Oleh: Muhammad Zulfikar Amiruddin
Menurut konsep pendidikan ki Hajar Dewantara, ketiga fokus pendidikan tersebut adalah tiga
pusat pendidikan, yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat, yang semuanya memiliki peran dan tanggung jawab sinergis dalam mengembangkan
pendidikan. Manusia merdeka, menurut KHD, adalah manusia yang hidupnya tidak bergantung pada
orang lain, baik secara fisik maupun mental, tetapi pada kekuatannya sendiri. Di dalam kelas,
anakanak harus belajar dengan bebas, tanpa ditekan, tanpa takut disalahkan, bebas mengemukakan
pendapat, dan bebas mengembangkan kreativitasnya.
Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai upaya untuk mengarahkan semua
kekuatan alam yang ada pada peserta didik sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat agar
mereka dapat mencapai kesempurnaan dalam hidup. Proses pendidikan secara umum akan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hakikat keluarga, hakikat perguruan tinggi (sekolah), dan hakikat
gerakan pemuda adalah lingkungan sosial yang dimaksud (masyarakat). Ia mengingatkan para guru
untuk tetap terbuka dan up to date, namun tidak semua yang baru itu baik, sehingga harus diselaraskan
terlebih dahulu. Indonesia juga memiliki potensi budaya yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.
KHD menjelaskan bahwa hakikat alam dan hakikat zaman merupakan inti dari pendidikan anak. Sifat
lingkungan di mana anak berada terkait dengan sifat dan bentuk lingkungan, sedangkan sifat zaman
terkait dengan konten dan ritme. Ini berarti bahwa setiap anak sudah membawa sifat atau karakteristik
mereka sendiri; oleh karena itu, sebagai guru, kita tidak dapat menghilangkan sifat-sifat dasar ini;
sebaliknya, kita dapat menunjukkan dan membimbing mereka sehingga sifat-sifat baik mereka
tampak menutupi / mengaburkan sifat-sifat jelek mereka. Anak-anak usia sekolah dasar, menurut
sifatnya, masih menikmati bermain. Mereka akan senang jika bermain; Sebagai guru, mereka
berkolaborasi dalam permainan dalam pembelajaran dengan harapan pembelajaran akan bermakna
bagi anak dan mereka akan bahagia.
Sifat zaman dapat diartikan bahwa kita, sebagai guru, harus membekali siswa dengan
keterampilan yang sesuai dengan zamannya agar mereka dapat hidup, bekerja, dan menyesuaikan diri.
Ya, kita harus membekali siswa dengan keterampilan Abad 21 dalam konteks pembelajaran hari ini.
Etika juga harus menjadi komponen penting dari pendidikan dan pengajaran yang kita lakukan
sebagai guru. Dalam mengembangkan etika, guru harus selalu memberikan contoh yang baik bagi
siswanya. Di sekolah, kita juga dapat melakukan kegiatan pembiasaan untuk menanamkan nilai-nilai
etika/moral yang luhur pada anak.Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah
menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka
dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing
madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya
anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga
mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan.
Guru dapat merancang kegiatan pembelajaran dengan menyesuaikan penggunaan pendekatan, strategi, metode, teknik pembelajaran media yang mampu melayani berbagai gaya belajar baik audio, visual, dan kinestetik, serta menyesuaikan dengan kearifan budaya lokal apa yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga akan terbentuk manusia indonesia yang merdeka, mandiri, inisiatif, berpikir kreatif, berinovasi, berkarya, serta berbudi pekerti luhur.
Generasi Z saat ini sedang berada di generasi digital, semua kemudahan dan keceapatan dalam dunia
teknologi bisa guru manfaatkan dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya memanfaatkan perpustakaan
online dalam kegiatan literasi, membuat konten pembelajaran menggunakan aplikasi edit video,
gambar dan membagikannya di akun sosial media. Dengan kerjasama dan bimbingan antar guru dan
orang tua diharapkan teknologi digital dapat berdampak positif bagi perkembangan anak.