
Mulai tahun ajaran 2015/2016, TK IT Umar Bin Khathab yang berada di bawah naungan Yayasan Sosial Pendidikan Al Fath secara terbuka menyatakan diri sebagai sekolah yang membuka program sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).
Kepala TK IT Umar Bin Khathab Arie Widiana Ristiani ditemui di sela-sela sosialisasi pembukaan sekolah inklusif di aula Universitas Muria Kudus (UMK), Minggu (26/4), sejak awal berdirinya sekolah TK IT Umar Bin Khathab pada tahun 1990 telah berkomitmen untuk menerima semua siswa, termasuk yang mempunyai kelainan atau punya bakat khusus. “Namun baru tahun ini kami berani terbuka kepada umum bahwa kami siap menerima ABK,” ujarnya.
Penerimaan siswa berkebutuhan khusus tersebut, kata dia, memang disesuaikan dengan daya tampung siswanya.
Selama ini, kata dia, TK IT Umar Bin Khathab Kudus tidak pernah menolak siswa berkebutuhan khusus.
Bahkan, lanjut dia, sekolah inklusif juga diatur dalam Permendiknas nomor 70/2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Keserdasan Dan/Atau Bakat Istimewa.
Pada Permendiknas tersebut, dijelaskan bahwa sekolah inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan terhadap anak yang mempunyai kelainan dan potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan bersama anak pada umumnya tanpa diskriminasi.
Hingga kini, lanjut dia, ada empat anak didik di TK IT Umar Bin Khattab yang merupakan ABK.
“Kami juga menyiapkan guru yang memahami metode pembelajaran untuk ABK,” ujarnya.
Idealnya, kata dia, memang harus ada tenaga psikolog dan terapis, namun saat ini masih berupaya mendapatkannya setelah sebelumnya mendapatkan tenaga psikologi.
“Meskipun belum ada tenaga khusus, sudah disiapkan guru yang terlatih menahadapi ABK. Kalaupun kewalahan wali murid diminta menyediakan guru pedamping,” ujarnya.
Salah satu kunci menghadapi anak berkebutuhan khusus, kata dia, harus dilakukan pendekatan dengan hati.
Terkait dengan pencampuran siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal, kata dia, bertujuan memotivasi kemampuan ABK agar lebih dari kemampuan yang dimiliki sekarang.
Sementara bagi anak normal, kata dia, bertujuan melatih empati mereka terhadap anak berkebutuhan khusus.
Ketua Yayasan Al Fath Syuaibul Huda menambahkan, program sekolah inklusif tidak hanya di tingkat PAUD, tetapi tingkat SD yang berada di bawah naungan Yayasan Al Fath juga menyelenggarakan program serupa.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kudus Joko Susilo menyambut positif atas dibukanya program sekolah inklusif untuk tingkat pendidikan anak usia dini.
Apalagi, lanjut dia, di dalam aturan yang ada semua orang, termasuk yang berkebutuhan khusus juga berhak mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. (JN04)