Jowonews

Data Bocor, BPJS Perlu Lakukan Audit Forensik Data

SEMARANG, Jowonews- BPJS Kesehatan dipandang perlu segera melakukan audit forensik digital terkait dengan dugaan kebocoran 1.000.000 data pribadi masyarakat Indonesia. Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Dr. Pratama Persadha meminta badan hukum publik itu bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk melakukan audit forensik digital dan mengetahui lubang-lubang keamanan mana saja yang ada. “Langkah ini sangat perlu untuk menghindari pencurian data pada masa yang akan datang,” kata pakar keamanan siber dan komunikasi ini, Jumat (21/5). Doktor Pratama Persadha mengemukakan hal itu terkait dengan akun bernama Kotz memberikan akses download (unduh) secara gratis untuk file sebesar 240 megabit (Mb) yang berisi 1.000.000 data pribadi masyarakat Indonesia yang kemungkinan berasal dari BPJS Kesehatan diunggah (upload) di internet.  Pratama menegaskan bahwa Pemerintah juga wajib melakukan pengujian sistem atau penetration test (pentest) secara berkala terhadap seluruh sistem lembaga pemerintahan. “Ini sebagai langkah preventif sehingga dari awal dapat ditemukan kelemahan yang harus diperbaiki segera,” kata Pratama yang pernah sebagai pejabat Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) yang kini menjadi BSSN. Ditekankan pula bahwa penguatan sistem dan sumber daya manusia harus ditingkatkan. Begitu pula, adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data perlu dilakukan. Rawan Peretasan Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah. Dalam hal ini, menurut Pratama, yang terpenting dibutuhkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang isinya tegas dan ketat seperti di Eropa. Ia menilai sangat berbahaya bila benar data ini bocor dari BPJS Kesehatan. Apalagi datanya valid dan bisa digunakan sebagai bahan baku kejahatan digital, terutama kejahatan perbankan. Dari data tersebut, lanjut Pratama, pelaku kejahatan bisa menggunakannya untuk membuat kartu tanda penduduk (KTP) palsu, kemudian menjebol rekening korban. Dalam file yang diunduh (download) tersebut, kata dia, terdapat data NOKA atau nomor kartu BPJS kesehatan. Pelaku mengklaim mempunyai data file sebanyak 272.788.202 jiwa penduduk. Pratama melihat hal ini aneh bila akun Kotz mengaku mempunyai lebih dari 270 juta data serupa, padahal anggota BPJS Kesehatan hingga akhir 2020 sebanyak 222 juta orang. Dari nomor BPJS Kesehatan yang ada di file, menurut dia, bila dicek online ternyata datanya benar sama dengan nama yang ada di file. “Jadi, kemungkinan besar data tersebut berasal dari BPJS Kesehatan,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Bila dicek, data sample sebesar 240 megabit (Mb) berisi nomor identitas kependudukan (NIK), nomor handphone, alamat, alamat email, nomor pokok wajib pajak (NPWP), tempat tanggal lahir, jenis kelamin, jumlah tanggungan, dan data pribadi lainnya. Bahkan si penyebar data mengklaim ada 20 juta data yang berisi foto. Kendati demikian, Pratama meminta semua pihak untuk menunggu klarifikasi dari BPJS Kesehatan terkait dengan benar tidaknya kebocoran data tersebut.

Butuh Layanan BPJS Kesehatan? Online Saja

SEMARANG, Jowonews- BPJS Kesehatan Cabang Semarang terus mengoptimalkan layanan online untuk memberikan kemudahan pelayanan peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) . Layanan online tersebut di antaranya dengan menghadirkan Pelayanan Administrasi Melalui Whatsapp (PANDAWA), Chat Assistant JKN (Chika) di nomor WhatsApp 08118750400, Telegram, serta Voice Interactive JKN (Vika) melalui BPJS Kesehatan Care Center 1500400 untuk memperoleh informasi dan melakukan pengaduan apabila ada kendala pada kartu JKN-KIS. “Saya melihat warga setempat cukup antusias dengan adanya kemudahan pelayanan melalui PANDAWA ini karena membuat pengurusan administrasi JKN-KIS lebih praktis. Melalui PANDAWA, peserta tidak perlu datang ke kantor dan potensi penyebaran Covid-19 dapat ditekan,” kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Semarang I Gusti Ayu Mirah S, di Semarang. Melalui PANDAWA, lanjut Mirah, peserta dapat mengurus administrasi pendaftaran dan penambahan peserta baru dan bayi baru lahir, perubahan segmen kepesertaan, data identitas peserta, data golongan dan gaji peserta, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), pengaktifan kembali peserta, perbaikan data ganda, serta penonaktifan peserta meninggal dengan jam pelayanan Senin sampai Jumat dari pukul 08.00 – 14.00 WIB melalui WhatsApp di nomor 081229456210. “Meski telah dialihkannya berbagai pelayanan kepesertaan melalui gawai, tidak menutup kemungkinan masih ada peserta yang datang ke kantor BPJS Kesehatan untuk mengurus kepesertaan JKN-KIS. Bagi peserta JKN-KIS yang langsung datang ke kantor tidak perlu khawatir, karena BPJS Kesehatan Cabang Semarang mengutamakan protokol kesehatan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” tambah Mirah sebagaimana dilansir Antara. Selama pandemi Covid-19, kata Mirah, BPJS Kesehatan Cabang Semarang tetap  melangsungkan pelayanan administrasi tatap muka di kantor pelayanan BPJS Kesehatan Cabang Semarang, namun terbatas bagi peserta JKN-KIS segmen PBI, PBPU Kelas 3, dan Pensiunan. Salah satu peserta JKN-KIS, Murni yang juga pengguna layanan PANDAWA menyampaikan dirinya lebih senang bisa mengurus JKN-KIS melalui WhatsApp, karena menurutnya hal ini dapat memangkas waktu dan tenaga. “Selain itu kami juga tidak perlu datang ke kantor. Saat saya menggunakan layanan dengan WhatsApp ini dibalas dengan cepat oleh petugas, jadi tidak perlu khawatir. Lagipula apabila membutuhkan waktu saya pun bisa menunggu sambil mengerjakan hal lain, berbeda dengan kalau harus ke Kantor BPJS Kesehatan,” kata Murni. 

BPJS Kesehatan Tuntas Bayar Seluruh Klaim RS

JAKARTA, Jowonews.com – BPJS Kesehatan menyatakan telah membayar tuntas biaya yang diklaim rumah sakit mitranya sehingga per Rabu tidak ada klaim yang belum dibayarkan. “Posisi hutang klaim BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 adalah Rp3,70 triliun,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan klaim yang dibayarkan itu sudah seluruhnya seiring awal Juli BPJS Kesehatan menerima iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN dari pemerintah sebesar Rp4,05 triliun. Dengan diterimanya iuran tersebut, kata dia, BPJS Kesehatan memastikan tidak ada tunggakan bagi rumah sakit. Penerimaan iuran PBI APBN menunjukkan dukungan dan komitmen pemerintah untuk membantu likuiditas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sekaligus menjaga likuiditas rumah sakit di tengah pandemi COVID-19. “Begitu iuran PBI APBN ini kami terima, langsung kami distribusikan untuk melunasi tagihan klaim seluruh rumah sakit. Jadi tidak ada lagi utang jatuh tempo bagi rumah sakit yang sudah mengajukan klaim dan lolos verifikasi,” kata dia. Dalam proses pembayaran itu, kata Iqbal, dilakukan dengan mekanisme “first in first out” atau transfer dana diutamakan bagi yang mengajukan klaim terlebih dahulu. Dia mengatakan selanjutnya BPJS Kesehatan akan memanfaatkan dana iuran PBI APBN tersebut ditambah dengan penerimaan iuran lainnya untuk menjaga agar pembayaran klaim dapat dilakukan tepat waktu sesuai dana yang tersedia. “Kami ucapkan terima kasih Kementerian Keuangan yang telah membuktikan komitmen pemerintah dalam memastikan pembayaran klaim rumah sakit berjalan lancar,” kata dia. Menurut dia, pemerintah berkomitmen memastikan kesinambungan Program JKN-KIS dan memperbaiki layanannya melalui penyesuaian iuran. Sesuai amanah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, per 1 Juli 2020 iuran JKN-KIS bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) disesuaikan menjadi Rp150 ribu untuk kelas 1, Rp100 ribu (kelas 2) dan Rp42 ribu (kelas 3). “Namun khusus kelas 3, di tahun 2020 ini, peserta hanya membayar sebesar Rp25.500, sisanya sebesar Rp16.500 dibiayai oleh pemerintah. Dengan berlakunya nominal iuran yang baru, diharapkan akar masalah defisit BPJS Kesehatan bisa mulai terurai,” katanya. Dia mengatakan sampai Mei 2020, kolektabilitas iuran PBPU yang semula berkisar di angka 60 persen naik menjadi 73,68 persen. Hal tersebut menunjukkan kesadaran dan kemauan peserta JKN-KIS untuk membayar iuran semakin meningkat. Iqbal mengingatkan untuk menjaga keberlangsungan program JKN-KIS, pemerintah menyediakan subsidi dan masyarakat membayar iuran. Dengan kata lain, dua pihak harus ambil bagian. Dari 220,6 juta peserta JKN-KIS, sekitar 60 persen peserta dibiayai pemerintah. “Ada 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu yang iuran JKN-KIS-nya ditanggung negara lewat APBN dan 37,3 juta penduduk yang ditanggung oleh APBD,” katanya. Selain itu, kata dia, juga ada iuran untuk aparatur sipil negara maupun TNI dan Polri. Hingga 2018 pemerintah telah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun. Pada 2019, kata dia, total biaya yang dibayar pemerintah untuk segmen PBI APBN sebesar Rp48,71 triliun. Sementara untuk tahun 2020, pemerintah akan membayari segmen PBI APBN sebesar Rp48,74 triliun. Belum lagi untuk segmen PBI APBD. “Masyarakat kami harapkan dapat ikut turun tangan menjaga keberlanjutan Program JKN-KIS. Dimulai dari hal yang sederhana saja, misalnya mendaftarkan diri dan keluarga menjadi peserta JKN-KIS selagi sehat, membayar iuran JKN-KIS secara rutin, tepat waktu dan tidak menunggak serta menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih,” kata dia. (jwn5/ant)

BPJS Kesehatan Bangun Sistem Cegah Kecurangan Program JKN-KIS

JAKARTA, Jowonews.com – BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) membangun sistem deteksi dini untuk pencegahan “fraud” atau kecurangan dalam pelaksanaan jaminan kesehatan sosial tersebut. Direktur Pengawasan, Pemeriksaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan sistem pencegahan kecurangan dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan komprehensif. BPJS Kesehatan telah membangun siklus pencegahan kecurangan yang dikembangkan BPJS Kesehatan dalam Program JKN-KIS meliputi tindakan preventif atas kecurangan, tindakan deteksi terhadap potensi terjadinya kecurangan, dan tindakan penanganan atas kecurangan atau fraud Program JKN. “Tidak dapat dipungkiri, kompleksitas program dan dana biaya manfaat yang besar dalam JKN-KIS berpotensi menyebabkan terjadinya tindakan inefisiensi atau mengarah pada kecurangan. Faktanya, kasus kecurangan bukan hanya ada di Indonesia, di tingkat Asia Pasifik kecurangan di sektor pelayanan kesehatan mencapai lima persen,” katanya. “Di Indonesia, atas audit yang dilaksanakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, (BPKP) tahun lalu potensi kecurangan ditemukan satu persen, namun bukan berarti kita harus menoleransi hal tersebut. Tapi kita harus lihat apa penyebabnya, bisa jadi sistemnya atau karena ketidaktahuan, perbedaan pemahaman atau karena kesengajaan,” tambahnya. BPJS Kesehatan juga telah menyusun kebijakan dan pedoman, pengembangan budaya pencegahan kecurangan, pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya dan pembentukan tim pencegahan kecurangan. BPJS Kesehatan sudah menerbitkan Peraturan BPJS Kesehatan No 7 Tahun 2016 yang mengatur tentang sistem pencegahan kecurangan tersebut. Di samping itu, BPJS Kesehatan juga terus mengembangkan sistem teknologi informasi yang dapat mencegah dan mendeteksi berbagai indikasi potensi kecurangan (hasil audit klaim, analisis data review pemanfaatan, laporan whistle blower), membentuk unit kerja bidang Manajemen Utilisasi dan Anti Fraud, membentuk Tim Pencegahan Kecurangan di seluruh cabang, serta mendorong Dinas Kesehatan kabupaten/kota, fasilitas kesehatan untuk membentuk tim pencegahan kecurangan. Namun BPJS Kesehatan tidak bisa melakukan implementasi pencegahan kecurangan sendirian melainkan butuh kerja sama semua pihak. Untuk itu, sejak 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan membentuk Tim Bersama Penanganan Kecurangan JKN. Selain itu penetapan standar pelayanan kesehatan sesuai dengan rekomendasi hasil kajian KPK atas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan juga perlu segera dilakukan. “Tugas BPJS Kesehatan adalah memastikan pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan sesuai dengan klaim yang ditagihkan dan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Standar kendali mutu dan kendali biaya tentu sangat membantu pencegahan kecurangan, sebab dari standar tersebut dapat ditelusuri tindakan mana yang mengarah pada potensi kecurangan. Oleh karena itu, jika kendali mutu dan kendali biaya berjalan baik, risiko potensi kecurangan pun bisa diminimalisir,” katanya. Ia juga menjelaskan apabila hasil investigasi terbukti terjadi tindakan kecurangan, BPJS Kesehatan tidak akan membayarkan klaim yang merupakan hasil tindakan kecurangan atau apabila ada kelebihan pembayaran klaim yang telah dibayarkan oleh BPJS Kesehatan dikembalikan/diperhitungkan tagihan berikutnya/diselesaikan secara hukum. BPJS Kesehatan juga dapat tidak memperpanjang kontrak kerjasama sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian kerjasama dan dilaporkan pada Dinas Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan setempat, demikian Bayu Wahyudi ​​​​​​​. (jwn5/ant)

BPJS Kesehatan Pastikan Semua Warga Dapat Jaminan Pelayanan Kesehatan COVID-19

JAKARTA, Jowonews.com – Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan penyakit terkait COVID-19 kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali termasuk warga negara asing (WNA) apabila menderita penyakit akibat virus corona tipe baru tersebut. “Kriteria masyarakat yang mendapatkan layanan jaminan COVID-19 adalah seluruh penduduk Indonesia tidak memandang apakah peserta JKN atau bukan, bahkan WNA yang sedang ada di Indonesia dan menderita penyakit COVID-19 pun akan dijamin oleh pemerintah,” kata Budi Mohamad Arief Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan dalam keterangannya pada konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat. Dia menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan diberikan tugas khusus oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk melaksanakan proses verifikasi klaim RS terkait pelayanan COVID-19 yang dibayarkan oleh pemerintah. Dia menegaskan bahwa pembiayaan pelayanan kesehatan terkait COVID-19 tidak termasuk dalam pembiayaan Program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai undang-undang yang berlaku. Dia menyebut proses verifikasi didasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 38 Tahun 2020 dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 295 Tahun 2020. “Segala hal yang berkaitan dengan tata cara verifikasi terurai di sana, sehingga BPJS Kesehatan melaksanakan sesuai dengan dua regulasi tersebut,” kata Budi. Saat ini BPJS Kesehatan telah menjalankan sistem informasi dan sosialisasi di seluruh kantor cabang BPJS Kesehatan maupun di berbagai rumah sakit. Dia menyebut pihak BPJS Kesehatan telah menyosialisasikan informasi secara detil mengenai tata cara melakukan pengajuan klaim terkait pelayanan COVID-19. Bahkan apabila ada rumah sakit yang merasa kesulitan dalam proses mengajukan klaim pembiayaan COVID-19, petugas BPJS Kesehatan di seluruh cabang akan memberikan bantuan dalam proses tersebut. “Kami mengharapkan bagi rumah sakit yang kesulitan mengajukan klaim, mohon tidak ragu-ragu sampaikan ke kantor cabang BPJS Kesehatan, kami siap memberikan bantuan penjelasan dan dukungan pada pihak rumah sakit agar proses tersebut berjalan lancar,” kata Budi. BPJS Kesehatan sebagai verifikator akan berupaya menjalankan verifikasi sesuai kaidah yang ada dan berharap semua proses dijalankan dengan baik, dengan menetapkan prinsip good governance agar bisa memberikan pertanggungjawaban yang baik. Budi menjelaskan ke depannya BPJS Kesehatan akan terus mengevaluasi proses pengajuan klaim, dan akan menginformasikan ke seluruh rumah sakit apabila sudah menyediakan kemudahan layanan verifikasi. Saat ini pihak BPJS Kesehatan juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan agar ke depan proses pengajuan klaim semakin baik dari hari ke hari. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menggelontorkan dana Rp22 miliar ke 82 rumah sakit sebagai uang muka pelayanan kesehatan penyakit COVID-19 yang dijamin pembiayaannya oleh negara. Dalam periode 24 April sampai dengan 7 Mei 2020 sudah ada 95 rumah sakit yang mengajukan klaim ke Kementerian Kesehatan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan untuk 1.389 pasien terkait COVID-19. (jwn5/ant)

