Jowonews

Tradisi Wetonan, Cara Masyarakat Jawa Memperingati dan Mensyukuri Hari Kelahiran

Tradisi merayakan ulang tahun bukanlah tradisi asli Indonesia. Namun, Indonesia memiliki tradisi yang memiliki konsep serupa dengan ulang tahun, yaitu Wetonan.

Wetonan adalah salah satu tradisi yang masih dilakukan masyarakat Jawa hingga saat ini. Kata “wetonan” dalam bahasa Jawa berarti peringatan hari kelahiran.

Orang Jawa sering menyebut tradisi wetonan sebagai wetonan atau bancaan weton. Weton merupakan kombinasi dari tujuh hari dalam seminggu dan hari pasaran Jawa yaitu legi, pahing, pon, wage, dan kliwon. Bancaan Weton adalah peringatan hari kelahiran berdasarkan perhitungan penanggalan Jawa yang berputar setiap 35 hari. Pada hari tersebut, keluarga bayi akan mengadakan nyelapani.

Kata “nyelapani” berasal dari kata dasar “selapan” yang artinya sama dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa (selapan = 35 hari).

Perhitungannya berdasarkan perhitungan hari kalender Masehi (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu) dan perhitungan hari kalender Jawa (Pon, Wage , Kliwon, Legi, Pahing). Wetonan dalam masyarakat Jawa terjadi setiap 35 hari sekali. Misalnya, jika seseorang memiliki weton Jumat Pahing maka weton selanjutnya adalah 35 hari kemudian dan akan bertemu pada hari yang sama yakni Jumat Pahing.

Bancakan Weton berpijak pada kepercayaan masyarakat Jawa dalam rangka menghormati sedulur papat limo pancer.



Sedulur papat meliputi: 1) kawah (cairan ketuban) yang dianggap kakak, 2) plasenta (ari-ari) yang dianggap adik, 3) getih (darah), 4) pusar (tali pusar), Sementara pancer kelima adalah manusia itu sendiri. Bagi orang Jawa, semua sedulur (saudara) empat tersebut harus diruwat, dirawat dan dihormati melalui ritual bancaan weton.

Menurut kepercayaan orang Jawa, dalam diri manusia terdapat dua saudara, yaitu saudara tua dan saudara muda. Sedulur tua diimajinasikan plasenta atau ari-ari dan sedulur nom adalah wujud dari kebiasaan kita.

Bancaan weton juga bertujuan agar saudara tua (sedulur tua) dan saudara muda (sedulur nom) saling rukun, sehingga jiwa dan raga akan menjadi kesatuan yang utuh dan mendapatkan jati dirinya yang asli.

Dalam praktik sehari-hari, masyarakat Jawa tidak weton tak hanya digunakan untuk peringatan hari lahi saja, tetapi juga untuk hal-hal lain seperti perhitungan jodoh, hari baik dan untuk beberapa keperluan dalam ritual adat. Melalui weton ini, masyarakat Jawa sering menilai apakah suatu pasangan akan baik-baik saja atau tidak. Jika perhitungannya tidak bagus, pasangan itu terpaksa berpisah.

Doa Wetonan Anak

Dalam masyarakat Jawa, doa ini dibacakan dalam bahasa Jawa atau sangat mirip dengan niat dan keinginan yang ingin mereka capai saat melakukan Slametan Weton.

BACA JUGA  Tingkeban, Tradisi Jawa Saat Usia Kandungan Tujuh Bulan

“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna (nama anak) niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet”.

Semua orang yang ada atau mengikuti Slametan Weton sebagai saksinya, bahwa pembuatan jenang putih dan jenang merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti tumpeng, bothok pelas dan jenang ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna (nama anak) agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan.

Do’a ini biasanya dibacakan oleh salah satu anggota keluarga tertua. Sementara itu anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban nggeh atau secara sederhana adalah mengucapkan amin.



Hal yang Perlu Dipersiapkan Sebelum Prosesi Wetonan

Memasak nasi untuk dibuat tumpeng, banyaknya beras yang dimasak dikira-kira saja mencukupi untuk minimal 1 keluarga.

Setelah nasi matang, selanjutnya nasi dicetak menggunakan kukusan untuk membentuknya menjadi tumpeng, namun terlebih dahulu ditutup dengan daun pisang agar nasi tidak menempel di panci. Selain itu juga agar nasi lebih mudah dikeluarkan dari kukusan.

Bahan lain yang diperlukan adalah sayuran. Sayuran yang umum termasuk kacang panjang, kangkung, kubis, kecambah, bayam, dan banyak lagi. Sayuran ini akan dibuat diperuntukkan sebagai keleman atau kulupan yang dimasak dengan cara direbus hanya dengan air tetapi tidak terlalu matang. Agar sayuran tidak terlalu matang atau terlalu lembek, segera setelah dikeluarkan sebaiknya direndam dalam air dingin agar sayuran tetap terlihat hijau namun matang. Selanjutnya hal yang perlu dipersiapkan adalah membuat sambal krambil atau kelapa sebagai pasangannya.

Langkah selanjutnya adalahmembuat bothok dan pelas. Bothok terbuat dari tempe yang dipotong kotak-kotak kecil kemudian dicampur dengan daun brambang yang sudah dipotong sebelumnya. Jangan lupa tambahkan garam yang sudah dihaluskan sebelumnya. Setelah selesai, semuanya dibungkus dengan daun pisang lalu dimasak.

BACA JUGA  Tradisi Saparan Masyarakat Jawa, Wujud Syukur dan Tolak Bala

Sedangkan untuk pelas terbuat dari kacang kedelai yang ditumbuk halus, ditambah garam kemudian dibungkus seperti bothok dan dimasak. Bahan terakhir adalah Jenang.

Jenang yang dimakud merupakan dua porsi nasi putih yang dibuat membentuk gundukan dan diletakkan di atas piring, satu sisi nasi putih dan sisi lainnya gula merah di atasnya.

Orang Jawa menyebutnya jenang merah dan jenang putih. Setelah selesai tumpeng ditaruh pada sebuah wadah, biasanya berupa tampah atau leseran kemudian dikelilingi oleh sayuran dan bothok pelas.



Prosesi Wetonan

Langkah pertama dalam proses pelaksanaan Slametan Weton adalah orang tertua dalam keluarga akan membacakan doa dalam bahasa Jawa. Orang Jawa sering menyebutnya ngojupne. Bacaan Niat ini berisi permohonan perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, agar yang berulang tahun atau peringatan hari lahirnya dapat memperoleh kesehatan jasmani dan rohani.

Langkah kedua adalah makan bersama anggota keluarga. Sementara itu orang yang sedang diperinati wetonnya harus memakan jenang putih agar mendapatkan kekuatan, kesehatan, dan keselamatan dari Tuhan. Selanjutnya, baru seluruh anggota keluarga makan bersama-sama.

Makanan Wetonan Yang Wajib Ada

Setiap tradisi slametan, khususnya bagi masyarakat Jawa, akan menggunakan makanan dan sesaji sebagai salah satu elemen untuk melakukan slametan. Sama halnya dengan slametan weton, ada dua makanan yang wajib disantap, yaitu tumpeng dan jenang.

Tumpeng

Bagi orang Jawa, tumpeng adalah hal yang sakral. Hampir semua slametan di masyarakat Jawa menggunakan tumpeng. Tumpeng nasi putih melambangkan pusat segala energi. Sementara itu di sekitar tumpeng ini terdapat sayuran dan biji bothok yang mengisi atau mengelilingi tumpeng. Sayur ini melambangkan harapan mendapat pitulungan (pertolongan) dari Tuhan. Selain itu diharapakan doa-doa yang diucapkan tidak terputus, seperti do’a panjang rejeki, panjang umur, kecerdasan atau panjang akal.

Jenang

Jenang yang digunakan untuk Slametan Weton adalah dua buah yang terdiri dari jenang merah dan putih.

Jenang terdiri dari dua, yang pertama pethak atau jenang putih melambangkan laki-laki, sedangkan jenang abrit atau jenang merah melambangkan perempuan. Ini juga mengingatkan kita pada proses kelahiran kita, yang merupakan penyatuan ayah dan ibu, yang dilambangkan dengan nama putih (ayah) dan merah (ibu).

Jenang merah adalah nasi yang dimasak menjadi bubur kemudian dicokelatkan atau ditambahkan gula jawa, sedangkan jenang putih adalah nasi yang dimasak menjadi bubur dan diberi santan.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait