Jowonews

Waspadai Cuaca Buruk di Jawa Tengah Bagian Selatan

PURWOKERTO, Jowonews- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mengimbau masyarakat di wilayah Jawa Tengah khususnya bagian selatan untuk mewaspadai potensi cuaca buruk berupa hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang sejak Jumat hingga Sabtu ini (10/4). “Potensi tersebut merupakan dampak tidak langsung dari siklon tropis Seroja dan siklon tropis Odette,” kata analis cuaca BMKG Stasiun Meterologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat. Kendati demikian, dia memastikan potensi tersebut tidak akan seekstrem seperti ketika kejadian siklon tropis Seroja masih di wilayah Nusa Tenggara Timur. Lebih lanjut, dia mengatakan berdasarkan data yang dirilis BMKG, bibit siklon 90S yang sejak 2 April 2021 muncul bersamaan dengan bibit siklon cikal bakal siklon tropis Seroja, pada hari Jumat (9/4), pukul 07.00 WIB, telah tumbuh menjadi siklon tropis Odette. Dalam hal ini, siklon tropis Odette berada di Samudra Hindia pada posisi 14,2 lintang selatan dan 107,7 bujur timur atau sekitar 780 kilometer selatan- barat daya Cilacap. Kecepatan angin maksimum pada pusat sirkulasi siklon tropis Odette mencapai 45 knot atau sekitar 80 kilometer per jam dan tekanan udara di pusat sirkulasinya adalah 990 hPa. “Pemberian nama siklon tropis Odette dilakukan oleh Australian Bureau of Meteorology (BoM) Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) karenaposisi siklon tropis tersebut berada di wilayah tanggung jawab Australia,” kata Rendi sebagaimana dilansir Antara. Ia mengatakan dalam 24 jam ke depan, siklon tropis Odette diperkirakan akan terus bergerak ke arah selatan-barat daya menjauhi wilayah Indonesia dengan intensitas yang cenderung melemah. Sementara siklon tropis Seroja, saat ini masih berada di wilayah Samudra Hindia dengan pergerakan ke arah barat daya semakin menjauhi wilayah Indonesia dan kecepatan angin maksimumnya sekitar 40 knot atau 75 km/jam. Oleh karena ada siklon tropis Odette di selatan Jawa, kata dia, pola angin di Jawa berubah dengan adanya daerah pertemuan angin dan belokan angin yang memicu potensi terjadinya cuaca buruk di wilayah tersebut sebagai dampak tidak langsung dari siklon tropis Seroja dan siklon tropis Odette. “Kami mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati pada potensi angin kencang dan hujan lebat yang masih berpeluang terjadi di beberapa wilayah serta mewaspadai potensi dampak seperti banjir, tanah longsor, dan banjir bandang,” katanya. Menurut dia, keberadaan siklon tropis Odette juga berdampak pada peningkatan kecepatan angin di perairan selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY yang mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang laut. Dalam hal ini, tinggi gelombang di perairan selatan Jabar-DIY dalam 24 jam ke depan diprakirakan mencapai 2,5-4 meter atau masuk kategori tinggi, sedangkan di wilayah Samudra Hindia selatan Jabar-DIY berkisar 4-6 meter atau masuk kategori sangat tinggi. Oleh karena itu, BMKG Stasiun Meterologi Tunggul Wulung Cilacap pada hari Jumat (9/4) mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di wilayah perairan selatan Jabar-DIY dan Samudra Hindia selatan Jabar-DIY yang berlaku hingga hari Sabtu (10/4). “Selain dua siklon tropis tersebut, di Samudra Hindia barat daya Jawa Barat saat ini juga terdapat bibit 91S,” kata Rendi. 

BMKG: Cuaca Ekstrem Masih akan Terjadi di Jateng Selatan

PURWOKERTO, Jowonews- Cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di wilayah Jawa Tengah bagian selatan dan pegunungan tengah. Hal tersebut ditegaskan Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo, Rabu (17/2). “Berdasarkan peringatan dini yang dirilis BMKG Pusat, cuaca ekstrem memang masih berpotensi hingga tanggal 25 Februari,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Menurut dia, potensi cuaca ekstrem itu karena adanya pengaruh Monsun yang kuat, gelombang Kelvin, gelombang Rossby, dan tekanan rendah di Australia. Ia mengatakan potensi cuaca ekstrem tersebut meliputi curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang. “Berdasarkan pengamatan kami di wilayah Cilacap dan sekitarnya, kemunculan petir dalam beberapa hari terakhir memang luar biasa,” katanya. Ia mengatakan jika dibandingkan dengan kondisi beberapa pekan sebelumnya, puncak curah hujan dengan intensitas lebat hingga ekstrem di wilayah Banyumas, Cilacap, dan sekitarnya saat sekarang sudah terlewati. Akan tetapi, kata dia, kemunculan petir di wilayah Banyumas, Cilacap, dan sekitarnya saat sekarang lebih banyak terjadi. “Kalau secara klimatologi, saat sekarang di wilayah pantura sedang berada pada puncak musim hujan, sedangkan wilayah selatan sudah melewati puncak musim hujan,” katanya menjelaskan. Lebih lanjut, Teguh mengatakan berdasarkan data, curah hujan di wilayah Cilacap, Banyumas, dan sekitarnya dalam beberapa waktu terakhir masuk kategori sedang hingga lebat. Kendati demikian, dia mengimbau masyarakat Jateng selatan maupun pegunungan tengah untuk tetap mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem khususnya terhadap peningkatan sambaran petir. Disinggung mengenai kondisi cuaca di wilayah perairan, dia mengatakan gelombang tinggi hingga sangat tinggi masih berpotensi terjadi di perairan selatan Jawa Barat, perairan selatan Jawa Tengah, dan perairan selatan Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY. “Gelombang tinggi yang berkisar 2,5-4 meter hingga sangat tinggi yang berkisar 4-6 meter masih berpotensi terjadi karena saat sekarang masih berlangsung musim angin baratan. Namun untuk beberapa hari ke depan, tinggi gelombang di wilayah perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY diprakirakan berkisar 2,5-4 meter atau masuk kategori tinggi,” katanya. Terkait dengan hal itu, dia mengimbau nelayan untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya gelombang tinggi saat melaut. “Bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai, diimbau untuk tidak berenang atau mandi terutama di wilayah pantai yang terhubung langsung dengan laut lepas karena gelombang tinggi dapat terjadi sewaktu-waktu,” katanya. 

Siapkan Masyarakat Hadapi Tsunami

JAKARTA, Jowonews- -Teknologi secanggih apa pun tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap hadapi bencana tsunami. “Semua teknologi, superkomputer yang mendukung sistem peringatan dini akan lumpuh, akan sia-sia dan tidak ada gunanya kalau aspek kultur tidak siap. Aspek kultur ini adalah masyarakat dan pemda,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat membuka webinar dalam rangka peringatan Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang dipantau di Jakarta, Jumat (13/11). Dalam webinar Hari Kesadaran Tsunami Dunia yang diperingati setiap 5 November itu, Dwikorita mengatakan aspek kultur, yaitu pemerintah daerah dan masyarakat sebagai ujung tombak menjadi tantangan dalam kesiapsiagaan bencana. Menurut dia, apabila masyarakat dan pemda di daerah rawan bencana tsunami tidak memiliki kapasitas untuk mengoperasikan dan memelihara sirine peringatan dini tsunami, teknologi yang sudah disiapkan tidak akan berguna. BMKG telah membangun sistem peringatan dini tsunami, yaitu Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang telah beroperasi sejak 2008. Hal senada disampaikan narasumber webinar dari Unesco Indonesia Ardito M Kodijat. Ardito mengatakan banyak pembelajaran dari kejadian tsunami yang lalu bahwa sistem peringatan dini tsunami yang canggih tidak akan menyelamatkan nyawa jika masyarakat berisiko tidak memiliki pengetahuan dan kapasitas untuk merespons peringatan dini tersebut. “Kalau kita punya sistem yang sangat canggih, saat ini bisa mengeluarkan peringatan dini dalam waktu yang sangat singkat kurang dari empat menit, Tapi kalau masyarakatnya tidak tahu apa yang harus dilakukan, sistem peringatan dini itu tidak menjamin keselamatan,” ujar Ardito sebagaimana dilansir Antara. Dia mengatakan dalam keadaan darurat tsunami, risiko kehilangan nyawa dan harta benda masyarakat pesisir dengan tingkat kesiapan rendah atau tidak ada sangat tinggi. Selain itu, rantai peringatan yang lemah atau terputus, sehingga informasi tidak sampai ke masyarakat juga tidak ada arahan untuk masyarakat mengevakuasi diri. Hal itu bisa karena ketidaksiapan SDM, prosedur atau masalah teknologi. Menurut dia, selama ini sistem peringatan dini terfokus pada peningkatan teknologi, tapi perlu juga fokus pada kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi tsunami.

Hujan Lebat, Waspadai Bencana Hidrometereologi

PURBALINGGA, Jowonews- Warga dihimbau waspadai bencana hidrometeorologi menyusul adanya potensi hujan dengan intensitas tinggi dalam beberapa hari ke depan. “Waspadai bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor ataupun angin kencang,” kata Pejabat Sementara Bupati Purbalingga Sarwa Pramana di Purbalingga, Rabu (28/10). Berdasarkan informasi dari BMKG ada potensi hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi selama beberapa hari ke depan di sejumlah wilayah di Jawa Tengah, termasuk Purbalingga. “Kami mengajak warga yang tinggal di lokasi rawan bencana untuk hati-hati dan waspada, segera laporkan kepada pihak terkait apabila menemukan tanda-tanda rekahan tanah terutama saat hujan lebat dengan durasi yang lama,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Ia juga berharap masyarakat memanfaatkan momentum libur panjang akhir Oktober 2020 dengan tetap di lingkungan masing-masing sambil menyiapkan diri dan lingkungan dalam menghadapi potensi bencana. “Kami berharap masyarakat lebih memilih memanfaatkan libur panjang dengan tetap di lingkungan masing-masing sambil menyiapkan diri dan lingkungan dalam menghadapi potensi bencana saat musim hujan, namun jika tetap harus berpergian, terutama ke luar kota harus patuhi protokol kesehatan,” katanya. Pantau Cuaca Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara (BMKG Banjarnegara) Setyoajie Prayoedhie menginformasikan bahwa wilayah Purbalingga dan kabupaten lain di sekitarnya berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat saat libur panjang akhir Oktober 2020. “Purbalingga dan kabupaten lain seperti Banjarnegara, Banyumas, Kebumen dan lainnya berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat dengan durasi yang beragam,” katanya. Berdasarkan prakiraan cuaca tersebut, pihaknya mengingatkan masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian. “Meskipun sedang menikmati momentum libur panjang namun perlu tetap hati-hati terutama mereka yang tinggal di lokasi rawan bencana,” katanya. Dia juga mengajak masyarakat untuk selalu mengecek kondisi cuaca secara berkala melalui media sosial dan kanal-kanal resmi milik BMKG lainnya. “Kami mengajak warga untuk terus memantau informasi cuaca. Hal tersebut penting karena ada kemungkinan hujan lebat selama beberapa hari ke depan,” katanya. Dia mengatakan BMKG Banjarnegara akan terus bersinergi dengan pihak terkait dalam rangka menyebarluaskan informasi cuaca ke masyarakat.

Hati-hati, Gelombang Tinggi di Laut Selatan

CILACAP, Jowonews- Nelayan harus bisa mengantisipasi kemungkinan terjadinya gelombang tinggi, terutama di laut selatan-barat Sumatra hingga selatan Nusa Tenggara. “Wilayah selatan Jawa, selatan Sumatra, barat Sumatra, hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara memang gelombangnya relatif tinggi rata-ratanya. Hampir nelayan itu sulit menemukan gelombang di bawah dua meter. Sulit sekali, yang sering adalah 2-4 meter, 3-5 meter. Bahkan hari ini, besok, dan lusa enam meter,” kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo.di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (13/10). Eko mengatakan hal itu kepada wartawan usai acara Pembukaan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) 2020 yang digelar Stasiun Meterologi Tunggul Wulung Cilacap di Gedung Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap. Bahkan jika gelombang tinggi itu dibarengi dengan kejadian-kejadian penting seperti tekanan rendah di suatu daerah, kata dia, akan semakin mengganggu cuaca di selatan Jawa. “Ini yang harus diantisipasi oleh masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan tidak boleh berpikir sendiri, tidak boleh berunding sendiri dengan keluarga, tapi manfaatkan informasi dari BMKG,” katanya. Oleh karena itu, pihaknya akan melatih nelayan tentang cara mendapatkan informasi cuaca dari BMKG, termasuk bagaimana cara memahami cuaca. “Bagaimana masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya, itu menjadi tujuan. Sehingga masyarakat berpikir ‘oh perahu saya kurang bagus dengan kondisi cuaca ini, oh perahu saya pas’, yang memutuskan adalah nelayan. Kami tidak bisa terlalu jauh untuk bisa melarang, hanya bisa memberikan informasi peringatan dini, masyarakat yang memutuskan,” jelasnya. Fenomena La Nina Terkait dengan fenomena La Nina moderat yang sedang berlangsung saat sekarang, Eko mengatakan, La Nina merupakan fenomena global tentang iklim sehingga memicu peningkatan curah hujan di beberapa wilayah. “Kalau kita dengar sampai saat ini, informasi yang kita terima (La Nina, red.) bisa meningkatkan curah hujan hingga 20-40 persen dari normalnya, tetapi tidak sama di setiap daerah. Itu juga nantinya pasti terkait dengan bagaimana kecepatan angin di laut,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Menurut dia, angin adalah pembangkit utama dari gelombang laut. Sehingga ketika anginnya kencang, secara otomatis gelombangnya makin tinggi. Kendati demikian, dia mengimbau masyarakat untuk tidak cemas atau panik terhadap dampak La Nina terhadap gelombang laut, melainkan perlu beradaptasi terhadap lingkungannya. Setelah kejadian atau fenomena tersebut berakhir, kata dia, masyarakat juga perlu melakukan mitigasi supaya ketika terjadi lagi tidak sampai menimbulkan kerugian besar. Oleh karena itu, pihaknya dalam kegiatan SLCN 2020 juga akan mengimbau nelayan untuk selalu menggunakan alat-alat keselamatan ketika melaut. Disinggung mengenai isu tsunami, Eko mengimbau masyarakat untuk tidak panik atau cemas karena pemberitaan tentang potensi tsunami adalah bagian dari riset atau penelitian. “Jika hal-hal yang disyaratkan di dalam penelitian itu ada, maka mungkin akibatnya seperti itu. Seperti halnya penelitian terhadap kecepatan angin yang lebih dari 60 knot akan mengakibatkan (tinggi, red.) gelombang sekian (meter, red.), tapi itu kan masih menjadi penelitian,” katanya. Kendati demikian, dia mengatakan penting bagi masyarakat untuk tidak terlalu menganggap remeh bahwasanya mereka hidup di daerah rawan tsunami. Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan bisa beradaptasi terhadap lingkungannya. Terkait dengan hal itu, pihaknya dalam kegiatan SLCN 2020 juga akan memberikan informasi mengenai berbagai bahaya pesisir karena tidak hanya gelombang tinggi. “Bahaya pesisir itu ada lima, pertama, ancaman banjir rob (banjir air pasang, red.), kemudian ancaman badai tropis, gelombang tinggi,” jelasnya. Selain itu, kata dia, ancaman abrasi di dinding-dinding pantai yang terjal sehingga jangan sampai ada permukiman di daerah tersebut dan jalan raya juga harus benar-benar diperhatikan agar tidak ada yang melintas ketika ada ancaman abrasi. Menurut dia, bahaya pesisir ketiga adalah tsunami sehingga masyarakat harus tahu ilmunya, harus tahu cara beradaptasinya, dan mitigasinya sehingga ketika terjadi bisa mengetahui apa yang harus diperbuat. “Masyarakat harus tahu langsung karena yang menjadi penyelamat terbesar masyarakat itu bukan, maaf, kawan-kawan dari Basarnas, tetapi dirinya sendiri. Angka 35 persen yang selamat itu karena kemampuan ilmu terhadap bahaya pesisir ini masyarakat sudah tahu, tugas kami semua adalah memberikan edukasi dan sosialisasi untuk itu,” jelasnya.

