Jowonews

Panen Padi Biosalin di Semarang, Meningkatkan Kesejahteraan Petani Pesisir

Padi varietas Biosalin yang dikembangkan di Semarang siap dipanen, menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani di lahan pesisir.

SEMARANG – Padi varietas Biosalin, hasil kolaborasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Pemerintah Kota Semarang, telah mencapai tahap panen di Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Semarang, Jawa Tengah.

“Alhamdulillah, teman-teman juga bisa melihat hasilnya sangat luar biasa gemuk-gemuk (padinya),” ujar Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, dalam keterangan yang dilansir dari Antara Jateng.

Panen direncanakan pada tanggal 25 Oktober mendatang, dan hasilnya akan digunakan sebagai benih untuk penanaman berikutnya.

Wali Kota Ita, sapaan akrabnya, melakukan tinjauan terhadap perkembangan padi Biosalin menjelang panen. Varietas ini dirancang khusus untuk dapat bertahan di lahan pesisir yang memiliki kadar garam tinggi, sehingga tidak hanya tahan terhadap salinitas tetapi juga menghasilkan panen yang melimpah.

Padi Biosalin ditanam di lahan seluas satu hektare, hasil kolaborasi antara BRIN, Brida Kota Semarang, Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, serta Kelompok Tani Sumber Rejeki di Mangunharjo. Dua sistem penanaman diterapkan: penyemaian terlebih dahulu sebelum ditanam dan sistem tabila (tanam benih langsung).

Hasil panen padi Biosalin akan ditanam di lahan pertanian payau di Jepara dan Batang dengan kerja sama Undip.

“Undip juga akan melakukan tanam percontohan di Jepara dan di Batang. Kami akan mengajak Kelompok Tani Sumber Rejeki yang nantinya bisa menjual benih ini kepada masyarakat,” jelas Mbak Ita.

Dengan strategi ini, para petani diharapkan dapat meningkatkan pendapatan melalui penjualan benih, bukan hanya untuk konsumsi.

Pentingnya dukungan infrastruktur juga ditekankan oleh Wali Kota, yang berkomitmen untuk memastikan ketersediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta saluran air yang memadai.

“Kami sudah minta, ini sedang berproses dengan Bank Jateng untuk membuat embung pakai geomembran dan juga alat bantuan cultivator,” ujarnya.

BACA JUGA  RAPAT PARIPURNA: Sumanto Jadi Ketua DPRD Jateng

Alat tersebut akan menggunakan bahan bakar dari petrasol, yaitu hasil olahan sampah plastik, sehingga mengurangi biaya operasional bagi para petani.

Kelebihan padi Biosalin juga tampak dalam potensi hasil panennya, yang diperkirakan mencapai 6-7 ton per hektare, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan padi Inpari 32 yang hanya sekitar 3 ton per hektare. Harapannya, langkah-langkah ini akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani, terutama dalam konteks ketahanan pangan yang tengah didorong oleh pemerintah pusat.

Dengan upaya ini, diharapkan petani di daerah pesisir akan mendapatkan kesejahteraan yang setara dengan petani di kawasan lain yang tidak mengalami masalah salinitas.

“Kalau dengan seperti ini petani-petani yang ada di pesisir juga akan sama sejahteranya dengan petani yang ada di kawasan airnya biasa,” kata Wali Kota.

Mengenai perawatan padi, para petani melaporkan bahwa perawatannya tidak jauh berbeda dengan varietas lain, termasuk Inpari.

“Hanya saya pupuk satu kali saja karena musim kemarau kekurangan air. Itu memupuk hanya satu kali (hasilnya bagus),” ungkap Muhson, anggota Kelompok Tani Sumber Rejeki.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait