Kahuripan sebagai Ibu Kota Jenggala – Sebagaimana disebutkan, pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan tahta antara kedua putranya. Calon raja sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi petapa daripada naik tahta. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri (beribu kota di Daha) diserahkan kepada Sri Samarawijaya, dan bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, yang diserahkan kepada Mapanji Garasakan.
Kahuripan dalam Sejarah Majapahit
Nama Kahuripan muncul kembali dalam catatan sejarah Kerajaan Majapahit yang berdiri tahun 1293. Raden Wijaya (Raden Sesuruh versi Babad Tanah Jawi) sang pendiri kerajaan tampaknya memperhatikan adanya dua kerajaan yang dahulu diciptakan oleh Airlangga. Dua kerajaan tersebut adalah Kadiri alias Daha dan Janggala alias Kahuripan atau Jiwana. Keduanya dijadikan sebagai daerah bawahan yang paling utama oleh Raden Wijaya. Daha di barat, Kahuripan di timur, sedangkan Majapahit sebagai pusat.
Pararaton mencatat beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Bhatara i Kahuripan atau disingkat Bhre Kauripan. Yang pertama adalah Tribhuana Tunggadewi, putri Raden Wijaya. Setelah tahun 1319, pemerintahannya dibantu oleh Gajah Mada yang diangkat sebagai Patih Kahuripan, karena berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Hayam Wuruk, sewaktu menjabat yuwaraja, juga berkedudukan sebagai Raja Kahuripan bergelar Jiwanarajyapratistha. Setalah naik tahta Majapahit, gelar Bhre Kahuripan kembali dijabat oleh ibunya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi. Sepeninggal Tribhuwana Tunggadewi yang menjabat Bhre Kahuripan adalah cucunya, yang bernama Surawardhani. Lalu ia digantikan oleh putranya, yaitu Ratnapangkaja. Sepeninggal Ratnapangkaja, gelar Bhre Kahuripan disandang oleh keponakan istrinya (Suhita) yang bernama Rajasawardhana. Ketika Rajasawardhana menjadi Raja Majapahit, gelar Bhre Kahuripan diwarisi oleh putra sulungnya, yang bernama Samarawijaya.