Jowonews

Seri Babad Tanah Jawi: Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno)

Sumber-sumber berita Cina mengungkapkan Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno) sejak abad ke-7 sampai ke-10. Kegiatan perdagangan di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai. Hal ini terbukti dengan ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina.

Kenyataannya ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasti Tang yang menceritakan kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram.

Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Medang (Mataram Kuno)

Menurut catatan dalam budisma.web.id, dari Prasasti Warudu Kidul, diperoleh informasi adanya sekumpulan orang asing yang berdiam di Mataram. Mereke mempunyai status yang berbeda dengan penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda, yang tentunya lebih mahal daripada rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan besar, mereka adalah para saudagar dari luar negeri. Namun, sumber-sumber lokal tidak merinci lebih lanjut tentang orang-orang asing ini. Kemungkinan besar, mereka adalah kaum migran dari Cina.

Dari berita Cina, diketahui bahwa di ibu kota kerajaan terdapat istana raja yang dikelilingi oleh dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam lingkungan dinding kota), terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan, termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan khusus. Sedangkan, para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggal di sekitarnya.

Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih bisa ditemukan di Yogyakarta dan sekitarnya.

Di luar tembok kota, berdiam rakyat yang merupakan kelompok terbesar. Kehidupan masyarakat Mataram pada umumnya bersifat agraris, karena pusat Mataram berada di pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan kebanyakan rakyat Mataram. Selain itu. penduduk di desa (disebut wanua) memelihara ternak, seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.

BACA JUGA  Seri Babad Tanah Jawi: Karya Sastra pada Zaman Kediri bagian 1

Dari Prasasti Purworejo (900 M), diperoleh informasi tentang kegiatan perdagangan. Kegiatan pasar ini tidak diadakan setiap hari, melainkan bergilir berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa kuno. Pada hari Kliwon, pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau Legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.

Pada hari pasaran ini, desa-desa yang menjadi pusat perdagangan ramai didatangi oleh pembeli dan penjual dari desa-desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai, sambil membawa barang dagangan, seperti beras, buah-buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang lain.

Selain dibidang pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil industri Kerajaan Medang antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri ini dapat diperoleh di pasar-pasar tersebut.

Sementara itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana) kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk dikelola. Biasanya, tempat itu adalah hutan, yang kemudian dibuka (dibabat) menjadi pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa tempat baru yang dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala desa), senopati, adipati, atau menteri. Bisa pula, sebuah wilayah dihadiahkan kepada kaum Brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai tempat tinggal mereka. Dan, di sekitar asrama tersebut, biasanya didirikan candi atau vihara.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait