Jowonews

Urban Farming Harus Mudah, Murah dan Menyenangkan

SEMARANG, Jowonews- Beruntunglah masyakakat Indonesia. Dikaruniai tanah yang subur , air relatif melimpah dan matahari bersinar sepanjang tahun. Beragam tanaman bisa tumbuh kembang tanpa perlakuan khusus.

“Berkebun urban di negara tropis seperti Indonesia relatif lebih mudah dibandingkan bercocok tanam di negara  empat musim. Untuk menumbuhkan benih atau bibit tanaman, hanya perlu cahaya matahari, air, dan “dirt” (nutrisi). Indonesia memiliki matahari sepanjang tahun, air yang relatif lebih banyak dan murah, serta tanah yang relatif lebih subur daripada negara empat musiml,” ujar Dian Armanda, peneliti urban farming dan biologi lingkungan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo,  dalam webinar urban farming yang diselenggarakan  Citigrower, Sabtu malam  (17/10).

Selain Dian, pembicara lain yang memberikan paparan adalah Syarif Syaifulloh, owner Haiqal Garden,  diaspora Indonesia yang tinggal di kota Philadelphia. Ameriika Serikat.

Di negara subtropis, lanjut Dian, kegiatan urban farming di ruang terbuka (outdoor) hanya bisa optimal di musim panas. Di luar musim itu, apalagi bila jenis tanamannya  asal tropis,  fasilitas greenhouse atau penanaman secara indoor (dalam ruang) terkadang diperlukan agar tanaman tetap tumbuh.

 “Hal ini agar tanaman mendapatkan cahaya, kelembaban udara, air, temperatur, dan nutrisi  yang cukup dan terkontrol, tergantung jenis tanamannya” jelas kandidat doktor dari Institute of Environmental Science, Leiden University, Belanda ini.

Selain faktor ekologis, kata Dian, dua kunci  lain agar tanaman bisa tumbuh baik tergantung dari aspek biologis dan pemeliharaan. “Biologis yang dimaksud sini tanaman berasal dari bibit yang secara genetis berkualitas baik. Sementara terkait pemeliharaan dapat secara manual atau dengan bantuan teknologi, serta mencakup jadwal tanam, kendali hama dan penyakit tanam.

Sementara itu Syarif Syaifulloh menceritakan pengalaman berkebun di negeri paman sam itu. Ia mengawalinya dengan bercocok tanam di 80 meter persegi lahan pekarangan rumahnya.

BACA JUGA  Cara Praktis Siapkan Lahan Bedengan (Raise Bed)

“20 tahun yang lalu saat datang ke Amerika ini, sering kangen dengan cita rasa masakan khas Indonesia. Cari kangkung susah. Mau daun singkong apalagi. Kalau ada pun mahal sekali. Akhinya nekad belajar menanam secara otodidak,”

Awalnya dia sering gagal dalam menanam. Iklim subtropis tidak serta membuat tanaman bisa tumbuh subur seperti di Indonesia.

PESERTA WEBINAR: Webinar urban farming citigrower ini dikuti 155 peserta dari seluruh Indonesia. Dihadiri juga secara virtual oleh para diaspora Indoensi yang tersebar di 15 negara di tiga benua, Amerika, Eropa dan Asia.

Perhatikan Musim

“Menanam di sini perlu benar- benar memperhatikan musim. Kalau sudah masuk musim dingin, ya tak bisa tumbuh. Tanaman tidak akan kuat bertahan, kecuali ditaruh dalam greenhouse,” terangnya.

 Apalagi, sambung Syarif,  kalau ingin menanam tanaman khas Indonesia seperti kangkung misalnya. Ini  perlu teknik tersendiri.

Menanggapi Syarif, Dian menyampaikan ketika, ketika menanam tanaman lintas zona, semisal dari bibit tropis ke subtropis atau sebaliknya, yang terpenting adalah penuhi kebutuhan tanaman sesuai kondisi lingkungan asalnya.

“Namun harus diingat bahwa kita harus berhati-hati dalam membawa benih atau bibit tanaman lintas zona. Sebaiknya mengurus pemeriksaan dan izin dari balai karantina terlebih dahulu,” terang Dian yang saat ini bermukim di Belanda..

Walaupun sering gagal, Syarif tak patah arang. Dengan modal semangat dan kegigihannya akhirnya dia bisa sukses membangun kebun urbannya itu.  Saat ini menanam hingga 40 jenis sayur di kebunnya. Hasil panenya ,selain dikonsumsi sendiri, juga dibagikan ke para tetangga dan komunitas..

Aksi Syarif ini banyak menginspirasi warga kota di negara bagian Pennsylvania itu. Semakin banyak orang jadi terlibat bercocok tanam di rumahnya masing-masing. Mereka bahkan sering berdatangan ke rumah Syarif untuk belajar.

Pemerintah lokal pun angkat  topi kepada lelaki kelahiran Magelang itu. Kegiatan berkebunnya didukung dengan bantuan bibit, pupuk dan lahan berkebun dari pemerintah. Bahkan dia dianugerahi penghargaan sebagai bapak teladan kota Philadelphia.

BACA JUGA  Innovative Urban Farming, Masa Depan Ketahanan Pangan Dunia

Baik Dian maupun Syarif mengajak masyarakat Indonesia untuk mengoptimalkan lahan atau ruang yang ada di rumah untuk berocok tanam.

Ada banyak pilihan teknik yang bisa digunakan. Mulai dari yang menggunakan media tanah biasa hingga bukan tanah. Dari teraponik, hidroponik, akuaponik, aeroponik, teknik pertanian vertikal, indoor, sampai yang memakai teknologi presisi.

“Pilihan teknik dan skala tanam dikembalikan kepada tujuan, untuk apa kita berkebun urban. Apakah sekadar hobi, subsisten pemenuhan kebutuhan rumah sendiri, atau untuk komersial, cetus Dian.

Namun apapun pilihan tekniknya, sambung Dian, seyogyanya kegiatan berkebun urban harus mudah, murah dan menyenangkan.

“Gunakan potensi dan apa yang sudah tersedia di rumah. Ruang tanam tidak harus lahan terbuka, namun bisa juga pada dinding, pagar, tangga, atap rumah, ruang yang menganggur, bahkan basement.   Bahan dan alat dapat menggunakan apa  yang sudah  ada di rumah, termasuk kompos dari sampah organik rumah dan wadah tanam dari barang bekas,” pungkas Dian.


Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait