Jowonews

Rute Trans Jateng Magelang Purworejo PP, Jadwal dan Harga Tiketnya

Rute Trans Jateng Magelang Purworejo PP, Jadwal dan Harga Tiketnya

MAGELANG – Sejak akhir September 2020, Bus Trans Jateng dengan rute dari Magelang – Purworejo PP secara resmi beroperasi. Alat transportasi umum ini memberikan layanan perjalanan dari Terminal Borobudur menuju Terminal Kutoarjo dan sebaliknya. Bus berjalan mulai pukul 05.00 sampai pukul 18.00 dengan biaya sebesar Rp 4.000, namun hanya Rp 2.000 untuk pelajar, buruh, dan veteran. Pelajar ini mencakup jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, hingga Sekolah Menengah Atas (menggunakan pakaian seragam sekolah dan sepatu), serta dapat menunjukkan identitas dengan menggunakan Kartu Tanda Pelajar. Untuk para mahasiswa, penting untuk berpakaian dengan baik dan menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa. Bagi para pekerja, mengenakan pakaian resmi, menunjukkan kartu identitas asli, menunjukkan kartu BPJS Ketenagakerjaan atau kartu digital BPJS Ketenagakerjaan, dan juga dapat menunjukkan fotokopi kartu Jamsostek yang masih berlaku. Sementara itu bagi Veteran, hanya perlu menunjukkan Kartu Tanda Veteran mereka. Agar dapat melakukan perjalanan naik dan turun, diharapkan untuk memperhatikan titik-titik tempat berhentinya bus dan tanda BRT. Jika Anda ingin membeli tiket, Anda dapat melakukannya di dalam bus atau di halte. Rute Bus Trans Jateng Magelang – Purworejo Rute Magelang-Purworejo ini menempuh perjalanan dari Terminal Borobudur, Magelang, dan berakhir di Terminal Kutoarjo, Purworejo. Adapun rutenya sebagai berikut: Rute Bus Trans Jateng Purworejo – Magelang Rute Trans Jateng Purworejo menempuh perjalanan dari Terminal Kutoarjo, Purworejo dan berakhir di Terminal Borobudur, Magelang. Adapun rutenya sebagai berikut:

Warung Kepala Ikan Manyung Bu Fat Semarang, Rasanya Bikin Kepala Mengangguk-angguk

Warung Kepala Ikan Manyung Bu Fat Semarang, Rasanya Bikin Kepala Mengangguk-angguk

Mangut adalah masakan yang biasa ditemukan di pantai utara Jawa, salah satunya di daerah Semarang, Jawa Tengah. Salah satu warung mangut yang terkenal adalah Warung Kepala Manyung Bu Fat Semarang. Restoran ini menggunakan ikan yang tidak umum diolah dengan bumbu mangut, yaitu ikan manyung, dan terkenal dengan rasa pedasnya yang membuat pelanggan berkeringat. Saat ini warung kepala manyung Bu Fat telah menjadi salah satu tujuan utama bagi pecinta kuliner saat mengunjungi Kota Semarang. Kepala Manyung Ibu Fat telah membuka tiga cabang di wilayah Semarang. Setiap hari warung ini tidak pernah sepi dari pelanggan. Terkadang, saat waktu makan siang tiba, seringkali pengunjung harus menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, terutama di gerai utama yang berlokasi di Jalan Ariloka, Semarang Barat. Didirikan Bu Fat Tahun 1969 Restoran ini didirikan pada tahun 1969 di sebuah ruangan berukuran 3×3 meter yang dirancang oleh Fatimah dan sekarang dikenal sebagai “Bu Fat”. Sajian khas Kepala Ikan Manyung ini telah bertahan selama tiga generasi, atau hampir 50 tahun. Winda Riskayani, cucu Fatimah, kini ditunjuk sebagai penggantinya. Seiring berjalannya waktu, ada banyak penghargaan yang telah didapatkan Warung Kepala Ikan Manyung Bu Fat, seperti peringkat kedua dalam kategori Pelestari Kuliner Nusantara dari Festival Bango, serta beberapa penghargaan sebagai kuliner klasik dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang. Berbagai tokoh kenamaan seperti Yovie Kahitna, Ganjar Pranowo, Sudjiwo Tedjo, Yuni Sara, Tjahjo Kumolo, Bondan “Maknyus”, hingga Menlu Retno Marsudi semuanya pernah mencicipi soto pedas manyung ini. Bahan dasar ikan yang Kurang Populer Ikan Manyung merupakan jenis ikan laut yang dagingnya sering diolah menjadi ikan asin jambal roti. Sejak sekian lama, ikan ini kurang diminati sebagian besar orang. Mereka jarang yang mau mengolahnya baik dengan cara diasap atau dimasak dengan berbagai rempah-rempah. Kepala dan daging ikan manyung dipilih oleh Fatimah karena dagingnya gurih dan padat. Di warung ini, manyung yang disajikan berasal dari perairan Jepara, Cirebon, hingga Banyuwangi. Kemudian ikan tersebut dibawa ke pusat pengasapan ikan di Demak. Selanjutnya, ikan tersebut lalu dimasak dengan rempah-rempah yang dibuat oleh Bu Fat. Pada dekade 1970-1980, Bu Fat melakukan percobaan dalam memproses ikan manyung dengan menggunakan metode pengasapan dan membuat kuah mangut yang pedas. Menu tersebut berhasil mencuri perhatian para juri saat diuji dalam beberapa kompetisi memasak di Kota Semarang. Seiring berjalannya waktu, olahan manyung Bu Fat mendapat respon yang baik dari para pecinta kuliner. Banyak orang menyukainya dan semakin banyak orang penasaran dengan rasanya. Mempertahankan Cita Rasa Hingga Tiga Generasi Kelurga Fatimah menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam menjaga warisan resep selama hampir setengah abad. Menurut Winda, kegigihan sangat penting dalam mempertahankan rasa ikan manyung yang asli. Ikan yang ia pilih masih berasal dari perairan Pantai Utara, tempat yang sama seperti sebelumnya. Bumbu yang digunakan juga sama. Winda menguku, ia dapat menghabiskan lima kilogram cabai rawit dalam sehari untuk hidangan ikan manyung tersebut. Ikan manyung segar diasap di pusat pengasapan ikan Demak, kemudian dibawa ke dapur untuk dicampur dengan tumisan kuah mangut. Winda mengaku turun langsung untuk melihat proses pembuatan kuah yang khas tersebut. Menurutnya, agar cabai terasa paling pedas, ikan dan cabai dimasukkan terakhir setelah bumbu kuah diaduk dengan rata. Kemudian ikan dimasak dalam rendaman kuah tersebut selama kurang dari 30 menit. Setiap hari, satu warungnya mampu menjual 100 porsi ikan manyung setiap hari. Harga satu porsi kepala berkisar antara Rp 85.000 dan Rp 415.000, tergantung pada berat dan ukuran ikan, mulai dari porsi kecil hingga double jumbo. Bagi Anda yang ingin mencoba kuliner yang terkenal ini, dapat mengunjungi tiga lokasi Restoran Kepala Manyung Bu Fat, yaitu di Jalan Sukun, Banyumanik, dan Jalan Ariloka, Krobokan Semarang Barat, jam 07.00-19.00 WIB.

