Jowonews

Pembelajaran Berdiferensiasi, Solusi dari Pemenuhan Kebutuhan Peserta Didik

Oleh : Hanum Faizunnur Lathifah Pandemi Covid 19 atau Corona virus disease of 2019 yang mulai menyebar pada tahun 2019 membuat seluruh aspek dalam kehidupan terkena dampaknya. Mulai dari ekonomi, pangan, transportasi hingga pendidikan. Meskipun tidak berdampak secara langsung, pendidikan juga ikut terkena imbasnya. Akibatnya terciptalah yang dinamakan dengan learning loss. Menurut Zahir dkk (2022) yang dimaksud dengan learning loss disini adalah hilangnya makna pembelajaran yang menjadi hak peserta didik. Hal ini dikarenakan peserta didik tidak dapat melaksanakan pembelajaran seperti biasanya di Sekolah. Peserta didik terpaksa melakukan pembelajaran secara tatap muka (virtual) akibat dari adanya pandemic covid 19.  Peserta didik yang seharusnya melaksanakan kegiatan pembelajaran di Sekolah beralih melaksanakan pembelajaran di Rumah dengan bantuan sarana handphone ataupun laptop. Dalam penelitiannya Syamsuddin (2021) menemukan jika kegiatan pada masa pandemic covid19 mengakibatkan peserta didik menjadi malas dan jenih terlalu lama belajar di Rumah. Syamsuddin juga menjelaskan jika kurangnya pengawasan guru dan orang tua untuk memantau dan membimbing peserta didik ketika pembelajaran secara daring juga menjadi faktor menurunnya motivasi belajar peserta didik. Setelah dua tahun mengalami masa yang sulit dalam mengahadapi pandemic covid yang melanda Indonesia. Sekarang peserta didik dapat mendapatkan haknya untuk melakukan pembelajaran di Sekolah. Meski demikian terdapat masalah akibat adanya jarak dua tahun selama pandemi covid 19 menjadikan kemampuan peserta didik memiliki gap yang cukup terlihat antara peserta didik yang satu dengan lainnya. Hal ini dapat dikarenakan sarana belajar yang kurang memadai ketika melaksanakan pembelajaran secara daring ataupun orang tua yang tidak ikut membimbing dan mengawasi peserta didik ketika melakukan pembelaajaran secara daring. Kebutuhan yang dimiliki peserta didik juga menjadi beragam. Peserta didik dalam satu kelas tentunya memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang berbeda-beda, Fitra (2022) menyatakan jika salah satu upaya memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah melalui pembelajaran berdiferensiasi. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, kebutuhan belajar peserta didik yang beragam mulai dari kesiapan belajar, minat belajar peserta didik dan profil belajar peserta didik dapat terakomodasi dan dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Andini (2016) juga mengungkapkan jika keberagaman yang dimiliki setiap individu harus diperhatikan karena setiap individu tumbuh di lingkungan dan budaya yangberbeda-beda. Andini juga menyatakan jika pada dasarnya semua anak itu belajar, yang membedakan adalah kemampuan belajar yang berbeda-beda didalam kelas yang sama. Oleh karenanya dibutuhkannya pembelajaran diferensiasi agar kebutuhan peserta didik yang beragam dapat terpenuhi. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki empat elemen/aspek penting dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi, diantaranya terdapat konten, produk, proses dan lingkungan belajar. Keempat aspek ini dapat membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik ketika pembelajaran berlangsung. Dalam aspek konten peserta didik berhak mendapatkan materi atau bahan ajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki setiap peserta didik. Peserta didik yang lebih cepat memahami materi melalui video akan menjadi satu kelompok yang bahan ajarnya berupa video. Pada aspek produk, peserta didik dapat memilih secara bebas akan menyajikan karya dari materi pada pembelajaran pada hari itu. Penyajian karya disini yang dimaksud adalah peserta didik dalam mengerjakan karya dalam bentuk mind map, infografis, lagu ataipun kesimpulan. Meskipun memiliki perbedaan hasil akhir tetapi tetap memuat tujuan pembelajaran yang sama. Pembelajaran berdiferensiasi pada aspek proses menjelaskan ketika peserta didik akan peserta didik yang satu diberikan waktu yang berbeda dengan peserta didik yang lain dikarenakan peserta didik tersebut memiliki kekurangan dalam menulis jawaban dari pertanyaan yang didapat. Sedangkan untuk aspek lingkungan belajar, tempat duduk peserta didik akan diubah sesuai dengan kebutuhan guru dalam pembelajaran. Menurut Saya, pembelajaran berdiferensiasi dapat membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, terutama kepada peserta didik yang mengalami pandemic covid 19. Pembelajaran berdiferensiasi juga secara jelas menjelaskan bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengen strategi diferensiasi berdasarkan aspek pembelajaran berdiferensi. Aspek pembelajaran berdiferensiasi secara nyata mampu memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam dikarenakan setiap peserta didik mendapatkan pembelajaran yang disesusaikan dengan kebutuhan dan minat belajar peserta didik. Dengan begitu dapat disimpulkan jika pembelajaran berdiferensiasi dapat mengembalikan leraning loss yang terjadi pada peserta didik ketika pandemic covid 19 terjadi selama dua tahun ini. Pembelajaran berdiferensiasi juga dapat secara nyata memikirkan dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam sesuai karakter yang dimiliki peserta didik.  Referensi/Daftar Pustaka Andini, Dinar Westri. (2016). Differentiated Instruction Solusi Pemblejaran dalam Kebragaman Siswa di Kelas Inklusif. Trihayu : Jurnal Pendidikan ke-SD-an, 2(03), 340-349. Fitra, Devi Kurnia. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Perspektif Pregresivisme pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal Filsafat Indonesia, 5(03), 250-258. Syamsuddin, (2021). Dampak Pembelajaran Daring di Masa Pandemic Covid 19 terhadap Motivasi Belajar Siswa SD Inpres 1 Tatura Kota Palu. Guru Tua : Jurnl Pendidikan dan Pembelajaran, 4(01), 45-50. Zahir, Abdul dkk. (2022). Implementasi Kurikulum Merdeka Jenjang SD Kabupaten Luwu Timur. IPMAS, 2(02), 1-8.

