Jowonews

Seri Babad Tanah Jawi : Medang Periode Jawa Timur

Medang Periode Jawa Timur atau yang disebut Medang Kamulan merupakan kelanjutan Wangsa Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno)

Medang Periode Jawa Timur atau yang disebut Medang Kamulan adalah kerajaan di Jawa Timur pada tahun 929-1006 M. Kerajaan ini merupakan kelanjutan Wangsa Sanjaya (Kerajaan Mataram Kuno), yang memindahkan pusat kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Mpu Sindok adalah pendiri kerajaan ini, sekaligus pendiri Wangsa Isyana, yang menurunkan raja-raja Medang.

Adapun latar belakang pemindahan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, menurut teori van Bammelan, diduga akibat letusan Gunung Merapi. Letusan tersebut membuat Raja Mataram Kuni, Mpu Sindok, memindahkan pusat Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada tahun 929. Perpindahan pusat kerajaan ini dikarenakan pusat Kerajaan Mataram Kuno hancur akibat letusan Gunung Merapi tersebut.

Menurut catatan sejarah, tempat baru yang dijadikan pusat Kerajaan Medang periode Jawa Timur adalah Watugaluh, yang terletak di tepi sungai Brantas. Sekarang kira-kira adalah wilayah Kabupaten Jombang (Jawa Timur). Kerajaan baru ini tidak lagi disebut Mataram, melainkan Medang. Namun, beberapa literatur masih menyebut Mataram. Selain itu, dinasti yang berkuasa dalam masa Kerajaan Medang Periode Jawa Timur ini bukan lagi Wangsa Sanjaya, melainkan Wangsa Isyana.

Sumber sejarah lain menyebutkan latar belakang pusat kerajaan dipindah ke timur. Singkatnya, sejak Rakai Pikatan menyebabkan Balaputeradewa hijrah ke Sriwijaya, terjadi permusuhan yang mendalam dan berlangsung selama berabad-abad antara Kerajaan Jawa (Mataram Hindu) dengan Kerajaan Melayu (Sriwijaya).

Raja terakhir Kerajaan Mataram Hindu, Raja Wawa, memberikan mandat dan kekuasaan penuh kepada menantunya, Mpu Sindok, untuk memimpin Kerajaan Mataram Hindu dalam keadaan darurat perang melawan Kerajaan Sriwijaya. Maka, pada sekitar tahun 929 M, di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Mpu Sindok memimpin perang gerilya dan terjadi pertempuran hebat antara prajurit Mpu Sindok melawan bala tentara Kerajaan Melayu (Sriwijaya).

BACA JUGA  Seri Babad Tanah Jawi: Asal Muasal Penduduk Pulau Jawa

Mpu Sindok memperoleh kemenangan gilang-gemilang. Kemudian, Ia dinobatkan menjadi raja dan bergelar Sri Maharaja Mpu Sindok Sri Ishana Wikrama Dharma Tungga Dewa. Dan, untuk menghindari serangan Sriwijaya berikutnya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan ke timur.

Untuk mengenang kemenangan ini, ditandai dengan sebuah tugu bernama Jaya Stamba dan sebuah candi Jaya Merta. Karena jasa-jasanya dalam membantu pertempuran, oleh Mpu Sindok memberi hadiah kepada masyarakat desa sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status Anjuk Ladang pada 10 April 937 M.

Sejak abad ke-8, Kerajaan Melayu (Sriwijaya) selalu berusaha menjadikan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa sebagai daerah taklukannya. Usaha tersebut terus berlangsung hingga Raja Medang terakhir, Dharmawangsa. Aliansi Kerajaan Melayu (Sriwijaya) di Pulau Jawa saat itu adalah Raja Sri Jayabupati dan Raja Wurawuri.

Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh (985-1006). Dharmawangsa dikenal sebagai patron penerjemahan Kitab Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno. Dharmawangsa mengadakan sejumlah penaklukan, termasuk Bali, dan mendirikan koloni di Kalimantan Barat. Pada tahun 990, Dharmawangsa mengadakan serangan ke Sriwijaya, dan mencoba merebut Palembang, namun usahanya gagal.

Pada tahun 1006, Sriwijaya melakukan pembalasan, yakni menyerang dan menghancurkan Istana Watugaluh. Dharmawangsa terbunuh, dan beberapa pemberontakan mengikutinya dalam beberapa tahun ke depan. Airlangga, putra Mahendradatta yang masih berusaha 16 tahun, berhasil melarikan diri dan kelak menjadi raja pertama Kerajaan Kahuripan, suksesor Mataram Kuno dan Medang.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait