masuk dalam tindak pidana korupsi sehingga disita pada 10 Februari 2016.

KPK dalam perkara ini sudah menetapkan empat tersangka yang seluruhnya sudah ditahan yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto dan dua rekan Damayanti, Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin serta Abdul Khoir.

Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.

Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada Damayanti Wisnu Putranti melalui dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.

Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangnai KPK.

Abdul Khoir sendiri akan segera disidang sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini.

BACA JUGA  Hendi-Ita Dikeroyok Delapan Parpol

Damayanti, Budi, Dessy dan Julia disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan Abdul Khoir disangkakan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.(jn01/ant)

 

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...