SURAKARTA – Kota Solo, yang kaya akan sejarah dan kebudayaan, menyimpan sebuah permata eksotis yang mungkin belum banyak orang tahu. Stasiun Solo Kota, atau lebih dikenal sebagai Stasiun Sangkrah, menjadi saksi bisu perjalanan waktu di tengah gemerlap modernitas.
Stasiun ini terletak di Sangkrah, Pasar Kliwon, dan merupakan salah satu dari lima stasiun yang ada di Solo. Berbeda dari stasiun-stasiun lainnya, Stasiun Solo Kota memancarkan pesona klasik khas Belanda. Arsitektur bangunan ini, sebagai cagar budaya, tetap mempertahankan keasliannya sejak diresmikan pada tahun 1922.
Meskipun dalam kawasan Solo terdapat lima stasiun, termasuk yang baru, yaitu Stasiun Kadipiro sejak 2019, Stasiun Solo Kota memiliki daya tarik tersendiri. Dani Saptoni, Ketua Solo Societeit, mengungkapkan bahwa stasiun ini adalah yang paling muda di antara empat stasiun lainnya yang didirikan oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda.
“Dibangun paling akhir di antara beberapa stasiun kereta api lain di Kota Solo, yang lain dibangun sebelum abad 20. Yang di Sangkrah ini dibangun tahun 1919. 1922 itu kayaknya peresmiannya, tapi mulai pembangunannya 1919 atau 1920,” kata Dani.
Pembangunan Stasiun Solo Kota dipandang sebagai langkah penting dalam mendukung transportasi yang murah dan efisien untuk mengangkut hasil bumi. Stasiun ini dibangun oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij) dengan tujuan agar kereta melewati pusat-pusat perdagangan dan transportasi.
“Trem kuda adalah sarana transportasi yang berbentuk seperti gerbong kereta yang ditarik kuda. Trem kuda ini dulu populer di era Hindia Belanda. Kemudian penamaan Solo Kota diambil karena letak stasiun yang berada di jantung Kota Solo, yang saat itu masih dalam kekuasaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat,” kata Dani.
Jalur kereta di Stasiun Solo Kota, dominan menuju ke arah Wonogiri, namun dahulu sempat membuka jalur Solo-Boyolali. Meskipun beberapa jalur telah terputus karena pembangunan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, kini stasiun ini tetap mempertahankan sebagian dari kejayaannya sebagai jalur Kereta Bathara Kresna.
Krisbiyantoro, Manager Humas Daop 6 Jogja, menegaskan bahwa Stasiun Solo Kota termasuk dalam kategori bangunan heritage cagar budaya yang dilindungi. Bangunan ini masih mempertahankan keasliannya, dan beberapa ornamen yang diubah telah memperhitungkan kebutuhan zaman.
“Sampai saat ini kami mengatakan bangunan Stasiun Solo Kota itu masih asli, dan belum ada wacana untuk berubah karena harus dilindungi keasliannya. Bahkan sistem persinyalannya pun masih jadul, pakai mekanik, yang ditarik pakai tangan,” ungkap Krisbiyantoro.
Kini, Stasiun Solo Kota telah menjadi destinasi wisata heritage yang menyuguhkan keindahan masa lalu. Meskipun hanya beroperasi hingga pukul 14.00 WIB, stasiun ini tetap menyimpan keaslian dan keeksotisannya di tengah modernitas kota.