Jowonews

Pemerintah: Taat Protokol Kesehatan Harus Jadi Budaya

JAKARTA, Jowonews.com – Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan penerapan protokol kesehatan harus menjadi budaya di tengah masyarakat, terlebih lagi dengan adanya normal baru. “Saya kira yang harus dipahami bahwa protokol kesehatan itu harus menjadi budaya di tengah masyarakat, kendati sudah mulai ada normal baru,” kata Harry Hikmat di Jakarta, Minggu. Terlebih bagi para lanjut usia (lansia) sebagai kelompok paling rentan terhadap penyebaran COVID-19, sehingga perlu tetap di rumah dan menjadikan protokol kesehatan sebagai budaya sekaligus identitas. Lebih lanjut, Harry mengatakan bahwa setidaknya ada tiga hikmah dibalik terjadinya pandemi COVID-19 yang harus dimaknai dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, selalu hidup sehat seperti menggunakan masker, membiasakan mencuci tangan, dan hidup disiplin. Kedua, tetap produktif saat di rumah, Work From Home (WFH) itu berarti harus akrab bekerja dengan teknologi, misalnya rapat secara virtual. “Ketiga, back to home, kembali ke rumah, berkumpul dengan anggota keluarga, yang bisa jadi saat sebelum terjadi COVID-19 anggota keluarga sulit untuk berkumpul karena sibuk bekerja dan menghabiskan waktu di jalan,” kata Harry. Lebih lanjut Harry mengatakan, meski pandemi, layanan Kementerian Sosial terus berjalan termasuk rehabilitasi sosial salah satunya dengan mempercepat penyaluran bansos bagi lansia dan warga terdampak COVID-19. Seperti di Kabupaten Blitar, Harry langsung menyerahkan bansos meski harus melalui perjalanan darat selama 12 jam dari Jakarta. “Layanan yang diberikan Kemensos, sebagai bukti bahwa negara hadir di tengah rakyatnya, terlebih bagi mereka yang memang memerlukannya,” kata Harry. Bansos yang diberikan bagi para lansia, merupakan wujud perhatian negara, salah satunya dirasakan oleh nenek Samijah (75) warga Bleduk RT 1 RW 02, Blitar. “Alhamdulillah atas bantuan yang diterima ini, terima kasih Bapak Presiden dan Pak Menteri Sosial bantuan sangat bermanfaat bagi saya yang bekerja sebagai buruh tani,” ucapnya, dalam bahasa Jawa halus. Hal serupa dirasakan oleh kakek Katirin (61), warga Bleduk yang bersyukur bisa mendapatkan bantuan dari Kementerian Sosial pada saat pandemi COVID-19. Sebanyak 50 paket sembako bagi penerima manfaat dan LKS Rondiyah, bansos modal usaha bagi delapan orang penerima manfaat masing-masing Rp5 juta total Rp 40 juta, 40 paket sembako bagi lansia, serta 10 paket sembako bagi warga terdampak COVID-19. Selain itu juga diserahkan alat kesehatan (alkes) berupa 500 masker, empat jerigen cairan disinfektan, empat jerigen hand sanitizer, 100 botol cairan pencuci tangan serta satu unit alat penyemprot disinfektan. (jwn5/ant)

Kapolda Jateng: Ini Bukan Soal Budaya, Namun Murni Kriminal

SEMARANG, Jowonews.com – Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel mengatakan bahwa Polda Jateng akhirnya meningkatkan penyelidikan Keraton Agung Sejagat ke tingkat penyidikan. Dalam prosesnya, polisi menggandeng Universitas Diponegoro (Undip) untuk mendalami berbagai kejanggalan di balik klaim kerajaan itu. Dalam hal ini Kapolda menegaskan bahwa fenomena ini bukan soal budaya atau sejarah akan tetapi murni tindak kriminal. “Saya langsung menghubungi Pak Rektor Undip, Prof Yos. Beliau menugaskan tiga guru besar untuk menelusuri fenomena ini apakah ada kaitannya dengan sebuah budaya atau sejarah. Hasilnya bahwa semua ini murni tindakan kriminal,” ujar Kapolda Jateng Irjen Rycko Amelza Dahniel saat jumpa pers di Mapolda Jateng, Semarang, Rabu (15/1). Rycko menjelaskan polisi menilai sejumlah aspek sebelum menindak ‘Raja’ dan ‘Ratu’ Keraton Agung Sejagat itu. Di antaranya aspek filosofis, nilai kebangsaan, dan ideologi. Tiga guru besar yang diutus oleh Rektor Undip untuk menelusuri kasus ini mengungkap sejumlah persoalan, di antaranya masalah dari sisi sosiologis, yakni warga merasa resah.  “Kami juga lakukan penilaian aspek historis. Apa betul ada jejak Mataram. Ternyata tanggal 13 (Januari 2020) itu terjadi keresahan masyarakat, melapor ke polisi. (Ada) kegiatan-kegiatan yang tidak biasa dan tidak sesuai dengan norma warga sekitar,” ujar Rycko.  Sedangkan dari aspek Yuridis, Rycko menegaskan, polisi telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.  Bukti permulaan ditemukan adanya motif untuk melakukan penipuan dengan menarik dana dari masyarakat, iuran, dengan cara-cara tipu daya dengan menggunakan simbol-simbol kerajaan, menawarkan harapan baru, sehingga orang tertarik menjadi pengikutnya. “Ini ranahnya penipuan dimana yang bersangkutan meminta iuran mulai dari Rp3 juta hingga Rp30 juta kepada para anggota yang nantinya dijanjikan akan mendapat jabatan serta upah yang lebih besar. Namun pada kenyataan sampai dengan saat ini yang bersangkutan tidak memberikan imbalan kepada pihak-pihak yang sudah ditarik iuran,” terangnya. *Tersangka Bukan Pasangan Suami Istri Kapolda menambahkan bahwa Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) kini menyandang status tersangka penipuan dan keonaran. Ternyata Toto dan Fanni bukan merupakan pasangan suami-istri (pasutri) yang sah. Saat ini Toto dan Fanni tidak lagi berpakaian kebesaran kerajaan yang mereka klaim. Keduanya kini mengenakan baju tahanan polisi. Rycko pun mengungkap tipu daya Toto dan Fanni untuk merekrut anggota Keraton Agung Sejagat.Tidak hanya itu, Rycko juga menyebutkan, meski Toto mengklaim memiliki kerajaan baru di Purworejo, ternyata si raja itu tinggal di rumah kontrakan di Sleman, DIY. Diberitakan sebelumnya Toto dan Fanni ditangkap polisi pada Selasa (14/1) petang di Purworejo setelah ulah mereka mendirikan Keraton Agung Sejagat membuat resah masyarakat. Keduanya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka. Toto dan Fanni dijerat dengan Pasal 14 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan “Ternyata semua simbol (Keraton Agung Sejagat) ini palsu, ini dipalsukan. Kemudian tempat tinggalnya, tersangka ini KTPnya di Ancol, Jakarta Utara. Sedangkan yang diakui sebagai permaisuri bukan istrinya, di Kalibata, Jakarta Selatan. Ngekos di Yogyakarta. Keratonnya di Purworejo,” pungkasnya.(jwn5)