Kurikulum Merdeka Siapa Takut?

Oleh : Magdalena Dewi K Kurikulum adalah rancangan pembelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program pendidikan dan untuk mendapatkan ijazah kelulusan. Kurikulum juga dapat diartikan sebagai jantung pendidikan, hal ini dikarenakan baik-buruknya hasil pendidikan ditentukan oleh kurikulum. Setiap tahun kurikulum di Indonesia mengalami perubahan dan perkembangan mengikuti perkembangan zaman. Kurikulum terbaru yang digunakan Indonesia saat ini adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum merdeka adalah konsep merdeka belajar yang dikemukakan oleh bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yaitu Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A.yang terinspirasi pada pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum Merdeka belajar ini bermaksud untuk mengembalikan sistem pendidikan nasional kepada undang-undang untuk memberikan kemerdekaan kepada satuan pendidikan dalam menginterpretasikan kompetensi kurikulum kedalam bentuk penilaian (Sekretariat GTK, 2020).  Kurikulum Merdeka masih merupakan konsep baru bagi satuan pendidikan saat ini. Karena di dalam Kurikulum Merdeka ini setiap satuan pendidikan diberi kebebasan untuk menyusun kurikulumnya sendiri sesuai dengan karakteristik sekolahnya masing-masing. Kurikulum Merdeka menuntut kekreatifan setiap satuan pendidikan di sekolah khususnya guru untuk dapat menyusun kompetensi serta pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Namun hal ini kerap kali ditakuti setiap sekolah, karena takut tidak sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan. Seharusnya hal ini dijadikan tantangan bagi setiap sekolah untuk bisa mengembangkan mutu dan kompetensinya. Tantangan ini bukan berarti membawa beban bagi setiap sekolah, namun untuk memperbaiki, meningkatkan hal yang sudah ada menjadi lebih baik. Dengan membuat kurikulumnya sendiri dan menyesuaikan sesuai dengan peserta didiknya, maka pendidikan yang dilaksanakan di sekolah akan berhasil. Penyusunan Kurikulum Merdeka tidaklah sesulit yang ditakuti oleh setiap sekolah. Dalam Kurikulum Merdeka terdapat satu elemen penting yang sudah disediakan pemerintah untuk membantu setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya. Elemen ini adalah Capaian Pembelajaran (CP).  Capaian Pembelajaran adalah istilah pengganti untuk kompetensi inti. Capaian Pembelajaran dibagi menjadi beberapa fase. Setiap fase memiliki tingkatan masing-masing yaitu Fase PAUD, Fase A ( kelas 1-2), Fase B (Kelas 3-4), Fase C (Kelas 5-6), Fase D (SMP), dan Fase E (SMA). Setiap fase berisi capaian pembelajaran yang berbeda-beda, setiap Capaian Pembelajaran (CP) harus ditelaah dan dikembangkan masing-masing oleh setiap guru kelas untuk menjadi Tujuan Pembelajaran (TP). Tujuan Pembelajaran adalah istilah pengganti untuk kompetensi dasar. Bedanya TP dan KD ini adalah penyusunnya, TP disusun sendiri oleh kerja sama guru disetiap fase dengan menguraikan dari Capaian Pembelajaran yang sudah tersedia, sedangkan KD sudah disediakan dan disusun oleh pemerintah. Di dalam Tujuan Pembelajaran ini guru di setiap fase memilah capaian pembelajaran sesuai dengan kelas di setiap fase, contoh di Fase A terdapat satu CP untuk dua kelas, maka guru kelas 1 dan 2 bekerja sama untuk menguraikan CP ini sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik di setiap kelasnya. Selain itu dalam TP guru juga memberikan kode sendiri. Setelah menyusun Tujuan Pembelajaran dengan menganalisis dan menguraikan sendiri Capaian Pembelajaran. Selanjutnya adalah menyusun Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). ATP adalah istilah lain untuk menggantikan indikator dalam kurikulum sebelumnya. ATP ini merupakan penguraian lebih lanjut dari Tujuan Pembelajaran yang sudah dibuat. ATP ini disusun tidak terlepas dari aspek pemahaman pendidikan dari para ahli pendidikan seperti Kata Kerja Operasional dari Bloom, aspek pemahaman menurut Wiggins dan Tighe, dan lain sebagainya. Dalam ATP ini guru setiap kelas dapat mengembangkan TP sesuai dengan karakteristik, kemampuan serta perkembangan peserta didiknya masing-masing. Jadi dapat dikatakan setiap sekolah pasti memiliki Kurikulum yang berbeda-beda karena menyesuaikan dengan tingkat karakteristik, kemampuan serta perkembangan peserta didiknya masing-masing. Selanjutnya setelah menyusun ATP langkah selanjutnya adalah membuat Modul Ajar (MA). MA merupakan istilah lain untuk menggantikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Komponen dalam MA lebih sederhana dari RPP dan hal ini memudahkan guru dalam menyusunnya, yang awalnya ada 13 komponen menjadi 3 komponen saja. 3 komponen penyusun MA antara lain : Informasi umum yang berisi identitas modul, kompetensi awal, tujuan pembelajaran, profil pelajar pancasila, sarana prasarana, target dan jumlah peserta didik, dan model pembelajaran. Komponen Inti berisi tentan tujuan kegiatan pembelajaran, pemahaman bermakna, pertanyaan pemantik, persiapan belajar, kegiatan pembelajaran, refleksi dan asesmen. dan Lampiran yang berisikan bahan ajar, LKPD, soal sumatif dan formatif, glosarium dan daftar pustaka. Setelah Modul ajar selesai langkah terakhir yang harus dilakukan adalah melaksanakannya dalam pembelajaran. Dari alur di atas dapat kita lihat bahwa Kurikulum Merdeka bukanlah suatu hal yang menakutkan. Justru dalam Kurikulum Merdeka ini, guru dapat menyalurkan ide kreatifitasnya, serta dapat menyesuaikan dengan peserta didiknya masing-masing. Baik guru maupun peserta didik diberi kebebasan untuk bereksplorasi dalam kegiatan pembelajarannya. Jangan jadikan Kurikulum Merdeka sebagai hal yang menakutkan, tapi jadikanlah sebuah tantangan yang harus dilaksanakan untuk mengembangkan pendidikan yang lebih maju lagi. Indonesia Pulih Cepat Bangkit Lebih Kuat. Ora Et Labora . Daftar Pustaka Annisa Alfath, Fara Nur Azizah, & Dede Indra Setiabudi. (2022). PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU DALAM MENYONGSONG KURIKULUM MERDEKA BELAJAR. Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Pendidikan, 1(2), 42–50. https://doi.org/10.56444/soshumdik.v1i2.73 Asri, M. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI 4, no. 2 (September 29, 2017): 192-202. Accessed January 15, 2023. http://www.jurnal.stitnualhikmah.ac.id/index.php/modeling/article/view/128.

Mengenalkan Budaya Jawa melalui Pembiasaan Budaya di SDN Ngaliyan 05

Oleh : Indriani Devi SDN Ngaliyan 05 melaksanakan pembiasaan budaya Jawa setiap hari rabu pagi sebelum dilaksankannya pembelajaran. Pelaksanaan dilakukan secara rutin setiap pukul 07.00-07.15 di lapangan sekolah.  Budaya Jawa merupakan budaya yang berasal dari suku Jawa dan dinaut oleh masyarakat Jawa yang merupakan tradisi kearifan lokal, adat istiadat yang diwariskan secara turun menurun oleh orang tua terdahulu/nenek moyang mereka kepada para generasi muda yang dilakukan secara terus menerus hingga saat ini. Perlu adanya pembelajaran yang memperkenalkan budaya dalam pembelajaran di sekolahnya, budaya penting dikenalkan pada anak sekolah dasar. Tujuan dari pembiasaan ini ialah untuk meningkatkan cinta akan budaya Indonesia khususnya budaya jawa dan menjadi salah satu metode efektif dalam mneingkatkan kemampuan berbahasa jawa peserta didik. Budaya yang dikenalkan di SDN Ngaliyan 05 adalah budaya jawa antara lain Bahasa Jawa, lagu-lagu Bahasa Jawa, dan materi tentang Bahasa Jawa. Pengenalan budaya Jawa dilakukan dengan cara mengenalkan anak tentang budaya dengan menyanyikan lagu-lagu berbahasa Jawa yang dinyanyikan oleh peserta didik secara bergantian setiap minggunya, mengenalkan tokoh-tokoh pewayangan dilakukan oleh bapak/ibu guru disampaikan melalui tepuk-tepuk unik agar mudah diingat peserta didik serta mengajarkan berbahasa jawa krama yang baik.  “Pembiasaan budaya diharapkan dapat membentuk karakter anak melalui budaya yang dimiliki” – ujar Kepala Sekolah pada Rabu, 11 Januari 2023 “Pembiasaan budaya jawa merupakan metode yang efektif dalam memudahkan peserta didik memahami materi bahasa jawa sehingga peserta didik antusias dalam pembiasaan ini” – Indriani Devi

LEBIH BERMAKNA MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh: Farida Akhmad Sulistiani Hidayatullah, S.Pd. Saat ini adalah waktu peralihan untuk pulih kembali dan bangkit dari pandemi covid-19 yang melanda dunia kurang lebih 2 tahun, tanpa terkecuali Indonesia juga mendapatkan dampaknya. Hal ini, menjadikan pemerintah mencari solusi yang dapat diterapkan secepatnya bagi dunia Pendidikan. Pendidikan adalah salah satu bidang yang mendapatkan dampak sangat besar dan kompleks dari musibah covid-19 ini. Bagaimana tidak, hampir 2 tahun lamanya seluruh peserta didik hanya bisa belajar dari rumah, dan tidak diperbolehkan belajar tatap muka langsung dengan guru di sekolah. Akhirnya, proses pembelajaran tidak dapat terlaksana dengan baik karena banyak kendala yang terjadi, diantaranya sinyal internet yang tidak stabil, tidak semua peserta didik memiliki gadget atau laptop, materi kurang lengkap dan mendalam sehingga peserta didik sulit untuk memahami secara menyeluruh, dan kendala lainnya. Kondisi pembelajaran selama pandemi pun menuai hasil yang kurang maksimal. Kemampuan kognitif peserta didik kualitasnya pun menurun.  Banyak peserta didik yang sudah terlanjur nyaman dan terlalu santai dengan belajar di rumah, tanpa adanya perkembangan kompetensi yang maksimal. Pengaruh lain juga dapat dilihat dari sikap atau karakter peserta didik. Terlihat bahwa karakter peserta didik condong menjadi sosok yang individual, dan kurang dapat bersosialisasi dengan orang lain. Disisi lain, guru juga merasakan hal yang sulit dalam proses pembelajaran daring selama pandemi. Bagaimana cara yang tepat, atau menggunakan media seperti apa saja yang dapat diterapkan saat pembelajaran daring bersama peserta didik. Ditambah, sumber daya manusia guru yang awalnya belum terbiasa dengan penggunaan teknologi seperti zoom/google meet/google form, dan yang lainnya. Pada tahun 2022, kondisi Indonesia memulai new normal sehingga dampak yang sangat dirasakan bidang Pendidikan yakni kegiatan pembelajaran sudah diperbolehkan tatap muka di sekolah secara langsung. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Nadiem Makarim menggagas kurikulum baru yang dinamakan Kurikulum Merdeka. Melalui kurikulum tersebut, kegiatan belajar mengajar dapat lebih fleksibel pada satuan Pendidikan. Kurikulum merdeka merupakan kurikulum pembelajaran intrakurikuler yang beragam. Pembelajaran akan lebih optimal agar peserta didik mempunyai waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Tujuan kurikulum merdeka adalah untuk menciptakan Pendidikan yang menyenangkan, mengejar ketertinggalan pembelajaran saat pandemi covid-19, dan guna mengembangkan potensi peserta didik.  Dalam implementasi kurikulum merdeka, adanya kegiatan untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. yang mana proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Selain itu, guru akan memiliki kekuasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Kebutuhan belajar setiap peserta didik memiliki ciri khas yang unik dan berbeda. Guna memenuhi kebutuhan belajar dan minat peserta didik maka diperlukan strategi dan model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran yang menggunakan kurikulum merdeka, yang tentunya tetap memperhatikan kebebasan guru dan peserta didik, terutama dalam proses tersebut harus berupa student center (berpusat kepada peserta didik). Salah satu strategi yang dapat diimplementasikan yakni dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian kegiatan pembelajaran yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa dan bertujuan untuk membantu siswa sukses dalam belajar,  memberikan ruang bagi siswa untuk bisa meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar serta minat belajar yang dimiliki oleh siswa. Dalam strategi ini, siswa diberikan keleluasaan untuk memilih apa yang ingin dipelajari, bagaimana cara belajar yang dikehendaki, dan produk belajar apa yang ingin dihasilkan. Namun, tetap harus memperhatikan batasan-batasan dan arahan yang diberikan oleh guru sesuai dengan kurikulum merdeka. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam proses pembelajaran yang menggunakan pembelajaran berdiferensiasi yaitu pemetaan kebutuhan belajar peserta didik. Kebutuhan belajar peserta didik dapat dipetakan berdasarkan kesiapan belajar (readiness), minat peserta didik, dan gaya belajar peserta didik. Salah satu contoh, mahasiswa PPG Prajabatan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas V SD Negeri Pesantren. Materi yang dipelajari adalah tema 6 subtema 2 pembelajaran 2 tentang perpindahan panas di sekitar kita. Pada praktek tersebut, tahap pemetaan kebutuhan belajar menggunakan kesiapan belajar (readiness). Di awal pembelajaran, peserta didik diberikan angket yang berisikan pertanyaan pemantik, yang kemudian hasil dari angket tersebut menjadi dasar dalam penentuan kelompok diantaranya kelompok 1 (kelompok mahir), kelompok 2 (kelompok sedang, dan kelompok 3 (kelompok perlu bimbingan). Ketika diamati, peserta didik yang telah dikelompokkan berdasarkan kesiapan belajarnya dan tingkat kompetensinya, maka terlihat mereka bisa lebih sangat kerjasama dengan kemampuan yang sama. Disisi lain, LKPD dimasing-masing kelompok memiliki perbedaan tingkat levelnya. Hasil dari masing-masing kelompok tersebut akhirnya muncul dan tidak ada yang tertinggal sesuai dengan porsi masing-masing kelompok.

KESIAPAN BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh: Fajrin Nida Amalia Ragam karakteristik serta profil peserta didik di sekolah berpengaruh dalam pembelajaran yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Kondisi tersebut membawa guru untuk mampu merancang serta melaksanakan pembelajaran seusai dengan kebutuhan peserta didik. Guru tidak dapat menghindari berbagai keragaman tersebut, untuk itulah guru mampu memberikan layanan pembelajaran serta pengalaman belajar yang terbaik bagi peserta didik. Hal tersebut berdasarkan keyakinan bahwa, semua peserta didik dapat berhasil dalam belajar, fairness is not sameness (bersikap adil bukan berarti menyamaratakan peserta didik), setiap peserta didik mempunyai pola belajar yang unik, efektivitas praktik pembelajaran melalui bukti yang berdasarkan pengalaman sebelumnya, guru merupakan kunci dari keberhasilan pengembangan program pembelajaran peserta didik. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya learning gap dalam pembelajaran yang berdampak pada potensi capaian belajar peserta didik yang tidak berpotensi terhadap pencapaian yang seharusnya ditunjukkan oleh setiap peserta didik yang bersangkutan. Setiap kegiatan yang dilakukan peserta didik  tidak terlepas dari rasa ingin tahu untuk mempelajari sesuatu. Kegiatan yang sifatnya belum pernah dimengerti maupun diketahui, kegiatan yang dilakukan itulah yang dapat dikatakan sebagai belajar. Dengan demikian, peserta didik mampu merencanakan respons yang dapat terlihat dari sebuah pengalaman yang diterapkan dengan prinsip dan menggunakan strategi khusus atau prinsip umum yang relevan dan tersusun. Hal tersebut, berarti pada setiap individu yang mengalami proses belajar dapat dirumuskan sebagai bentuk salah satu kegiatan psikis-mental untuk berinteraksi dengan lingkungannya, yang dapat menghasilkan perubahan dalam bentuk sikap dan keterampilan maupun pengetahuannya Perbedaan dalam hal belajar inilah yang mempengaruhi setiap peserta didik pada pemahaman awal peserta didik, hal tersebut berkaitan langsung dengan kesiapan belajar (readiness). Kesiapan belajar memberikan pengaruh pada perkembangan peserta didik dalam belajar yang mempengaruhi peserta didik untuk memudahkan peserta didik  agar lebih siap untuk menerima pembelajaran yang dilakukan bersama dengan guru. Kesiapan tersebut mendorong peserta didik untuk dapat menyesuaikan kondisi terhadap kegiatan belajar mengajar selama proses pembelajaran berlangsung. Kesiapan belajar yang baik, peserta didik dapat mengikuti pembelajaran secara aktif dan mudah dalam menyerap pelajaran yang disampaikan selama proses pembelajaran. Jika peserta didik mempunyai kesiapan yang matang, peserta didik tersebut mampu memperoleh kemudahan yang dapat memperluas konten  dalam berkonsentrasi selama proses pembelajaran, bahwa kesiapan belajar merupakan kondisi dimana salah satu yang harus individu miliki, karena proses belajar disertasi dengan adanya kesiapan akan mempermudah peserta didik dalam memahami serta menerima materi yang diberikan oleh pendidik serta dapat mendorong peserta didik dalam memberikan umpan balik yang positif seperti seperti mengajukan pertanyaan oleh guru yang dapat memberi pandangan mengenai keterkaitan dengan materi yang akan di ajarkan. Pembelajaran yang dipergunakan dengan tepat saat ini adalah pembelajaran yang pusatnya pada peserta didik (student centered) yang berfokus pada karakteristikk dan potensi yang dimiliki peserta didik. Strategi pembelajaran yang salah satunya dapat di terapkan yaitu melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi diterapkan dengan alasan karena setiap peserta didik mempunyai masing – masing keunikan. Menurutnya, menjadi seorang guru tidak dapat menyamaratakan setiap peserta didik dalam mencapai kompetensi yang sama. Namun, proses pembelajaran dapat berjalan dengan maksimal jika seorang guru mampu mengoptimalkan setiap potensi yang ada dalam diri peserta didik. Keragaman tersebut menurutnya, masih menjadi permasalahan yang masih dihadapi oleh guru, sementara pemberian penghargaan atas keragaman penting untuk diberikan di kelas. Keberagaman serta perbedaan kesiapan belajar dari setiap peserta didik dikelas menjadi suatu landasan bagi seorang guru agar dapat menyeimbangkan kebutuhan individu setiap peserta didik dengan mempertimbangkan kebutuhan kurikulum, serta tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk itulah, dalam pembelajaran di kelas seorang guru harus mampu menyesuaikan pembelajaran yang dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan belajarnya, yaitu mengenai kesiapan belajar “readiness” yang dapat dilakukan dengan cara memvariasikan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran berdiferensiasi kesiapan belajar peserta didik di kelas yang berpengaruh pada rencana pelaksanaan pembelajaran berdiferensaisi untuk pemenuhan capaian tujuan pembelajaran, persebaran kemampuan awal peserta didik dipengaruhi oleh kesiapan belajarnya, kesiapan belajar inilah menjadi aspek terpenting yang mempengaruhi kualitas sebuah pembelajaran dan juga hasil akhir belajar peserta didik. Selain itu, dengan mengetahui kesiapan belajar setiap peserta didik dalam suatu kelas, guru dapat memberikan pembelajaran yang bervariatif dan mengakomodir seluruh kebutuhan peserta didik

TANTANGAN KURIKULUM MERDEKA DI ERA ABAD 21

Oleh: Hesty Wahyuningrum Pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berkembang, khususnya di era abad 21 ini. Perkembangan pendidikan di Indonesia sendiri tidaklah lepas dari perubahan kurikulum yang signifikan, yakni dari kurikulum KBK, KTSP, kurikulum 2013, hingga yang terbaru yaitu Kurikulum Merdeka. Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia dikarenakan dampak dari transformasi globalisasi, ilmu pengetahuan yang semakin maju, serta teknologi yang semakin berkembang dan membudaya. Perubahan kurikulum yang signifikan tersebut dilakukan dengan maksud agar pendidikan di Indonesia setara dan mampu bersaing dengan pendidikan di negara lainnya. Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia yang berfokus pada materi, pengembangan karakter peserta didik, dan kompetensi peserta didik, yang mana pendidikan berpusat pada peserta didik. Kurikulum Merdeka bertujuan untuk mengasah serta mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki peserta didik sejak dini. Selain itu, dalam Kurikulum Merdeka kegiatan belajar mengajar tidaklah lepas dari penggunaan metode maupun media pembelajaran yang bervariasi dan menarik. Dapat diingat bahwa Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang berbasis pada proyek yang menekankan pada pengembangan soft skill dan karakter peserta didik yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila dan berpedoman pada pemikiran Ki Hajar Dewantara. Proses yang dilaksanakan pada Kurikulum Merdeka juga tertata dengan baik serta lebih membebaskan peserta didik dalam berproses selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga menekankan pada materi pengetahuan yang bervariasi juga berinovasi dalam menyampaikan materi atau konten. Kurikulum Merdeka juga menawarkan susunan struktur kurikulum yang lebih sederhana, fleksibel dan pembelajaran lebih difokuskan pada pengetahuan serta pengembangan kemampuan peserta didik. Selain berfokus pada peserta didik, Kurikulum Merdeka juga mengharuskan seorang pendidik bersikap aktif dan kreatif dalam memajukan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu untuk belajar mandiri, kreatif, dan bernalar kritis dalam setiap kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Kurikulum Merdeka juga disusun untuk memerdekakan pendidik dalam hal pengajaran, yang mana pengajaran tersebut menyesuaikan penilaian atau asesmen berdasarkan capaian pembelajaran dan karakteristik peserta didik. Pendidik juga diberikan kebebasan dalam menyediakan sumber bahan ajar maupun media pembelajaran yang kreatif dan inovatif, sehingga dalam penerapannya peserta didik tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, pendidik juga dibebaskan dalam meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Keunggulan lain dalam Kurikulum Merdeka pada era abad 21 ini yaitu tidak hanya mengenalkan teknologi pada peserta didik, namun juga melatih peserta didik dalam menggunakan teknologi yang bermanfaat bagi kegiatan pembelajaran, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Hal ini dikarenakan agar peserta didik jauh dari dampak negatif teknologi dan dapat memanfaatkan waktu yang mereka miliki untuk belajar lebih baik lagi. Dengan adanya Kurikulum Merdeka ini, pendidik diharapkan mampu mencetak peserta didik maupun manusia yang unggul yang memiliki Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila tersebut merupakan hasil dari pemikiran Ki Hajar Dewantara yang berupa beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bertakwa, mandiri, kritis, memiliki kreativitas,gotong royong, dan berkebhinekaan global, sehingga peserta didik mampu bersaing di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, dengan adanya Kurikulum Merdeka diharapkan dapat mencetak maupun melahirkan generasi yang siap beradaptasi di era abad 21 ini, era perkembangan zaman yang semakin maju, sehingga pendidikan di Indonesia semakin maju dan berkualitas.

