Jowonews

Waspadai Demam Berdarah Saat Pancaroba

SEMARANG, Jowonews- Masyarakat diimbau untuk mewaspadai penyakit-penyakit endemis seperti demam berdarah (DB) yang biasa terjadi saat pancaroba atau peralihan. “Sejumlah penyakit biasa muncul pada masa pancaroba, dan salah satunya adalah demam berdarah. Sebab, sejumlah wilayah di Jateng terdapat kasus demam berdarah dan harus diantisipasi bersama di samping pencegahan Covid-19,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo di Semarang, Rabu. (14/10). Terkait dengan penyakit DB, masyarakat harus waspada dan menerapkan Gerakan 3M yakni menutup tempat penampungan air, mengubur barang bekas, dan membersihkan lingkungan sekitar. Menurut dia, pemberantasan sarang nyamuk juga harus ditingkatkan pada pancaroba, termasuk menggiatkan kembali peran juru pemantau jentik di rumah-rumah warga. “Seperti kita ketahui, bahwa setiap pancaroba, itu terjadi perubahan pengaruh kesehatan lingkungan. Penyakit-penyakit yang dipengaruhi kesehatan lingkungan itu antara lain adalah demam berdarah,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Sebelumnya, Gubernur Ganjar Pranowo meminta jajaran Dinkes Jateng mengoptimalkan peran kader kesehatannya guna mengurangi dampak penyakit pada saat memasuki musim hujan tahun ini. “Saya sudah menginstruksikan kepada seluruh Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk mengerahkan kader kesehatannya untuk lakukan penyuluh kesehatan selama musim hujan,” katanya. Menurut Ganjar, hal tersebut dilakukan sebagai upaya mengedukasi masyarakat untuk mengantisipasi merebaknya penyakit yang merebak saat musim hujan seperti demam berdarah dan diare. Politikus PDI Perjuangan itu menyebutkan demam berdarah dan diare sering menimpa masyarakat saat musim hujan, bahkan tidak sedikit yang penderitanya meninggal dunia karena terlambat mendapat perawatan medis.

Kemenkes Catat Penambahan Kasus Demam Berdarah Hingga 500 Kasus Per Hari

JAKARTA, Jowonews.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat penambahan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) 100 hingga 500 kasus per hari yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. “Kalau kita lihat secara keseluruhan ada 68 ribu kasus demam berdarah di seluruh Indonesia,” kata Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Senin. Ia mengatakan biasanya puncak demam berdarah tersebut terjadi setiap bulan Maret. Namun, pada 2020 ada perbedaan di mana jumlah kasus masih terus bertambah hingga bulan Juni. “Artinya angka ini sesuatu yang agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,” ujar Nadia. Selain itu, dari analisis yang dilakukan Kemenkes ditemukan bahwa provinsi yang jumlah kasus COVID-19 tinggi juga memiliki kecenderungan angka kasus DBD tinggi pula. Provinsi-provinsi tersebut di antaranya Jawa Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan. Lebih rinci lagi, dari 460 kabupaten dan kota yang melaporkan adanya kasus DBD, sebanyak 439 di antaranya juga melaporkan adanya kasus COVID-19 di daerah itu. “Jadi ini ada infeksi ganda,” katanya. Dari jumlah akumulatif secara nasional sebanyak 68 ribu tersebut, Kemenkes mencatat angka kematian yaitu 346 jiwa yang tersebar di berbagai daerah terutama provinsi dengan kasus COVID-19 tinggi. Ia mengatakan jika melihat kembali asal penyakit tersebut pertama kali ditemukan di Tanah Air pada 1968 kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan pandemi COVID-19. “Angka kematian dan angka kesakitannya 50 persen,” katanya. Namun pada saat ini pemerintah sudah bisa menurunkan angka kematian akibat demam berdarah bahkan hingga di bawah satu persen dengan target tidak ada kematian lagi. Sementara itu upaya penurunan angka kesakitan diakui Nadia masih berfluktuasi. Apalagi, pada 2016 Indonesia pernah mengalami kejadian luar biasa yakni angka kesakitan masih cukup tinggi. “Sebelum kejadian luar biasa itu kita bisa menekan di bawah 20 persen dan jangan sampai kejadian di 2016 terulang kembali,” katanya. (jwn5/ant)

Demam Berdarah di Jateng Renggut 17 Nyawa Hanya Dalam 2 Bulan

SEMARANG, Jowonews.com – Ancaman penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Jawa Tengah sungguh nyata karena dalam waktu 2 bulan saja sepanjang tahun 2020, penyakit berbahaya ini sudah merenggut 17 nyawa. Oleh karena itu, jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah bersama kabupaten/kota setempat menggiatkan pemberantasan sarang nyamuk serta jentik nyamuk guna mengantisipasi meningkatnya jumlah pasien penderita DBD. “Penanggulangan DBD yang paling tepat dan sederhana adalah melakukan tindakan preventif berupa pemberantasan sarang nyamuk serta jentik nyamuk dengan melibatkan juru pemantau jentik di tiap rumah, sekolah, maupun kantor,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jateng Yulianto Prabowo di Semarang, Rabu. Ia menyebutkan jumlah pasien penderita DBD di Jateng pada periode Januari 2020 hingga awal Maret 2020 tercatat sebanyak 1.227 orang, 17 orang di antaranya meninggal dunia. atau 3,53 kasus per 100 ribu jiwa penduduk. Dari 35 kabupaten/kota se-Jateng, jumlah pasien DBD terbanyak di Kabupaten Cilacap dengan 146 kasus dan dua kematian, kemudian Kabupaten Jepara 104 kasus, dan Kota Semarang 85 kasus. “Penyebaran penyakit DBD di Jateng hampir merata di 35 kabupaten/kota,” ujarnya. Menurut dia, jumlah pasien DBD di Jateng tiap tahun cenderung mengalami kenaikan mulai Oktober hingga puncaknya pada Februari dan Maret. “Setelah itu akan turun pada April, lalu Oktober naik lagi, begitu terus. Yang perlu diwaspadai saat ini kita masuk siklus 10 tahunan DBD. Tahun ini semoga kecenderungannya menurun,” katanya. Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Wongsonegoro Semarang Eko Krisnarto mengatakan bahwa pihaknya sudah merawat 182 pasien DBD pada Januari-Maret 2020. “Pada Januari 2020 kami merawat 59 pasien DBD, Februari 92 pasien DBD, dan Maret 31 pasien DBD,” ujarnya.(jwn5/udi)