Jowonews

Aparat Bongkar Kasus Alat Tes Antigen Tak Berizin

SEMARANG, Jowonews- Aparat kepolisian membongkar kasus peredaran alat tes cepat antigen yang tidak memiliki izin edar dari pihak yang berwenang sehingga diduga palsu serta tidak memenuhi persyaratan. “Dalam kasus peredaran alat ‘rapid test’ antigen tanpa izin edar ini kami menangkap seorang berinisial SPM (34) yang merupakan karyawan toko alat kesehatan yang berkantor di Jakarta,” kata Kapolda Irjen Pol. Ahmad Luthfi saat gelar perkara di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Semarang, Rabu. (5/5). Barang bukti yang diamankan dari tersangka antara lain, 245 boks yang masing-masing berisi 25 unit alat tes cepat antigen merek Clungene, 121 boks alat tes ceoat antigen merek Hightop, 10 boks alat tes cepat antigen jenis saliva, dan 5.900 alat stik swab tidak berizin. Penangkapan tersangka dilakukan setelah polisi menerima informasi mengenai maraknya penjualan alat kesehatan berupa alat tes cepat antigen yang tidak berizin. “Berdasarkan informasi tersebut, polisi kemudian melakukan ‘undercover buy’ hingga akhirnya berhasil menangkap tersangka,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Kapolda mengungkapkan tersangka telah memasarkan alat tes cepat antigen tanpa izin itu di area Jateng sejak Oktober 2020 hingga Februari 2021. “Untuk pendapatan kotor selama lima bulan yang diterima tersangka mencapai Rp2,8 miliar,” kata Kapolda didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol. Johanson Ronald Simamora. Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 197 dan Pasal 106 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta Pasal 62 UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara selama 15 tahun.

Lacak Covid-19, Kemenkes Gunakan Tes Antigen di 98 Kota

JAKARTA, Jowonews- Kementerian Kesehatan menggunakan alat tes cepat antigen dalam upaya mempercepat pemeriksaan dan pelacakan kontak erat kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Penggunaan tes ceoat antigen ini dilakukan di 98 kabupaten/kota pada sembilan provinsi dengan kasus tertinggi. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Rabu (10/2), mengatakan penggunaan tes cepat antigen ini dilakukan sebagai upaya penemuan kasus Covid-19 lebih dini. Hal ini guna mencegah penularan serta penanganan pasien agar tidak berlanjut pada gejala yang lebih berat dan bisa menyebabkan kematian. Nadia menyebutkan peningkatan tes yang masif tidak menggunakan tes RT-PCR karena keterbatasan fasilitas laboratorium khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali, keterbatasan kapasitas laboratorium, dan keterbatasan waktu yang diperlukan dalam proses pengiriman spesimen dari Puskesmas. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan memilih penggunaan tes cepat antigen sebagai upaya peningkatan tes secara masif di masyarakat. “Kalau berbicara bagaimana kita harus mengupayakan deteksi dini, merupakan tantangan besar. Karena spesimen dari kontak erat harus diambil kemudian dikirimkan. Ini membutuhkan waktu untuk proses pengiriman dan konfirmasi hasil spesimen yang diambil. Pada daerah yang geografisnya sangat sulit, ditambah beban jumlah spesimen yang bisa diperiksa di laboratorium, di beberapa daerah waktu tunggunya cukup lama, bisa lebih dari tiga hari, satu minggu, bahkan 10 hari,” kata Nadia sebagaimana dilansir Antara. Nadia mengatakan saat ini dua juta alat tes cepat antigen sudah disebar ke seluruh Puskesmas di Indonesia. Sementara Kemenkes juga menambahkan 1,7 juta alat tes cepat antigen pada Puskesmas di 98 kabupaten/kota yang memiliki kasus Covid-19 tinggi sebagai upaya pemeriksaan dan pelacakan kontak yang masif. Alat tes cepat antigen ini digunakan hanya untuk keperluan penyelidikan epidemiologi kasus dan mendiagnosis pasien yang memiliki gejala Covid-19, bukan untuk keperluan skrining atau persyaratan pelaku perjalanan. Kementerian Kesehatan juga meningkatkan target pelacakan kontak erat tiap satu orang kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dari yang tadinya hanya melacak lima sampai 10 orang per satu kasus menjadi 20 hingga 30 orang per satu kasus positif. Setiap kasus positif yang ditemukan dengan menggunakan alat tes cepat antigen ini nantinya juga akan dimasukkan ke dalam pencatatan dan laporan kasus harian. “Dalam pencatatan pelaporan langsung bisa menyatakan pemeriksaan antigen, artinya hasilnya sama dengan pemeriksaan RT-PCR dan akan dilaporkan sebagai kasus konfirmasi melalui sistem pencatatan dan pelaporan kita. Hanya nanti kita akan memisahkan mana kasus positif dari pemeriksaan RT-PCR dan mana yang kasus konfirmasi positif yang kita dapatkan dari pemeriksaan antigen,” kata Nadia. Ia memperkirakan laporan harian kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia akan melonjak seiring peningkatan tes dan pelacakan kontak erat yang dilakukan secara besar-besaran oleh pemerintah.