Jowonews

Komunitas Boyolali Slingshot Lestarikan Permainan Tradisional Ketapel

Komunitas Boyolali Slingshot

BOYOLALI – Ketapel merupakan permainan lama yang mulai memudar karena modernisasi. Dulu, alat ini digunakan untuk berburu. Komunitas Boyolali Slingshot (BOS) berupaya melestarikan permainan ketapel tradisional tersebut. Pendiri komunitas Boyolali Slingshot, Agung Nugroho menjelaskan, bahwa keberadaan ketapel sebagai mainan tradisional kini mulai hilang seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, inovasi dan sosialisasi permainan tradisional ini harus ditingkatkan agar keberadaannya tidak hilang. “Katapel adalah alat permainan masa kecil dan alat berburu pada zaman dahulu. Namun, sekarang sudah banyak dilupakan oleh anak-anak, zaman sekarang lebih memilih game online,” ujar Agung, dikutip dari GenPI.co, Minggu (11/9/2022). Agung mengatakan anak muda saat ini cenderung menyukai game online. Padahal, menurut dia, permainan tersebut tidak melatih otot dan saraf motorik anak. Agung ingin memperkenalkan ketapel sebagai hobi dan prestasi melalui komunitas ini, “BOS berusaha menyosialisasikan katapel sebagai alternatif olahraga rekreasi yang bisa dilombakan dalam jenjang tingkat wilayah,” jelasnya. Agung menjelaskan, komunitasnya didirikan pada 10 Januari 2020. Saat ini, anggota BOS berjumlah 17 orang dari berbagai daerah di Boyolali. Salah satu cara mengenalkan ketapel adalah dengan mengikuti beberapa pameran, seperti Boyolali Expo yang diadakan di Alun-Alun Boyolali (24/7/2022) lalu. Menurutnya, ketapel atau slingshots kini sering diperlombakan di tingkat dunia. Bukan hanya sekedar hobi, kemampuan komunitas bermain ketapel telah membantu mereka memenangkan berbagai kompetisi. Diantaranya adalah juara kompetisi gathering Jateng-Daerah Istimewa Yogyakarta, runner-up Palagan Dua Pahingan Solo Raya, juara latber Sleman Yogyakarta, dan juara Piala bergilir Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Kabupaten Semarang. Selain itu, runner up Race to Ten di Ungaran, runner up Race to Ten di Purwokerto, runner up Endurand 21 di Boyolali, dan peringkat ketiga Race to Ten di Ungaran. Foto: doc. Agung Nugroho

Beginilah Keseruan Anak-anak Kudus Mewarnai Celengan

Pekan UMKM Kudus

KUDUS – Puluhan anak di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengikuti lomba mewarnai celengan pada Pekan UMKM Kudus, Minggu (11/9/2022). Mereka memamerkan hasil karyanya dalam kegiatan yang diadakan di Lapangan Simpang Tujuh Kudus. Pekan UMKM Kudus berlangsung selama dua hari, mulai Sabtu hingga Minggu (10-11/9/2022). Kegiatan ini bertujuan untuk memeriahkan HUT ke-75 PT Sukun Wartono Indonesia serta HUT ke-473 Kabupaten Kudus. Lomba mewarnai celengan ini mempertemukan puluhan siswa PAUD dan TK. Mereka mewarnai celengan masing-masing yang disediakan panitia dengan menggunakan crayon sendiri. Hendy Wijayanto, ayah dari salah seorang peserta mewarnai, mengatakan, anaknya berlatih hingga empat kali untuk mengikuti lomba mewarnai celengan ini. Putri Hendy bernama Shakila Adifa Wijaya. Ia adalah mahasiswi RA Masithoh Japan Wetan, Kudus. ”Di rumah sudah latihan empat kali. Sebenarnya sudah sering ikut lomba, tapi kalau lomba mewarnai celengan baru pertama kali ini ikut,” katanya, dikutip dari murianews.com, Minggu (11/9/2022). Sementara itu, Siswanto, PIC lomba di acara Pekan UMKM Kudus, mengatakan kegiatan tersebut ditujukan untuk anak-anak usia 3 hingga 6,5 ​​tahun. Pesertanya berasal dari TK dan PAUD. ”Kami coba ajak anak mewarnai di kaleng (celengan). Karena selama ini mewarnai kan di bidang datar. Kami coba di kaleng agar tingkat kesulitannya lebih tinggi, supaya anak bisa lebih kreatif,” imbuhnya. Akan ada tiga pemenang dalam kontes ini. Untuk juara pertama, mendapatkan uang pembinaan senilai Rp 1 juta. Sedangkan juara kedua mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 750.000 dan juara ketiga mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 500.000. Foto: doc. murianews.com

Festival Blangkon di Solo, Ajak Generasi Muda Mencintai Budaya Jawa

Festival Blangkon di Solo, Ajak Generasi Muda Mencintai Budaya Jawa

SURAKARTA – Festival Blangkon 2022 yang digelar di Loji Gandrung Solo, Jawa Tengah, pada 9-11 September 2022, selain untuk menjaring wisatawan, juga bertujuan untuk menjaring generasi muda yang mencintai budaya Jawa. Selain itu festival ini juga untuk mendorong generasi muda agar lebih suka memakai blangkon di berbagai kesempatan. Upaya ini juga untuk mengedukasi filosofi di balik blangkon yang jadi pelengkap pakaian adat Jawa itu. Secara filosofis, Blangkon digunakan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan spiritualitas. Melalui blangkon, seorang hamba berusaha mengikatkan diri dengan penciptanya. Meski versi blangkon antara Solo dan Jogja berbeda, secara keseluruhan filosofinya sama. “Sebetulnya kami berharap ini bisa jadi event tahunan, kalau idealismenya kami, agar para anak muda mencintai blangkon,” kata Ketua Pokdarwis Kota Surakarta, Mintorogo, dikutip dari Antara Jateng. Oleh karena itu, dalam acara tersebut, pihaknya juga melibatkan puluhan anak muda untuk menampilkan tarian pembuka. Untuk membedah filosofi tersebut, dalam festival tersebut akan diadakan talkshow yang mempertemukan KGPH Puger, salah satu putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono XII, di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga turut memeriahkan festival tersebut. Menurutnya, blangkon mampu menunjukkan usia, status dan posisi pemakainya. “Sebenarnya bisa melihat orang dengan menggunakan blangkon. Mondol ada yang tipis, ada yang gede, blangkon bisa menunjukkan umur, ada tua dan muda. Satu lagi bisa menunjukkan jabatan,” katanya. Ia berharap kegiatan tersebut dapat berkembang lagi di tahun-tahun mendatang, seperti mengadakan lomba blangkon. Sehingga Festival Blangkon dapat meningkatkan kreativitas masyarakat dan mendorong lebih banyak anak muda untuk memakai blangkon. Foto: doc. Antara Jateng