Baju Adat Laki-laki Khas Solo, Terdapat Makna Mendalam Pada Setiap Bajunya

Baju Adat Laki-laki Khas Solo, Terdapat Makna Mendalam Pada Setiap Bajunya

Tradisi berpakaian adalah salah satu dari banyak bentuk keanekaragaman budaya Indonesia. Perbedaan jenis dan gaya pakaian adat juga dipengaruhi oleh budaya lokal, termasuk Jawa. Mengambil kutipan dari jurnal Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta karya Hanintia Elma Derista, orang Jawa menyadari sepenuhnya arti penting berpakaian dengan ungkapan “Ajining jiwa saka lathi, ajining tubuh saka pakaian”. Idiom ini mengandung maksud bahwa antara jiwa dan tubuh perlu perhatian khusus agar dirinya mendapat penghormatan yang pantas dari orang lain. Solo di Jawa Tengah merupakan daerah yang kaya akan warisan budaya dan pakaian adat. Busana adat Solo bukan hanya pakaian, tetapi juga merepresentasikan nilai sejarah, identitas dan kearifan lokal. Setiap pakaian adat memiliki sejarah dan fungsinya yang khas tercermin dalam kekayaan budaya Jawa. 5 Baju Adat Laki-laki Khas Solo Surjan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Surjan merupakan pakaian jas pria tradisional dari Jawa yang memiliki kerah tegak, lengan panjang, dan dibuat dengan menggunakan bahan lurik atau cita berkembang. Di dalam istana, garis-garis atau pola lurik digunakan untuk mewakili posisi atau pangkat yang diemban oleh pemakainya. Semakin besar lurik tersebut, semakin besar pula jabatannya. Banyak orang menggunakan Surjan terutama di kota Surakarta dan Yogyakarta. Surjan sering digunakan saat ada upacara adat yang dipadukan dengan blangkon dan jarik. Menurut sumber dari si bakul jogja.jogjaprov.go.id, Surjan adalah pakaian yang diyakini sebagai simbol takwa, didasarkan pada ayat Al-Quran yang digunakan oleh Sunan Kalijaga sebagai dasar untuk menciptakan model baju rohani atau takwa. Apabila menggunakan pakaian ini, diharapkan untuk selalu mengenang Tuhan. Kemudian, pakaian yang pertama kali dikenakan oleh para raja Mataram ini masih tetap digunakan sampai sekarang. Pakaian ini memiliki filosofi di setiap bagiannya. Misalnya, pada leher baju ada enam kancing yang mewakili enam rukun iman dalam agama Islam. Dua kancing di dada kiri dan kanan melambangkan dua kalimat syahadat, dan tiga kancing di bagian dalam dada yang tidak terlihat melambangkan tiga jenis nafsu manusia yang harus selalu dikendalikan dan ditutupi oleh manusia. nafsu hewan, nafsu makan, dan nafsu minum, serta nafsu setan Basahan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hanintia Elma Derista dari Program Studi Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret Surakarta, baju tradisional yang sering disebut sebagai baju dodot atau baju basahan, merupakan pakaian yang umum digunakan dalam acara pernikahan. Busana basahan umumnya menggunakan kain Dodot sebagai bahan utamanya. Dibuat dari bahan mori, tepian kain didekorasi dengan aksen emas dan di tengahnya terdapat sepotong kain putih berbentuk jajaran genjang. Pakaian Dodot umumnya dipakai dengan perlengkapan tambahan dari ujung kepala sampai ujung kaki, yaitu: kuluk mathak, sumping, kalung ulur, keris, roncean melati kolongan keris, gelang, epek, timang, ukup, buntal, Dodot Alas- alas, dan celana cinde. Dulu dodot hanya digunakan di kerajaan Mangkunegaran. Namun, baju dodot kini bisa dikenakan oleh semua orang. Beskap Menurut dkc.pemalang.pramukajateng.or.id, kata “Beskap” berasal dari kata Belanda “Beschaafd”, yang berarti “beradab”. Beskap adalah pakaian tradisional untuk laki-laki yang berasal dari daerah Jawa seperti Solo. Biasanya digunakan dalam acara seperti upacara adat dan acara resmi lainnya. Beskap sering disebut juga sebagai “jas penutup” karena penggunaannya yang mirip dengan jas konvensional. Beskap biasanya dipadukan dengan jarik, yaitu kain panjang batik yang diikat untuk menutupi kaki. Sekitar akhir abad ke-18, beskap pertama kali dimasukkan ke dalam tradisi Jawa Mataram sebagai pakaian resmi yang digunakan dalam acara penting. Penggunaan beskap akhirnya menyebar ke wilayah kerajaan (Vorstenlanden) dan kemudian ke seluruh Jawa. Jawi Jangkep Di wilayah Jawa Tengah, terdapat busana tradisional pria yang dikenal dengan nama Jawi Jangkep. Pakaian tersebut terdiri dari beskap berwarna gelap yang dihiasi dengan pola bunga emas di bagian tengahnya. Disamping itu, Jawi Jangkep juga mempunyai kerah yang lebih besar dan tidak memiliki lipatan. Bagian depan dari pakaian tradisional beskap memiliki panjang yang lebih besar dibandingkan dengan bagian belakang, dan berfungsi sebagai tempat untuk menyelipkan keris. Pakaian Jawi Jangkep menggunakan kain jarik yang diikat di pinggang untuk bawahan. Terdapat dua jenis sarung berdasarkan penggunaannya, yaitu warna hitam untuk acara formal dan warna selain hitam untuk kegiatan sehari-hari. Batik Siapa yang tidak mengenal batik, kain bermotif yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Batik bisa dipakai oleh pria maupun wanita, dari acara formal hingga casual. Meski batik sudah sangat masif dan populer, Solo tetap memiliki ciri khas motif batik tersendiri. Berikut penjelasannya dikutip dari surakarta.co.id: Motif sidomukti Motif ini biasanya dipakai pada upacara pernikahan terutama oleh orang tua mempelai. Apabila ditinjau dari kata,”sido”berarti jadi/menjadi, sedangkan”mukti”artinya mulia, bahagia atau sejahtera. Oleh karena itu, pengantin yang mengenakan motif ini, diharapkan mampu mengarungi bahtera rumah tangga dengan baik. Motif Kawung Dalam motif ini, dapat diartikan bahwa manusia sebagai pancer (pusat) dipengaruhi oleh empat sumber tenaga alam yang terpancar dari empat arah mata angin, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Motif kawung juga dapat membawa simbol, agar pemakainya dapat mengendalikan hawa nafsu dan mampu menjaga hati nurani. Motif jenis ini biasanya digunakan dalam upacara mitoni, ruwatan, hingga sebagai penutup jenazah. Motif Parang Motif parang melambangkan ketajaman rasa, pikir, dan kekuatan dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Selain itu, motif ini juga merupakan simbol pengharapan masa depan yang baik. Umumnya, motif parang berguna untuk memperingati kelahiran bayi dan perawatan ari-ari. Motif Truntum Mayoritas motif jenis ini ditemukan pada kain yang digunakan untuk menggendong bayi. Dengan memakai motif truntum, harapan bagi pemakainya agar kelak dewasa, sang anak diwarnai rasa cinta kasih kepada sesama, alam lingkungan, makhluk ciptaan Tuhan, dan mampu memelihara cinta untuk kebaikan. Motif Sawat Terdiri dari gambar dua ekor sayap burung garuda atau umum juga disebut sawat. Dalam motif sawat, terdapat satu sayap berukuran besar dan lainnya lebih kecil. Letak sayap ini berhadapan selaras sebagai hiasan. Siapa pun yang mengenakan batik dengan motif sawat, diharapkan selalu mendapatkan perlindungan dalam kehidupannya. Pakaian adat pria khas Solo bukan hanya sekadar pakaian, melainkan juga penjaga warisan budaya yang kaya akan makna dan nilai. Setiap jenis pakaian adat tidak hanya memperkaya estetika, tetapi juga mengandung cerita sejarah dan identitas yang dalam. Melalui pemahaman akan fungsi dan filosofi di balik setiap pakaian tradisional ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya yang diberikan oleh daerah Solo, Jawa Tengah.

