Jowonews

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

KUDUS – Jajanan tradisional yang masih sangat populer adalah getuk, dan jika Anda berada di Kudus, Jawa Tengah, ada varian khas yang patut dicoba, yaitu getuk dalangan. Getuk dalangan dapat ditemukan di Dukuh Dalangan, Desa Barongan, Kecamatan Kota Kudus, yang berjarak kurang dari 500 meter dari Alun-alun Kudus. Warung ini sudah eksis selama sekitar 40 tahun dan dikelola oleh tiga generasi keluarga. Rochimah, pengelola saat ini, meneruskan usaha dari mertuanya, Suwarni. Dia membuat dan meracik sendiri getuk-getuk yang dijajakan, menekankan kepentingan kesegaran getuk sebagai daya tarik utama. “Semuanya saya buat sendiri, dari getuk sampai juruhnya. Getuknya harus fresh. Soalnya itu yang bikin Getuk Dalangan dicari banyak orang,” ungkap Rochimah. Singkong terbaik dipilih untuk membuat getuk, dan juruh (saus parutan kelapa muda dicampur dengan gula jawa cair) yang disiram ke getuk juga harus memiliki rasa yang istimewa. Selain getuk dalangan, di tempat ini juga tersedia berbagai jajanan tradisional seperti lopis, puli, moto belong, dan ketan. Warung ini buka setiap hari, kecuali Minggu, Ramadan, dan hari-hari besar, mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Harga getuk yang dijajakan terjangkau, berkisar antara Rp3 ribu sampai Rp5 ribu. Pembeli juga dapat memilih apakah ingin getuknya disiram juruh atau tidak. Ada juga varian getuk berukuran besar berbentuk gunungan tumpeng dengan harga mulai Rp25 ribu, yang sering dipesan untuk acara lamaran. “Mau gula atau kelapa bisa dipilih. Kalau pengin manis ya pakai gula, kalau nggak yang tinggal disiram kelapa,” jelas Ima, salah satu karyawan di warung tersebut. Jadi, jika Anda berada di Kudus, Getuk Dalangan Kudus bisa menjadi pilihan yang menarik untuk dicicipi.

Candi Mangkubumen, Keunikan Arsitektur Eropa di Tengah Solo

Candi Mangkubumen, Keunikan Arsitektur Eropa di Tengah Solo

SURAKARTA – Candi Mangkubumen di Solo memiliki keunikan yang mencolok karena tidak mengikuti desain candi Hindu atau Buddha, melainkan menampilkan arsitektur khas Belanda atau Eropa. Meskipun disebut sebagai “candi,” bangunan ini tidak digunakan untuk peribadatan. Sekilas Candi Mangkubumen Candi Mangkubumen, yang berlokasi di Jalan Dr. Cipto Mangunkusumo, Mangkubumen, Solo, merupakan sebuah peninggalan sejarah yang memikat dengan keanggunan arsitektur klasiknya. Pembangunannya dilakukan pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV di Kesultanan Mataram. Meskipun disebut sebagai candi, bangunan ini memiliki desain yang indah dan megah, menampilkan ciri khas Eropa pada periode masa lalu. Bangunan ini menghadap ke arah barat dan tidak mencerminkan pengaruh Hindu-Buddha seperti kebanyakan candi pada umumnya. Faktanya, Candi Mangkubumen sebenarnya bukanlah candi sejati, melainkan dikenal sebagai ‘Candi Mangkubumen’. Lebih menyerupai sebuah tugu dengan ketinggian sekitar 3 meter, bangunan utama ini dikelilingi oleh pagar, dan terdapat tempat dupa yang digunakan untuk kegiatan berziarah. Sebelum menjadi struktur berdiri sendiri di tanah kosong seperti sekarang, Candi Mangkubumen sebelumnya dikelilingi oleh bangunan lain. Salah satunya adalah RSUD Dr. Moewardi, yang kemudian direlokasi ke Jebres. Tempat Persemayaman Tali Pusar Patih Sasranegara Menurut informasi dari laman resmi Pemerintah Kota Solo, Candi Mangkubumen didirikan pada tahun 1840 dengan tujuan utama untuk menjadi tempat persemayaman tali pusar atau ari-ari Patih Sasranegara. Patih Sasranegara merupakan tokoh kunci dalam sejarah Kesultanan Mataram pada abad ke-18. Pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono II, Sasranegara menjabat sebagai patih, sebuah posisi yang setara dengan perdana menteri dalam pemerintahan Mataram. Pentingnya peran Sasranegara dalam membangun dan mengelola kebijakan pemerintahan kesultanan membuat namanya mencuat dalam sejarah. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan berwibawa, terlibat dalam banyak kebijakan strategis, termasuk upaya untuk menjaga stabilitas di tengah goncangan politik dan ketegangan dengan pihak Belanda. Meskipun tidak selalu sejalan dengan kebijakan penguasa saat itu, Sasranegara tetap setia dan memberikan kontribusi besar dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan Kesultanan Mataram. Dengan demikian, Candi Mangkubumen tidak dapat dianggap sebagai candi seperti Prambanan atau Borobudur. Sebaliknya, bangunannya lebih menunjukkan pengaruh desain Eropa yang kental. Apakah Anda tertarik untuk melihatnya secara langsung?

Open Bar Kedai Titilaras, Pengalaman Unik Minum Kopi di Solo

Open Bar Kedai Titilaras, Pengalaman Unik Minum Kopi di Solo

SURAKARTA – Di Pasar Gede Solo, Kedai Titilaras menarik perhatian dengan konsep uniknya di tengah popularitas kedai kopi dan teh di Kota Solo. Pemilik kedai, Arkha Tri Maryanto (31), menciptakan pengalaman interaktif tanpa menu dan jam buka yang pasti. Kedai ini dikenal sebagai “open bar” karena pengunjung tidak hanya memesan minuman, tetapi juga berinteraksi dengan Arkha yang meracik kopi atau teh. Saat detikJateng mengunjungi kedai di lantai 2 Pasar Gede, pengunjung terlihat menikmati obrolan sambil mengabadikan momen ketika Arkha menyajikan minuman. Dengan luas hanya 2×1 meter, Arkha melayani pengunjung dengan pertanyaan apakah mereka ingin memesan teh atau kopi, karena tidak ada menu yang tetap. Kedai ini menjadi karya idealis Arkha yang diriset sejak 2017 dan diwujudkan pada 2022. Arkha, lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, awalnya bermimpi mendirikan kedai di rumah tua, namun proyek tersebut terlaksana di sudut Pasar Gede. Pria berkeluarga ini dikenal di media sosial karena gaya pakaian khasnya. Kedai Titilaras memiliki dekorasi menarik dengan bunga kering, postcard aktivitas Pasar Gede, dan tulisan filosofis. Selain berbisnis, Arkha ingin menjadikan kedainya sebagai ruang interaksi untuk mengatasi kehilangan keterampilan interpersonal manusia. Melalui ruang interaksi, ia menjadi pendengar bagi pengunjung yang ingin curhat. Kedai ini memiliki aturan unik seperti hari libur dua kali seminggu dan menu yang selalu berganti sesuai dengan bahan baku yang tersedia. Arkha menjalankan kedainya sendiri dan menyatakan keterusan membuat teh dan kopi sampai mati. Meskipun baru dibuka pada 2022, Titilaras telah menarik perhatian pengunjung dari berbagai daerah, termasuk Jakarta dan Lampung.