Oleh: Rifan Habiba
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil latihan atau pengalaman. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya
proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan
lingkungannya. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antara anak
dengan lingkungannnya baik antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, maupun
anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika
dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak.
David Ausubel (1963) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi. Pertama,
menyangkut cara penyajian materi diterima oleh peserta didik. Melalui dimensi ini, peserta
didik memperoleh materi/informasi melalui penerimaan dan penemuan. Maksudnya peserta
didik dapat mengasimilasi informasi/materi pelajaran dengan penerimaan dan penemuan.
Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi atau
materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik hanya mencoba-
coba menghafalkan informasi atau materi pelajaran baru tanpa menghubungkannya dengan
konsep-konsep atau hal lainnya yang ada dalam struktur kognitifnya, maka terjadilah yang
disebut dengan belajar hafalan. Sebaliknya, jika peserta didik menghubungkan informasi
atau materi pelajaran baru dengan konsep-konsep atau hal lainnya yang telah ada dalam
struktur kognitifnya, maka terjadilah yang disebut dengan belajar bermakna.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa
yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan
orang/guru menjelaskan materi pembelajaran.
Ada banyak pendekatan atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru/pendidik untuk menciptakan iklim pembelajaran di kelas yang memungkinkan terjadinya pembelajaran bermakna, antara lain yaitu 1) Terimalah peserta didik apa adanya, 2) Kenali dan bina peserta didik melalui penemuannya terhadap diri sendiri, 3) Usahakan sumber belajar yang mungkin dapat diperoleh peserta didik untuk dapat memlilh dan menggunakannya, 4) Gunakan pendekatan iquiry-discovery. 5) Tekankan pentingnya pendekatan diri sendiri dan biarkan peserta didik mengambil tanggung jawab sendiri untuk memenuhi tujuan belajarnya
Belajar pada hakikatnya mengembangkan konstruksi pengetahuan baru sebagai hasil
interaksi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Menurut David Ausubel,
belajar dengan menerima jauh lebih bermakna daripada belajar dengan menemukan. Dan
belajar dengan membangun konstruksi pengetahuan baru lebih bermakna daripada belajar
dengan hafalan. Ausubel menegaskan bahwa belajar dengan menerima konten final itu yang
seharusnya lebih direkomendasikan di sekolah, tanpa harus menegaskan tentang penerapan
model discovery learning. Akan tetapi, pemahaman konsep, prinsip dan ide-ide itu bisa
dicapai melalui proses belajar deduktif.
Ada tiga manfaat penting dalam menerapkan pembelajaran bermakna bagi siswa,
yaitu: pertama, informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; kedua,
informasi-informasi baru yang dibangun siswa akan memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi belajar berkelanjutan; dan, ketiga, informasi yang dilupakan sesudah terbangun
struktur pengetahuan baru akan mempermudah proses belajar hal-hal yang mirip walaupun
telah terlupakan.