Soto Kerbau dan Lentog Tanjung Resmi Diakui Sebagai Kuliner Khas Kudus

Soto Kerbau

KUDUS – Kementerian Hukum dan HAM RI telah memberikan sertifikat hak kekayaan intelektual (HKI) kepada Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, untuk mengakui soto kerbau dan lentog tanjung sebagai makanan khas Kudus. “HKI komunal tersebut kami terima pada 17 Agustus 2023, dan pengajuannya dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kudus.” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Mutrikah Kudus di Kudus, Senin (21/8/2023). Sementara itu untuk teknis persyaratan dan lainnya, kata dia, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus ikut terlibat karena dibutuhkan proses pembuatan, dokumentasi, deskripsi sejarah, hingga wawancara narasumber. Soto kerbau, kata dia, diberikan kepada pemerintah kabupaten karena banyaknya pedagang soto di Kabupaten Kudus. Sedangkan lentog tanjung diberikan kepada Pemerintah Desa Tanjungkarang karena sejarah hidangan khas tersebut memang dari desa setempat. Untuk warisan budaya tak benda (WBTB) nasional, Kabupaten Kudus mendapatkan pengakuan bagi enam warisan budaya. Enam warisan budaya tersebut adalah tradisi buka luwur Sunan Kudus, seni barongan, dandangan, jenang Kudus, joglo pencu, dan prosesi jamasan pusaka keris cinthaka peninggalan Sunan Kudus. Mutrikah menegaskan bahwa HKI berada di bawah tanggung jawab Kementerian Hukum dan HAM, dan WBTB berada di bawah tanggung jawab Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Selain itu, pemkab Kudus kembali meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk mendaftarkan warisan budaya, yaitu sedekah subur sewu sempol dan guyang cekathak, sebagai WBTB tahun ini. “Pada tahun sebelumnya, Pemkab Kudus telah mengusulkan guyang cekathak ke pusat, tetapi tidak berhasil karena aktivitas kegiatannya dianggap kurang dan pelaksanaannya tidak stabil.” ujarnya. Guyang cetathak merupakan salah satu adat istiadat masyarakat lokal adalah meminta hujan, yang biasanya mencapai puncaknya pada bulan September. Menurutnya, mereka akan mencoba lagi tahun ini dan berharap berhasil. Pemkab Kudus juga akan membantu memasukkan tradisi lain yang layak dicatat jika ada, karena akan menjadi daya tarik bagi wisatawan asing. (Antara/JN)