BMKG: Jateng Bagian Selatan Waspada Kekeringan

CILACAP, Jowonews- Sejumlah wilayah di Jateng bagian selatan berstatus waspada kekeringan. “Bahkan, ada wilayah Jateng selatan yang telah berstatus siaga dan awas kekeringan,” kata analis cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan. di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (4/8). Ia mengatakan status tersebut diketahui berdasarkan peringatan dini potensi kekeringan meteorologis untuk dasarian. Atau 10 hari pertama bulan Agustus 2020 yang dikeluarkan BMKG Stasiun Klimatologi Semarang. Dalam hal ini, kata dia, peringatan dini tersebut dibuat berdasarkan peta pemantauan hari tanpa hujan dasarian ketiga bulan Juli 2020 di Jawa Tengah. “Sebagai catatan, kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang berkaitan dengan curah hujan. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan,” katanya, sebagaimana dilansir Antara. Lebih lanjut, Rendi mengatakan beberapa wilayah Jateng selatan yang telah berstatus waspada kekeringan di antaranya sebagian Kabupaten Kebumen dan sebagian besar Kabupaten Purworejo. Sementara wilayah waspada kekeringan di pegunungan tengah Jateng, antara lain sebagian kecil Kabupaten Purbalingga dan sebagian kecil Kabupaten Banjarnegara. Status Awas Selain itu, kata dia, di wilayah Jateng selatan juga ada beberapa daerah yang telah berstatus siaga kekeringan. Seperti sebagian besar Kabupaten Kebumen. Bahkan di sebagian kecil wilayah Kebumen sebelah selatan telah berstatus awas kekeringan. “Kalau untuk Kabupaten Cilacap dan Banyumas pada dasarian pertama bulan Agustus ini belum ada peringatan dini kekeringan,” katanya. Ia mengakui jika hingga saat ini, hujan dengan intensitas ringan masih terjadi di beberapa wilayah Jateng selatan meskipun telah memasuki musim kemarau. Menurut dia, hal itu disebabkan musim kemarau tahun 2020 dipengaruhi oleh La Nina lemah. “La Nina ini menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya,” demikian Rendi Krisnawan.

BMKG Ingatkan Gelombang Tinggi di Laut Selatan Jabar, Jateng, dan DIY

CILACAP, Jowonews.com – Nelayan di pesisir selatan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diimbau untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya gelombang tinggi di laut selatan Jabar-DIY, kata analis cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan. “Gelombang tinggi hingga sangat tinggi masih berpeluang terjadi di perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY karena saat sekarang sedang berada pada musim angin timuran,” katanya di Cilacap, Jateng, Jumat. Menurut dia, peluang terjadinya gelombang tinggi hingga sangat tinggi akan makin sering pada puncak musim angin timuran yang diprakirakan berlangsung mulai akhir bulan Juli-Agustus 2020. Bahkan, kata dia, pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi di perairan selatan Jabar-DIY maupun Samudra Hindia selatan Jabar-DIY yang berlaku hingga tanggal 11 Juli dan akan diperabarui jika ada perkembangan lebih lanjut. Dalam hal ini, tinggi gelombang di perairan selatan Jabar-DIY diprakirakan berkisar 2,5-4 meter atau masuk kategori tinggi, sedangkan di Samudra Hindia selatan Jabar-DIY berkisar 4-6 meter atau masuk kategori sangat tinggi. “Oleh karena itu, kami mengimbau kepada seluruh pengguna jasa kelautan untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gelombang tinggi serta memerhatikan risiko keselamatan pelayaran,” kata Rendi. Menurut dia, hal itu disebabkan kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter berbahaya bagi perahu nelayan berukuran kecil serta kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter berbahaya bagi tongkang. Selain itu, kata dia, kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter berbahaya bagi kapal feri serta kecepatan angin lebih dari 27 knot serta tinggi gelombang di atas 4 meter berbahaya bagi kapal berukuran besar seperti kapal cargo dan kapal pesiar. “Bagi masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi, kami imbau untuk tetap selalu waspada,” demikian Rendi Krisnawan. (jwn5/ant)

BMKG Prakirakan Jateng Selatan Alami Kemarau Basah

PURWOKERTO, Jowonews.com – Wilayah Jawa Tengah bagian selatan diprakirakan mengalami kemarau basah, kata analis cuaca BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan. “Secara umum musim kemarau tahun ini diprakirakan cenderung ada hujan seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir,” katanya saat dihubungi dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa. Akan tetapi, kata dia, curah hujannya dalam satu dasarian (10 hari, red.) masih masuk kategori rendah dengan intensitas hujan yang terjadi saat itu ringan hingga sedang. BMKG telah memprediksi musim kemarau pada tahun 2020 akan dipengaruhi oleh La Nina lemah. Ia mengatakan berdasarkan siaran pers yang dirilis BMKG pada tanggal 27 Juni 2020, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menyebutkan bahwa hasil monitoring indikator anomali iklim Samudra Pasifik, yaitu suhu muka laut wilayah indikator ENSO (Nino 3.4) sampai dengan pertengahan Juni dalam kondisi Netral atau fluktuasi suhu muka laut tidak menyimpang lebih dari 0,5 derajat Celcius dari rata rata normal klimatologisnya. “Dalam rilis juga disebutkan bahwa sebagian besar lembaga meteorologi dunia memprediksi anomali suhu muka laut di Nino 3.4 sampai akhir tahun berkisar antara Netral dan La Nina Lemah,” katanya. Dalam hal ini, kondisi La Nina lemah dinyatakan apabila penyimpangan suhu muka laut di wilayah indikator ENSO lebih dingin minus 0,5 derajat Celcius sampai dengan minus 1,0 derajat Celcius dari normal klimatologisnya. Apabila kondisi La Nina dapat terjadi, hal tersebut dapat menambah peluang peningkatan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia sehingga musim kemarau terkesan lebih basah karena lebih banyak hujan daripada kemarau biasanya. Sementara itu monitoring anomali iklim Samudra Hindia menunjukkan beda suhu muka laut perairan timur Afrika dan sebelah barat Sumatra sebagai indikator Dipole Mode Samudra Hindia (IOD) bernilai positif (IOD+) pada pertengahan Juni. Kondisi IOD+ diprediksi akan kembali Netral pada Juli hingga November 2020. “Kami masih menunggu rilis resmi dari BMKG terkait dengan La Nina lemah meskipun salah satu lembaga meteorologi dunia, yakni Bureau of Meteorology (BOM) Australia hari ini (7/7) telah merilis tentang La Nina,” kata Rendi. Dalam laman http://www.bom.gov.au/climate/enso/#tabs=Pacific-Ocean disebutkan bahwa sebagian besar model iklim internasional yang disurvei oleh BOM menunjukkan suhu permukaan laut tropis Pasifik tengah di wilayah NINO 3.4 akan mendingin dalam beberapa bulan mendatang. Dua dari delapan model yang disurvei mencapai ambang La Nina selama Agustus, dengan tiga model lagi mendekati ambang pada bulan September dan November. Tiga model lainnya tetap lebih jelas pada level netral. Peristiwa ENSO –El Nino atau La Nina– biasanya mulai berkembang selama belahan bumi selatan mengalami musim gugur hingga musim dingin, sebelum menguat di musim dingin hingga musim semi. (jwn5/ant)