BPJS Kesehatan Purwokerto Berikan Layanan Tanpa Kontak Fisik

PURWOKERTO, Jowonews.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto, Jawa Tengah menerapkan layanan tanpa kontak fisik (physical distancing) sebagai upaya mendukung pemerintah dalam mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19. “Kami turut menerapkan ‘physical distancing’ minimal satu meter bagi para peserta, baik ketika sedang duduk menunggu panggilan antrean ataupun ketika pelayanan di ‘service officer’,” kata  Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto Sofyeni dalam keterangan yang disampaikan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu. Dalam hal ini, kata dia, BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto telah menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 terhadap peserta maupun pegawai di lingkungan institusi tersebut. Menurut dia, pihaknya telah menyiapkan sarana dan prasarana untuk mencegah penyebaran COVID-19 seperti tempat cuci tangan dan sabun di area pintu masuk kantor dan penyanitasi tangan (hand sanitizer) di beberapa titik ruang pelayanan. “Kami juga melakukan pengukuran suhu tubuh peserta sebelum memasuki ruang pelayanan. Petugas yang memberikan layanan pun diwajibkan menggunakan masker dan dalam kondisi sehat,” katanya. Bahkan, pihaknya bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Banyumas secara rutin menyemprotkan cairan disinfektan hingga tiga kali dalam sehari di lingkungan kantor dan ruang pelayanan sebagai upaya untuk menambah rasa aman bagi peserta BPJS Kesehatan. Terkait dengan layanan di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto, Sofyeni mengatakan pelayanan administrasi di Kantor Cabang BPJS Kesehatan maupun di Kantor Kabupaten/Kota tetap berjalan. Menurut dia, pelayanan administrasi yang masih dapat dilakukan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan dan Kantor Kabupaten/Kota bersifat terbatas pada layanan yang membutuhkan penyelesaian segera. “Misalnya, layanan kepada peserta dalam kondisi perawatan di rumah sakit yang harus melakukan perubahan data atau pendaftaran bayi baru lahir,” kata Sofyeni. Sementara itu, Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto Anif Saofika Pratama mengatakan waktu layanan BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto tetap seperti biasa, yakni setiap hari Senin-Jumat, pukul 08.00-15.00 WIB. Akan tetapi sejak terjadinya pandemi COVID-19, kata dia, jumlah peserta yang datang ke BPJS Kesehatan Kantor Cabang Purwokerto dari rata-rata 200-300 orang per hari menjadi 40-60 orang per hari. Menurut dia, penurunan tersebut disebabkan pelayanan yang diberikan bersifat terbatas pada layanan yang membutuhkan penyelesaian segera. “Kami mendorong peserta untuk menggunakan aplikasi Mobile JKN atau telepon melalui Care Center 1500400 yang bisa diakses dari rumah agar peserta merasa nyaman,” demikian Anif Saofika Pratama. (jwn5/ant)

Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Pemerintah Didesak Keluarkan Perpres Pengganti

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah untuk mengeluarkan peraturan presiden untuk menggantikan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). “Perpres pengganti itu penting untuk menjamin kepastian hukum karena BPJS Kesehatan menyatakan akan tetap menggunakan Perpres yang lama bila pemerintah belum mengubah atau mengeluarkan perpres baru,” kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu. Tulus mengatakan putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu tidak serta merta bisa membuat BPJS Kesehatan tidak menaikkan iuran peserta. Dengan kata lain, kenaikan iuran tetap akan diberlakukan oleh BPJS Kesehatan. Karena itu, agar tidak menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan dan berdampak pada pelayanan kepada pasien, pemerintah harus cepat segera menindaklanjuti putusan MA tersebut. Tulus khawatir putusan MA itu akan membuat BPJS Kesehatan mengurangi layanan kepada pasien bila tidak ada tindak lanjut yang segera dari pemerintah. “YLKI khawatir pembatalan itu berdampak terhadap reduksi pelayanan kepada pasien. Kalau yang direduksi hanya layanan nonmedis, masih lebih baik. Kalau yang direduksi layanan medis, bisa membahayakan pasien,” tuturnya. MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020. Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut. Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. (jwn5/ant)

Pascaputusan MA, YLKI Minta BPJS Kesehatan Tidak Kurangi Pelayanan

JAKARTA, Jowonews.com – Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak mengurangi layanan kepada pasien setelah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. “YLKI khawatir pembatalan itu berdampak terhadap reduksi pelayanan kepada pasien. Kalau yang direduksi hanya layanan nonmedis, masih lebih baik. Kalau yang direduksi layanan medis, bisa membahayakan pasien,” kata Tulus melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu. Tulus mengatakan pengurangan layanan medis bisa berdampak pada keamanan pasien, misalnya penggantian jenis obat atau pengurangan dosis obat. Menurut Tulus, putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan bisa dikatakan menggembirakan bila dilihat pada konteks kepentingan jangka pendek. “Namun, bila ditelusuri lebih mendalam, putusan itu juga berisiko tinggi bagi pelindungan dan pemenuhan hak konsumen sebagai pasien BPJS Kesehatan,” tuturnya. MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020. Permohonan uji materi diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang keberatan dengan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Mereka meminta MA membatalkan kenaikan iuran tersebut. Majelis hakim MA menyatakan Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28H, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. (jwn5/ant)