SEMARANG – Peningkatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi usaha bersama untuk dapat memberikan keuntungan bagai daerah. Model pengurusan perusahaan pemerintah itu masih belum terlihat baik dalam mencapai target pendapatan maupun keahlian bisnis.
Hal ini diungkapkan Prabowo Yudho selaku akademikus dari Fakultas Ekonomi Unnes dalam dialog Prime Topic : Tata Kelola BUMD Prov. Jateng, Rabu (12/7/2023).
Menurutnya, belum ada terobosan usaha yang menjadikan keuntungan BUMD naik. Dari 11 unit usaha yang ada nilai aset antara Rp 91 triliun sampai Rp 120 triliun. Namun demikian penambahan pendapatan daerah tercatat Rp 160 miliar. Baginya, nilai aset dengan perbandingan pendapatan tak sesuai.
“Ada aset yang tidak dikelola atau pasif. Perlu keputusan yang berani untuk mengelola aset sebesar itu. Sayang, asetnya besar namun pendapatannya kecil, kalau dijumlah ahanya 3,3 persen. Ingat, BUMD itu profit oriented (fokus keuntungan) bukan social oriented (fokus sosial),” ucapnya.
Terlebih dalam penerapan good corporate government (GCG), nilai profesionalitas jadi tolok ukur utama. Menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus terus digenjot untuk diterapkan.
Anggota Komisi C DPRD Jateng Agung Budi Margono meluruskan nilai pendapatan yang disetor hanyalah 0,5 persen dari total nilai aset Rp 125 triliun. Sebagai komisi yang membidangi masalah perekonomian, optimalisasi BUMD menjadi dorongan untuk diwujudkan. Menurutnya, keputusan pemerintah dalam hal ini gubernur menjadi penentu kemajuan usaha perusahaan daerah itu.
“Saya mau meluruskan data terlebih dahulu bahwa bukan 3,3%, hanya 0,5% kalau dari aset Rp 125 triliun aset kita. Itulah mengapa mengelola hal ini harus sangat serius. DPRD memiliki keterbatasan untuk mendorong usaha daerah maju. Contoh Bank Jateng yang sudah lama didorong untuk digitalisasi baru pada tahun lalu kita memiliki Qris. Aplikasi Qris ini banyak digunakan di UMKM. Sehingga ketika transaksi retail terjadi faktor kali dapat diserap oleh Bank Jateng yang merupakan bank milik rakyat Jawa Tengah dikelola lagi oleh Bank Jawa Tengah untuk kembali lagi ke masyarakat Jawa Tengah,” kata dia.
Kepala Biro Perekonomian Jateng July Emmylia mengakui belum sepenuhnya BUMD berkinerja optimal. Dengan semakin mengoptimalkan pendapatan dari BUMD, maka keuangan daerah tidak tergantung pada dana transfer dari pusat.
Hanya saja yang patut ditabalkan dari pengelolaan BUMD, lanjut dia, meski pendirian perusahaan mengejar laba (profit/keuntungan), ada fungsi lain seperti menggerakan ekonomi yang efeknya lebih luas, selain itu memberikan kemanfaatan pelayanan umum, kemudian baru laba dalam bentuk deviden untuk sumbangan ke PAD.
“Contoh untuk mencukupi kebutuhan masyarakat kita mempunyai TUJ atau Tirta Utama Jawa Tengah sebagai pemasok bahan baku air bersih ke SPAM Regional Jawa Tengah. Kemudian, BPR BKK yang sudah memberikan kredit Rp 5 triliun lebih kepada UKM, dan Bank Jateng sudah memberikan kredit kepada wirausaha muda Rp 5 triliun lebih. Jika dikatakan sumbanganya masih kecil saya sepakat namun, jika dibandingkan dengan Jawa Timur dan Jawa Barat yang diketahui PAD nya jauh di atas Jawa Tengah sumbangan deviden Jawa Tengah justru lebih besar,” jelasnya.
Agung BM turut menyatakan, optimalisasi BUMD tidak hanya pada konteks teknokratik tetapi juga ada satu lagi pendekatan politik secara tepat. Dorongan beberapa pihal supaya ada BUMD masuk IPO. Tapi, dalam beberapa diskusi sepertinya masih perlu panjang pembahasan mengenai detail tersebut dimana prinsipnya adalah tata kelola BUMD memiliki banyak aspek yang harus diperhatikan seperti penyertaan modal ada yang memang perlu didukung baik karena memang perlu untuk men-scale up daripada perusahaan tersebut atau yang sifatnya sudah terdilusi.