Festival Jajan Pasar Sor Pring Kudus Upaya Lestarikan Kuliner Tradisional

Festival Jajan Pasar Sor Pring

KUDUS – Sebagai upaya untuk mendorong makanan tradisional yang mulai jarang ditemukan, komunitas peduli kebudayaan Rumah Khalwat dan Balai Budaya Rejosari (RKBBR) di Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, menggelar “Festival Jajan Pasar Sor Pring” di kebun bambu. “Semoga kegiatan seperti ini dapat membangkitkan potensi lokal Kudus dan menjadi peluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,” kata Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Kabupaten Kudus Mawar Anggraini dalam Festival Makanan Kuliner Pasar Sor Pring dan Ngangsu Banyu dengan tema “Saiyeg Saeka Praya” di Balai Budaya Rejosari, Kudus, Sabtu (19/8/2023). Oleh karena itu, kata dia, perlu dikelola dengan serius agar makanan pasar yang semakin langka semakin diminati masyarakat, khususnya generasi muda. “Kami berharap acara ini dapat meningkatkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat dan mempromosikan potensi wisata desa. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat diharapkan dapat turut mendukung perkembangan industri wisata di Kabupaten Kudus,” ujarnya. Adapun jenis makanan makanan tradisional yang disajikan, di antaranya ada gantilut, ento-ento, pecel, nasi liwet, serta hidangan tradisional lainnya. Sementara itu, Koordinator Panitia Ngangsu Banyu Asha Jatmiko menjelaskan bahwa Festival Kuliner Sor Pring bertujuan untuk mendukung dan mempromosikan usaha mikro kecil menengah (UMKM) serta memperkenalkan kuliner tradisional kepada generasi milenial. Acara ini berhasil menarik minat 40 pelaku UMKM dari daerah sekitar, termasuk beberapa peserta dari luar daerah. “Maksud dari acara festival makanan sor pring adalah untuk mendukung dan mempromosikan usaha kecil menengah serta memperkenalkan makanan tradisional kepada generasi milenial,” ujarnya. Festival Makanan Pasar Sor Pring dan Ngangsu Banyu ini telah berhasil menggabungkan semangat bekerja sama dan minat dalam menjaga warisan makanan tradisional, serta memberikan sumbangan positif dalam mendukung ekonomi lokal. (Antara/JN)