PENDIDIKAN YANG BERPIHAK PADA SISWA

Oleh: Octaviani, S.Pd Hakikat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan memasukkan kebudayaan ke dalam diri anak dan sebaliknya memasukkan anak ke dalam kebudayaan, dengan harapan agar  anak menjadi makhluk yang insani. Menurut Ki Hadjar Dewantara proses pendidikan diibaratkan sebagai proses bertani. Pengandaian ini selaras dengan kondisi Indonesia yang mayoritas penduduknya saat itu sebagai petani. Kita dapat mengambil kesimpulan, pendidikan harus berjalan sesuai dengan kondisi masyarakatnya, sesuai dengan perkembangan zaman dan disesuaikan untuk menyiapkan siswa dalam kehidupannya di masa yang akan datang. Pendidik, kata Ki Hadjar, seperti petani karena akan merawat bibit dengan cara menyiangi hama di sekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar tanamannya subur, dan buahnya melimpah. Ki Hadjar menyampaikan bahwa mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Program Merdeka Belajar, salah satunya menyelenggarakan Kurikulum Merdeka. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang menitikberatkan kepada keaktifan murid dalam mengembangkan minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan mereka. Kurikulum ini membuka kesempatan inovasi dan kreasi pembelajaran bagi guru, yang berorientasi untuk pengembangan karakter serta budaya Indonesia. Sejak program Kurikulum Merdeka ini diterapkan oleh pemerintah, tidak ada keterpaksaan sekolah, siswa, guru, dan satuan pendidikan untuk langsung menerapkan program Kurikulum Merdeka. Apalagi dampak pandemi Covid-19 sejak 2 Maret 2020 masih sangat dirasakan dan membuat masyarakat Indonesia mengalami perubahan tata kelola kehidupan.  Dalam kondisi pandemi, pemerintah sadar perlu adanya perubahan pada sistem pendidikan dengan melibatkan teknologi dan kurikulum yang fleksibel terhadap perubahan zaman. Agar tidak terjadi perubahan secara mendadak, pemerintah melaksanakan pilot project untuk mengimplementasikan kurikulum alternatif di sekolah-sekolah yang dipilih. Pemerintah lebih dulu memberi pelatihan kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan. Kurikulum yang dipraktikkan oleh Sekolah Penggerak ini bernama Kurikulum Merdeka, yang pada dasarnya sudah dicetuskan oleh Ki Hadjar 100 tahun silam. Kurikulum Merdeka Belajar memberikan porsi yang besar dalam proses pembelajaran. Nilai yang diberikan kepada siswa lebih banyak memperhatikan proses siswa dalam menjalankan pembelajaran melalui asesmen diagnostik dan formatif. Satuan pendidikan, guru dan siswa diberikan kebebasan dalam Kurikulum Merdeka Belajar akan menghasilkan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan. Sehingga pendidikan menjadi solusi yang bisa menyelesaikan masalah pada siswa maupun masyarakat di lingkungan satuan pendidikan. Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada satuan pendidikan, guru, dan peserta didik dalam mengembangkan pembelajaran. Peserta didik memiliki kodrat (bakat) alami, guru sebagai pendidik harus merawatnya sesuai dengan kodrat yang dimiliki peserta didik. Inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran merupakan penerapan dari pemikiran Ki Hadjar, yaitu Tri-N (Niteni, Nirokke, Nambahi). Niteni menunjuk pada kemampuan untuk secara cermat mengenali dan menangkap makna (sifat, ciri, prosedur, kebenaran), berarti proses pencarian dan penemuan makna suatu objek yang diamati melalui sarana inderawi sesuai dengan proses kognitif yang disebut cipta oleh Ki Hadjar. Cipta adalah daya berpikir, yang bertugas mencari kebenaran sesuatu dengan jalan mengamati dan membanding-bandingkan sesuatu obyek, sehingga dapat mengetahui perbedaan dan persamaannya. Nirokke dan nambahi dapat diterjemahkan sebagai meniru dan mengembangkan/menambah. Ki Hadjar memasukkan dalam ranah “kemauan atau karsa” yang selalu timbul di samping atau seolah-olah sebagai hasil buah pikiran dan perasaan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada kadar dan proses kreatifitasnya. Nirokke atau meniru, menurut Ki Hadjar, merupakan kodrat pada masa kanak-kanak. Nambahi atau menambahkan/mengembangkan adalah proses lanjut dari nirokke. Dalam proses ini ada proses kreatif dan inovatif untuk memberi warna baru pada model yang ditiru. Proses nambahi inilah yang diharapkan terjadi dalam diri peserta didik. Dalam hal ini, Ki Hadjar menyatakan bahwa kita tidak meniru belaka, tetapi mengolah. Mengolah dengan memperbaiki, menambah, mengurangi, mengubah, dan mengolah sesuatu obyek yang ditiru. Namun demikian Kurikulum Merdeka yang memerdekakan semuanya terdapat pelaksanaan yang tidak mudah, terutama menumbuhkan kesadaran kepada masing-masing sekolah dalam menerapkan Kurikulum Merdeka. Inilah tantangannya. Keberhasilan pilot project supaya memberikan imbas, sangat memerlukan kesadaran dan kebersamaan rasa kekeluargaan dengan menghilangkan ego sektoral. Sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai pilot project di satu sisi merasa bangga karena telah dipercaya oleh pemerintah. Namun demikian, di sisi lain diperlukan rasa tanggung jawab untuk menularkan keberhasilannya kepada sekoah-sekolah lain. Khusus untuk sekolah swasta, persoalan yang paling klasik adalah ketidakstabilan jumlah siswa yang dikelolanya. Sehingga program Kurikulum Merdeka menjadi terganggu dan terkendala manakala jumlah siswanya tidak stabil. Bahkan di banyak daerah terjadi penurunan sangat besar, salah satunya dampak pandemi yang berkepanjangan. Fokus dari sekolah-sekolah swasta pada umumnya dimulai dari PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), bagaimana memperoleh murid baru, dan minimal mempertahankan jumlah siswa. Sehingga berbagai kehadiran   kebijakan baru dari pemerintah, termasuk Kurikulum Merdeka senantiasa dikaitkan dengan masalah utama yaitu dampak kepada jumlah siswa yang dikelolanya. Barulah setelah itu, diikuti dengan usaha-usaha lain. Setiap kebijakan baru tentulah memberi dampak kepada situasi dan kondisi yang ada. Sehingga perlu diikuti perubahan kebijakan lain yang dapat meminimalkan dampak dari Kurikulum Merdeka. Diperlukan kebijakan secara komprehensif dari hulu hingga ke hilir, dengan sasaran semua yang berhubungan dengan kesuksesan program Kurikulum Merdeka. Kebijakan yang mempermudah dan memotivasi para guru dalam melaksanakan tugas sehari-harinya, merupakan salah satu yang utama karena guru sebagai ujung tombak di lapangan. Demikian juga ketersediaan sarana dan prasarana sebagai pendukung program Merdeka Belajar tidak kalah penting untuk menjadi kebijakan yang harus diselesaikan sejak awal. Khususnya sekolah swasta yang pada umumnya masih minim dan belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

MEDIA JURANG MELODI SEBAGAI STIMULUS PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS I SEKOLAH DASAR

Oleh: Valentia Febriyanti, S.Pd Terjaminnya kualitas pendidikan merupakan tanggungjawab semua pihak, terutama bagi guru yang merupakan ujung tombak pendidikan. Guru sebagai peran utama harus mampu berinteraksi dan memberikan pengaruh positif bagi siswa, khususnya dalam keefektifan kegiatan belajar mengajar (KBM). Pendidikan di Indonesia saat ini telah memasuki masa pasca pandemi Covid-19. Pandemi menuntut siswa untuk hidup di lingkungan dengan keterbatasan ruang gerak dan ruang sosial, sehingga memaksa siswa menjadi makhluk individual. Keadaan seperti ini sangat mengancam hubungan interaksi manusia (siswa) sebagai makhluk sosial. Membangun kembali kebiasaan lama sebelum adanya covid-19 merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan setelah lebih dari 1,5 tahun pendidikan di Indonesia “memaksakan” diri dengan kebijakan baru di era pandemi. Negara Indonesia telah melakukan berbagai inovasi pendidikan mulai dari perubahan kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme guru, Buku Sekolah Elektronik, dan lain sebagainya. Namun beberapa inovasi terebut sepertinya tidak cukup dikatakan berhasil. Hal ini dapat terlihat dari rendahnya prestasi Indonesia dalam bidang Matematika di tingkat Internasional. Hasil Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang mengikutsertakan siswa kelas VIII menunjukkan bahwa prestasi Matematika Indonesia di tahun 2011 berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari hasil skor tahun 2007. Prestasi bidang sains, Indonesia menempati peringkat ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara. Hasil penilaian tes sains siswa Indonesia ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS 2007.  Dari data dan fakta yang ada, menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata berkualitas dan sangat rendah, sehingga perlu adanya perbaikan sistem pendidikan dalam berinovasi sebagai upaya peningkatan kualitas dan mutu pendidikan.  Matematika dianggap rumit oleh anak-anak karena konsep yang diajarkan seringkali terlalu abstrak dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Anak akan jauh lebih mudah memahami konsep yang diajarkan melalui contoh yang relevan dengan lingkungan mereka. Selain itu, metode pengajaran yang monoton juga dapat membuat siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk belajar matematika. Oleh sebab itu, tercapainya tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai dengan memberikan contoh yang relevan, bermakna, dan mengaitkan konsep materi dengan kehidupan sehari-hari, serta memberikan latihan yang cukup untuk meningkatkan kemampuan anak dalam mengerjakan soal-soal matematika. Dengan demikian, konsep matematika yang dianggap rumit mampu dikuasai oleh siswa jika diajarkan dengan cara yang tepat. Inovasi pembelajaran dengan kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik secara aktif dan menyenangkan sangat diperlukan, salah satunya yaitu dengan pembuatan media pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Media Jurang Melodi merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengangkat kembali situasi pendidikan pasca pandemi. Media Jurang Melodi merupakan media yang menyajikan konsep belajar sambil bermain pada muatan pelajaran Matematika yang diintegrasikan dengan lagu dan gerak tubuh anak. Konsep ini dirancang agar peserta didik dapat bergerak bebas sesuai dengan minatnya masing-masing di tengah keadaan anti sosial pasca pandemi. Media ini dibantu dengan alat berupa alas pijakan dan iringan lagu yang dapat meningkatkan kemampuan berhitung dengan memberikan stimulus dan melatih perkembangan otak kanan dan otak kiri siswa. Implementasi dari media Jurang Melodi ini menekankan pada eksplorasi, eksperimen, dan bentuk kegiatan yang menyenangkan bagi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa konsep matematika yang sangat rumit dapat di kontekstualkan melalui aktivitas keseharian dan permainan yang berhubungan dengan gerak dan lagu. Media ini diwujudkan dalam kegiatan belajar sambil bermain yang dapat mengasah motorik dan kreativitas siswa untuk berinteraksi langsung dalam menyelesaikan soal open ended pada materi operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan dengan memberi stimulus berupa gerak dan lagu. Soal open ended adalah soal yang menggunakan pendekatan pembelajaran dengan menyajikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan metode penyelesaian masalah terbuka yang biasa dikenal dengan soal cerita. Siswa kelas I SD yang berpartisipasi dalam permainan media Jurang Melodi jauh lebih cepat memahami konsep pembelajaran materi penjumlahan dan pengurangan bilangan daripada mereka yang tidak terlibat. Menyanyikan lagu-lagu yang relevan dapat membantu siswa kelas I SD untuk belajar ilmu pengetahuan, matematika, dan konsep bahasa serta dapat membantu meningkatkan kemampuan menghafal dengan lebih mudah. Gerak dan lagu yang diberikan pada anak-anak, mampu menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, dengan memadukan unsur logika dan estetika.