Oleh: Mohammad Ilham, S.Pd Kebudayaan dan kebiasaan masyarakat digerakan oleh roda pendidikan. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat menjelaskan pengambilan kebijakan pendidikan harus menekankan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya. Evaluasi kurikulum dapat dijadikan bahan untuk memperbaiki rencana pengembangan kurikulum yang akan dilakukan di sebuah sistem pendidikan (Iskandar dalam Firdaus 2022). Problematika pengelolaan pendidikan saat ini direspon Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan teknologi dengan pergantian kurikulum menjadi kurikulum merdeka yang terinspirasi oleh pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dalam tulisan ini menggunakan metode studi pustaka, menurut Milya (dalam Rahayuningsih 2021) studi pustaka dapat memperoleh sumber informasi dari beberapa tempat, yaitu buku referensi, jurnal, atau hasil penelitian terdahulu yang relevan. Pada tahap awal dilakukan pengumpulan jurnal artikel yang relevan dengan pembahasan. Pada artikel 1 dengan judul “Internalisasi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila” (Rahayuningsih 2021), menjelaskan konsep pelajar pancasila merupakan gambaran pelajar seluruh indonesia yang memiliki sikap beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, Bergotong royong, berkebhinekaan global, kreatif, bernalar kritis, mandiri. Pada artikel 2 “Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Abad ke 21” (Nurhalita dan Hudaidah 2021), menjelaskan gagasan pendidikan Ki Hajar Dewantara pada abad ke 21 yang menitik beratkan pada kreativitas peserta didik seperti menanya, mengamati, menalar, mencoba, mengkomunikasikan dan mencipta. Pada artikel 3 “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Perkembangan Pendidikan di Indonesia” (Tarigan, dkk 2022), memaparkan gagasan Ki Hajar Dewantara dalam memberikan kebebasan peserta didik dalam berfikir. Pada artikel 4 “Analisis Evaluasi Program Kurikulum 2013 Dan Kurikulum Merdeka” (Firdaus, dkk 2022), memaparkan tentang sistem penilaian kurikulum 2013 yang rumit menjadi salah satu dasar pembentukan merdeka belajar. Dan pada artikel 5 “Inovasi Kurikulum “Merdeka Belajar” Di Era Society 5.0” (Marisa 2021), menjelaskan bahwa kurikulum merdeka belajar dianggap sebuah terobosan baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan peraturan menteri nomor 21 tahun 2016 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah. menjadi pedoman seorang guru mengenai ruang lingkup materi yang harus diajarkan (Firdaus, dkk 2022). Penelitian dari PISA (Programme for International Student Assessment) 2019 menunjukan peserta didik Indonesia hanya menempati urutan ke 74 dari 79 negara, terutama bidang literasi dan matematika. Nadiem Makarim memaparkan terobosannya dengan empat hal pokok kebijakan baru. Pertama, Ujian Nasional (UN) tidak dijadikan syarat lulus suatu jenjang, dan akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum serta survei karakter. Kedua, sekolah diberikan kebebasan dalam merancang dan melaksanakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Ketiga, guru diberikan kebebasan dalam menyusun perencanaan pembelajaran. Yang terakhir tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), yang lebih menekankan penerapan zonasi. Selain itu, pelaksanaan pembelajaran yang menitik beratkan pada pembentukan karakter. Dengan demikian kurikulum merdeka belajar ini dapat lebih menyiapkan peserta didik siap bersaing di dunia kerja, dapat berguna, dan memiliki moral tinggi di lingkungan masyarakat (Marisa 2021). Menurut Tarigan, dkk (2022) konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara diantaranya tentang Tripusat pendidikan terdiri dari pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan konsep Trikon yang merupakan pembelajaran budaya bangsa yang memiliki unsur, dasar kontinuitas, dasar konsentris, dan dasar konvergensi. Yang sudah diterapkan di Taman Indria (balita). Gagasan tersebut bernama Tri No yaitu, nonton, niteni, nirokke. Selanjutnya sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai sistem among yang berasas kekeluargaan memiliki 2 landasan, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan sebagai syarat melaksanakan pendidikan. Serta dalam Sistem Among, guru berperan sebagai Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri Handayani. Penerapan kurikulum merdeka memiliki tujuan besar untuk menciptakan peserta didik yang memiliki nilai karakter pelajar pancasila dan mengedepankan kemerdekaan. Konsep ini terinspirasi dari pemikiran Ki Hajar Dewantara. Dimana seharusnya pendidikan bertujuan mengembangkan budi pekerti (ras, pikiran, roh) pada peserta didik dengan keteladanan, pembiasaan, dan pengajaran tanpa paksaan. Mendidik anak sesuai karakteristiknya, karena anak tidak terlepas dari kodrat alam yang sudah memiliki potensi. Kurikulum merdeka menjelaskan juga peran penting elemen yang terlibat seperti tugas guru di dalam kelas, tugas sekolah dalam memfasilitasi peserta didik, serta orang tua dan lingkungan masyarakat yang harus mendukung perkembangan peserta didik. Hal itu sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara mengenai Tri Pusat Pendidikan. Dimana konsep tersebut mengedepankan pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah tetapi pendidikan di keluarga sebagai pendidikan awal dan karakter, serta pendidikan di masyarakat ikut sangat berdampak pada peserta didik. Dari pemaparan diatas membuktikan bahwa kurikulum merdeka merupakan sebuah konsep yang sama seperti pemikiran pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara serta sangat relevan untuk diimplementasikan di masa sekarang. Semoga kurikulum merdeka ini dapat berjalan sebagaimana yang sudah direncanakan, sehingga tujuan kurikulum ini dapat tersampaikan dengan baik. Daftar Rujukan Firdaus, H. & Laensadi, A., M. dkk. “Analisis Evaluasi Program Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka”, Jurnal Pendidikan dan Konseling, Volume 4, 2022, Nomor 4, E-ISSN: 2685-936X dan P-ISSN: 2685-9351. Habsy, B., A. “Seni Memahami Penelitian Kualitatif Dalam Bimbingan Dan Konseling : Studi Literatur”. Jurnal Konseling Andi Matappa, Volume 1, 2017, Nomor 2. Marisa, M. “Inovasi Kurikulum “Merdeka Belajar” Di Era Society 5.0”. Santhet: Jurnal Sejarah Pendidikan Dan Humaniora, Volume 5, 2021, Nomor 1, DOI: 10.36526/js.v3i2. Nurhalita, N. & Hudaidah. “Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Abad ke 21”. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Research & Learning in Education, Volume 3, 2021, Nomor 2, Halaman 298 – 303. Rahayuningsih, F. “Internalisasi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Dalam Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila”. SOCIAL: Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, Volume 1, 2021, Nomor 3. Tarigan, M. & Alvindi. dkk. “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Perkembangan Pendidikan di Indonesia”. MAHAGURU: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Volume 2, 2022, Nomor 1, halaman 149-159.