Asal Usul Baturaden, Kisah Percintaan Antara Sang Putri dengan Penjaga Kuda

Asal Usul Baturaden, Kisah Percintaan Antara Sang Putri dengan Penjaga Kuda

Cerita rakyat yang terkenal di Jawa Tengah adalah mengenai asal usul Baturaden yang menjadi salah satu cerita yang sangat legendaris. Nama Baturaden memang sudah populer sebagai kawasan wisata di Kabupaten Banyumas. Terletak di kaki Gunung Slamet, kawasan ini memiliki bentang alam yang indah dan suhu udara yang sejuk. Oleh karena itu, hingga kini kawasan ini berkembang menjadi kawasan wisata. Baturradèn adalah daerah yang terletak di utara Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, tepatnya di bagian bawah Gunung Slamet dengan ketinggian antara 750 hingga 900 meter di atas permukaan laut. Di balik keindahan alamnya, tahukah kamu bahwa Baturaden memiliki legenda di balik namanya? Asal Usul Baturaden Ada banyak versi tentang asal-usul Baturraden. Dalam penelitian karya Zulfikar Amran Gany yang berjudul “Legenda Baturraden dalam Bentuk Ilustrasi Menggunakan Teknik Arsir,” disampaikan bahwa legenda Baturraden diambil dari dua versi, yaitu versi Kadipaten Kutaliman dan versi Syeh Maulanna Maghribi. Penulis juga menambahkan informasi cerita “Kadipaten Kutaliman” berdasarkan sumber buku Cerita Rakyat dari Banyumas karya Muhammad Jaruki.  Diceritakan bahwa jaman dahulu kala di Kadipaten Kutaliman, daerah yang berada sekitar 10 kilometer di barat Gunung Slamet, tinggal seorang Adipati Kutaliman dengan istrinya yang cantik, abdi dalem, dan seorang pembantu rumah tangga yang bertugas mengurus kuda milik Adipati Kutaliman yang disebut Batur Gamel. Batur Gamel adalah seorang pemuda yang memiliki penampilan menarik, tanggung jawab, dan sangat tekun. Dia selalu melakukan tugasnya dengan baik. Kuda Adipati Kutaliman dirawat dengan sangat baik sehingga jarang jatuh sakit. Pada suatu pagi, Batur Gamel pergi mencari makanan untuk kuda yang menjadi peliharaan Adipati Kutaliman. Dia berjalan-jalan di tepi hutan yang dipenuhi dengan rumput-rumput yang tinggi. Saat Batur Gamel sedang memotong rumput, dia mendengar seseorang berteriak tak jauh dari tempatnya berdiri. Setelah mendengar suara yang terdengar memohon pertolongan, dengan cepat Batu Gamel berlari menuju arah suara tersebut. Ia menemukan wanita terjatuh, sementara di sebelahnya terdapat ular mengeluarkan suara berdesis. Batur Gamel segera berhadapan dengan ular tersebut, ia menggunakan kudi senjata mirip parang untuk memenggal leher ular tersebut sampai terputus. Perempuan yang ditolong Batur Gamel itu belakangan diketahui adalah putri majikannya, Adipati Kutaliman. Sejak saat itu, hubungan putri Adipati dan Batur Gamel semakin dekat. Lama kelamaan, putri Adipati semakin mencintai Batur Gamel, begitu pula dengan perasaan Batur Gamel yang semakin dalam terhadap kebaikan dan kecantikan putri. Namun, meskipun kedudukan mereka berbeda, hubungan asmara mereka yang tersembunyi semakin merekah dan melampaui batas. Akhirnya, sang putri dari Adipati telah mengandung. Suatu hari Adipati Kutaliman dan istrinya memanggil putri mereka. Dalam perbincangan tersebut, Adipati Kutaliman dan istrinya menginginkan putrinya segera menikah. Terlebih ada banyak pangeran, putra dari adipati lain yang berkeinginan untuk melamar putri mereka. Adipati Kutaliman dan istrinya menyerahkan pilihan kepada sang putri. Namun, gadis itu malah menangis dan terlihat bingung, orangtuanya heran dengan sikap putrinya itu. Seiring berjalannya waktu, situasinya semakin memburuk karena tidak mungkin lagi untuk menyembunyikan pertumbuhan usia kehamilan sang putri. Batur Gamel Melamar Putri Adipati Batur Gamel memutuskan untuk melamar putri, tetapi putri takut karena pernikahan beda kasta akan menjadi aib, terutama aib keluarganya. Dengan tekad yang kuat, Batur Gamel menemui Adipati Kutaliman dan menceritakan apa yang terjadi dengan putrinya. Ia juga menyatakan keinginan untuk menikahi putri sebagai bukti cinta dan tanggung jawab. Adipati Kutaliman merasa marah mendengar pengakuan Batur Gamel. Ia merasa bahwa kehormatan, nama baik, dan kewibawaannya telah tercemar oleh tindakan putrinya dan pembantunya. Sebagai tindakan tegas, Adipati Kutaliman mengusir putri dan Batur Gamel dari kadipaten. Putri Adipati tidak memiliki banyak pilihan, ia meninggalkan istana bersama Batur Gamel menuju arah utara tanpa tujuan yang jelas. Saat mereka melanjutkan perjalanan, cinta di antara mereka semakin kuat meskipun mereka harus berjalan melintasi hutan dan menanjak turun gunung. Ketika tengah beristirahat di pinggiran sungai, tiba-tiba putri merasakan nyeri di perutnya dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat memesona. Selanjutnya, aliran air tersebut dikenal sebagai Kali Putra. Setelah kelahiran bayi tersebut, mereka memutuskan untuk menetap sementara di suatu tempat yang sejuk, segar, dan nyaman. Batur Gamel membangun sebuah rumah kayu sebagai tempat berlindung. Sementara itu, pasangan Adipati Kutaliman mengalami kesedihan yang mendalam setelah kehilangan anak perempuan mereka. Mereka menyesali tindakan mereka yang mengusir putri tersebut dari kadipaten. Setelah itu, mereka meminta abdi dalem untuk mencari putri yang sangat mereka cintai. Akhirnya, abdi dalem berhasil menemukan putri Adipati dan memohon agar putri kembali ke kadipaten. Namun, putri menolak dan merasa bersalah atas tindakannya yang telah mencoreng nama baik ayahnya. Oleh karena itu, ia merasa pantas untuk menerima hukuman yang diberikan. Putri Adipati, Batur Gamel, dan anaknya memutuskan untuk tinggal di rumah sederhana mereka sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang pernah mereka lakukan. Rumah mereka terletak di daerah yang segar, sejuk, dan berada di lereng Gunung Slamet. Setelah itu, daerah tersebut dikenal dengan sebutan Baturraden yang memiliki arti “Batur” adalah pembantu yaitu Batur Gamel dan Raden adalah gelar kebangsawanan Jawa yang digunakan untuk menyebut putri Adipati. Kisah legenda ini mengajarkan kepada kita pentingnya mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang sudah kita lakukan.

Nasi Kropokhan Demak, Kuliner Favorit Raja Pada Masa Lalu

Nasi Kropokhan Demak, Kuliner Favorit Raja Pada Masa Lalu

Rasanya kunjungan Anda ke Kabupaten Demak kurang lengkap apabila belum mencicipi khasnya, nasi kropokhan. Menurut Wikipedia, Raja Demak sangat menyukai nasi Kropokhan. Makanan ini dibuat dari daging kerbau dan labu putih, dengan kuahnya terbuat dari santan kuning, dan biasanya disajikan dengan nasi putih. Alasan mengapa daging kerbau dipilih dalam makanan ini bukanlah tanpa sebab. Faktanya, tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan kuat dengan budaya Hindu pada masa lalu merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam sejarah Demak. Orang Hindu tidak memakan daging sapi karena menganggapnya sebagai hewan yang suci dan terhormat. Rasa Nasi Kropokhan Demak Di lidah, nasi kropokhan memiliki rasa yang segar dengan kombinasi rasa gurih, pedas, dan asam. Selain itu, daging kerbau yang diolah terasa empuk. Tidak hanya mengandalkan bumbu rempah, nasi kropokhan menjadi lebih nikmat dengan tambahan beberapa daun kedondong. Selain memberikan sensasi asam, daun kedondong juga diyakini memiliki kemampuan untuk mengurangi kadar kolesterol pada daging dan santan. Cabai yang dipakai dalam masakan ini masih tersimpan dengan baik. Nasi kropokhan sendiri sudah sangat langka di Demak. Hanya beberapa warung di pinggiran jalan saja yang menjualnya. Salah satu pedagang sego kropokhan bisa ditemui adalah Erlina Yunita. Ia membuka warung di Jalan Bhayangkara dekat Rumah Sakit Sunan Kalijaga. Wanita asal Padang, Sumatera Barat, ini mengaku memasak kropokhan berdasarkan resep warisan ibu mertuanya yang asli Demak. Dia pun berharap bisa terus mengenalkan sego kropohan ke anak cucunya. Dia mengatakan bahwa penggemar nasi kropohan di warungnya berasal dari berbagai jenis kalangan, mulai dari pelanggan setia, penduduk setempat, dan mereka yang mencari kuliner khas Demak. Pelanggan hanya perlu membayar Rp 15 ribu untuk seporsi sego kropohan ini.

Pantai Klotok Wonogiri, Pantai Cantik Yang Kian Berseri

Pantai Klotok Wonogiri, Pantai Cantik Yang Kian Berseri

Pantai Klotok adalah tempat wisata alam di Wonogiri yang sangat direkomendasikan untuk dikunjungi saat liburan, untuk mengisi waktu luang kamu. Pantai Klotok Wonogiri bukanlah sesuatu yang asing, karena di Pulau Dewata terdapat sebuah pantai yang namanya mirip, yaitu Pantai Watu Klotok yang terletak di Klungkung, Bali. Pantai Klotok adalah salah satu pantai yang terletak di area Paranggupito yang juga masih berada dalam satu area dengan Pantai Sembukan. Pantai Klotok menawarkan keindahan alam yang menarik dengan berbagai tempat menarik yang cocok untuk dijadikan tujuan liburan. Jika penasaran, berikut beberapa informasi wisata Pantai Klotok di Wonogiri yang bisa menjadi panduan liburan kamu nanti. Semoga bermanfaat, ya! Daya Tarik Pantai Klotok Pantai ini memiliki pemandangan laut yang indah, tetapi tidak banyak orang yang tahu. Pantai ini memiliki pasir putih yang cantik, seperti pantai di bagian selatan Pulau Jawa. Di pantai ini, pengunjung juga dapat menikmati berbagai aktivitas sambil menikmati keindahan alamnya. Hiasan batu karang yang besar di tepi pantai Pantai Klotok adalah salah satu daya tarik utamanya. Batu karang ini sangat indah sehingga sering dijadikan lokasi foto. Berikut adalah beberapa daya tarik tambahan pantai ini. Panorama yang Indah Salah satu daya tarik utama Pantai Klotok adalah pemandangan alamnya yang memukau, dengan kombinasi air laut yang indah dan daerah perbukitan yang hijau. Dari puncak perbukitan, kamu bisa dengan jelas mengamati panorama laut yang luas dan indah, menampilkan keindahan yang menakjubkan. Lokasi Mendapatkan Ketenangan Pantai Klotok dapat menjadi pilihan yang ideal bagi kamu yang ingin mencari ketenangan dari kehidupan sehari-hari yang menjenuhkan. Tempat ini bisa dianggap sebagai tempat untuk mendapatkan ketenangan yang optimal karena posisinya yang jauh dari keriuhan, serta suara gelombang laut yang menenangkan. Bagi penikmat alam, pantai selalu menjadi lokasi yang paling menyenangkan untuk menikmati keindahan alam. Dengan duduk di atas sebuah formasi batu yang besar, kamu bisa menikmati pemandangan samudra dengan indah dan menawan. Spot Foto Nuansa Alama Pantai Klotok memiliki banyak lokasi yang indah dan menarik untuk difoto. Kamu bisa mengambil angle pantai yang diapit oleh bukit-bukit hijau yang indah, atau kamu juga bisa berfoto di atas bukit dengan pemandangan air laut yang biru di atasnya. Spot Untuk Memancing Bagi mereka yang gemar memancing di alam bebas, Pantai ini merupakan tempat yang ideal untuk mengasah hobi memancing. Sumber daya fauna yang melimpah menjadikan pantai ini tempat yang ideal untuk memancing. Namun, Anda harus tetap waspada terhadap ombak pantai ini. Lokasi Pantai Klotok Pantai Klotok terletak di Desa Kranding, yang terletak di Kecamatan Paranggupito, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Rute Menuju Pantai Klotok Jika kamu berangkat dari pusat kota Wonogiri, Anda dapat menuju Pantai Klotok dengan menuju Jl. Perwakilan, kemudian lanjut ke Jl. Raya Pracimantoro – Wonogiri hingga sampai di Jl. Nasional. Terus lurus, termasuk ketika kamu sampai di perempatan Pasar Giribelah. Sampai akhirnya, kamu akan sampai di Kecamatan Paranggupito. Akses jalannya baik untuk mobil maupun motor. Berangkat dari pusat kota diperkirakan akan menempuh jarak sekitar 60 km dengan waktu sekitar 1 jam lebih. Harga Tiket Masuk Tiket masuk ke Pantai Klotok Wonogiri adalah Rp.5.000/orang, belum termasuk biaya parkir kendaraan wisata. Harga tiket masuk di atas ada kemungkinan mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan pengelola. Namun setidaknya bisa menjadi acuan bagi kamu yang ingin mengunjungi pantai yang indah ini. Fasilitas Yang Tersedia Pantai Klotok Wonogiri telah menyediakan berbagai fasilitas yang dapat digunakan wisatawan untuk menunjang aktivitas selama berlibur disini. Item berikut disertakan: Ditambah dengan beragam fasilitas di atas pastinya akan membuat aktivitas liburan Anda di Pantai Klotok semakin menarik. Tidak perlu takut tidak nyaman, oke?